Miskin adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau
tidak mampu memenuhi tingkat hidup yang paling rendah serta tidak mampu
mencapai tingkat minimal dari tujuan‑tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat berupa konsumsi,
kebebasan, hak mendapatkan sesuatu, menikmati hidup dan lain‑lain (Husen,
1993).
Di lain pihak Friedmann
(1979), mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi modal
yang produktif atau asset (misalnya, tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan
lain‑lain); sumber‑sumber keuangan (income
dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan
untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan
lain‑lain); jaringan sosial untuk memperoleh
pekerjaan, barang‑barang dan lain‑lain; pengetahuan dan keterampilan yang
memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan anda.
De Vos (1991) juga memberikan
pengertian kemiskinan berdasarkan beberapa pendekatan, yaitu batasan secara
absolut dan batasan relatif. Kemiskinan secara absolut memberikan pengertian
keadaan seseorang dalam pemenuhan kebutuhan minimum untuk hidup tanpa melihat
kondisi lingkungan masyarakat. Sedangkan
pengertian kemiskinan relatif memberikan pengertian keadaan seseorang bila
dibandingkan dengan kondisi masyarakatnya sering berpindah‑pindah lapangan
pekerjaan dan sebahagian besar pendapatannya.
Dari segi sosial, kemiskinan
penduduk dapat juga disebutkan sebagai
suatu kondisi sosial yang sangat rendah,
seperti penyediaan fasilitas kesehatan yang tidak mencukupi dan penerangan yang
minim (Sumardi dan Dieter, 1985). Kondisi sosial lain dari penduduk miskin
biasanya dicirikan oleh keadaan rumah tangga dimana jumlah anggota keluarga
banyak, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga rendah,
dan umumnya rumah tersebut berada di pedesaan (BPS, 2002).
Dari segi ekonomi, rumah
tangga miskin dicirikan oleh jenis mata pencaharian pada sektor informal di
pedesaan maupun di perkotaan, sering berpindah-pindah mata pencaharian dari
produktivitas yang rendah sehingga menyebabkan pendapatan yang rendah.
Karakteristik lain dari rumah tangga miskin adalah kecenderungan untuk
menyediakan sebagian besar dari anggaran rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Alokasi pendapatan yang cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan
merupakan cerminan adanya kemiskinan rumah tangga (Hasbullah, 1983).
Sekurang‑kurangnya ada dua
pendekatan untuk memberikan pengertian tentang kemiskinan. Pertama adalah pendekatan absolut yang menekankan pada pemenuhan
kebutuhan fisik minimum, tolok ukur yang dipakai adalah kebutuhan minimal yang
harus dipenuhi oleh seseorang atau keluarga agar dapat melangsungkan hidupnya
pada taraf yang layak. Pendekatan kedua
adalah pendekatan relatif dimana kemiskinan ditentukan berdasarkan taraf
hidupnya relatif dalam masyarakat (Suparlan, 1984).
Secara konsepsional,
kemiskinan dirumuskan sebagai suatu kondisi hidup yang serba kekurangan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Secara operasional kriteria kemiskinan itu ditetapkan dengan tolok ukur
garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah golongan masyarakat yang berada di
bawah garis kemiskinan, sedangkan target pembangunan biasanya dirumuskan
sebagai upaya mengentaskan golongan masyarakat miskin agar mereka bisa berada
di atas garis kemiskinan tersebut.
Mubyarto (1990) mengungkapkan
bahwa kemiskinan adalah manifestasi dari keadaan keterbelakangan masyarakat,
dimana melalui upaya‑upaya pendidikan dan modernisasi, kemiskinan dan
keterbelakangan akan berkurang. Selanjutnya menurut Esmara (1979), yang
dimaksud dengan tingkat kemelaratan absolut lebih banyak ditujukan terhadap
tingkat kehidupan penduduk secara absolut, baik yang diukur dengan pemakaian
kalori, tingkat gizi, sandang, sanitasi, pendidikan, dan sebagainya.
Esmara
menyimpulkan, bahwa dalam menentukan garis kemelaratan perlu ditentukan suatu
kebutuhan minimum yang memungkinkan orang hidup dengan layak. Menurutnya,
memang sukar menentukan batas kelayakan jumlah pendapatan, pengeluaran konsumsi,
kebutuhan kalori, dan sebagainya yang dapat digunakan sebagai titik tolak
perhitungan. Esmara menyebutkan batas kebutuhan minimum tersebut sebagai
"garis kemiskinan". Batas tersebut juga biasa disebut dengan
"garis kemiskinan” (Mubyarto,1990).
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusassalam encik..bole sya tahu sumber encik ambil dari mana..sbb saya tengah buat kajian tentang kemiskinan..so sya ambil difinisi encik sebagai rujukan saya..so saya perlu nyatakn sumber dalm tu dri mna..bole sya tahu contohnya Mubyarto (1990) encik ambil dri mna..harap encik dapat membantu saya
BalasHapus