Peranan IMF: Pedoman untuk Laporan
Oleh: John Williamson
Rekan Senior, Institute for International Economics
Gambaran ini merupakan draft pendahuluan dari makalah
yang dibuat oleh Sekretariat Commonwealth untuk presentasi pada Konferensi
mengenai Negara-negara Berkembang dan Perancangan Finansial Dunia yang
diselenggarakan oleh Sekretariat Commonwealth dan Bank Dunia di London pada
tanggal 22-23 Juni 2000. Penulis berterima kasih pada C. Fred Bergsten,
Morris Goldstein, Stephany Griffith-Jones, dan Kevin Morrison atas komentar
mereka mengenai draft sebelumnya.
Banyak diskusi mengenai perancangan finansial
internasional yang baru yang menjamur oleh krisis Asia timur yang dialami
dengan peranan IMF di masa mendatang. Gambaran kebijakan ini dimulai
dengan merangkum rekomendasi dari lima laporan terakhir dan satu pidato, dan
alasan di belakangnya. Rekomendasi tersebut dibagi ke dalam empat area
utama: 1) batasan kegiatan IMF, 2) pengawasan, 3) pinjaman, dan 4)
governance (yang mana topik tersebut juga saya rangkum pandangan mengenai
makalah akademis terakhir). Saya memaparkan putusan saya sendiri mengenai
ketiga topik pertama di bagian terakhir dari gambaran ini.
Satu dari lima laporan yang dipertimbangkan merupakan
terbitan gabungan oleh International Center for Monetary and Banking Studies di
Jenewa dan Centre for Economic Policy Research (CEPR) di London. Laporan
tersebut dibuat oleh Jose de Gregorio, Barry Eichengreen, Takatoshi Ito dan
Charles Wyplosz (1999). Laporan tersebut juga berisi pandangan singkat
dari proposal reformasi alternatif, oleh Kiichi Miyazawa, Jeffrey Sachs,
Sebastian Edwards, Perancis, Inggris dan Itali dan ide dari dana daerah.
Hal ini didiskusikan pada saat konferensi yang diadakan di Jenewa tahun 1999,
yang mana juga dilaporkan di edisi ini. Hal ini kemudian akan disebut
sebagai Laporan Jenewa.
Laporan kedua adalah bahwa Independent Task Force
disponsori oleh Council of Foreign Relations (1999). Tugas ini digabung
bersama Carla Hills dan Peter Peterson, dengan kolega saya Morris Goldstain
sebagai direktur proyek dan 23 orang terkenal lainnya yang merupakan anggota
dari pembangunan internasional Amerika (termasuk C. Fred Bergsten, direktur
Institute for International Economics). Laporan ini kemudian akan disebut
sebagai laporan CFR. Dalam laporan ini terdapat delapan pernyataan
Pandangan Penolakan, namun semua anggota menandatangani laporan utama tersebut.
Laporan ketiga dilaporkan oleh G-24 dan disusun oleh
Montek Ahluwalia di tahun 1999. Diterbitkan oleh Konferensi PBB mengenai
Perdagangan dan Pembangunan pada volume terakhir dari seri penerbitan studi
kasus G-24. Laporan ini kemudian akan disebut sebagai Laporan Ahluwalia.
Laporan keempat adalah International Financial Institution
[sic] Advisory Commission yang didirikan oleh badan Kongres Amerika dan
diketuai oleh Allan Meltzer, dengan sepuluh anggota tambahan yang terdiri dari
pihak akademisi seperti Charles Calomiris, Jerome Levinson, dan Jeffrey Sachs,
bisnisman, politisi dan Direktur think thank C. Fred Bergsten dari Institute
for International Economics dan Edwin Feulner dari Heritage Foundation.
Diluar dari kata “Institution” yang berarti satu institusi dalam judul laporan
tersebut, istilah institution sebenarnya juga mengikutsertakan Bank Dunia, tiga
bank pembangunan daerah, World Trade Organization (WTO), dan Bank for
International Settlements (BIS), sebagai tambahan dari IMF. Laporan ini
diterbitkan di bulan Maret 2000, dan akan disebut sebagai laporan IFIAC.
Laporan ini juga melampirkan dua “Laporan Support” yang berargumen bahwa
laporan tersebut tidak berjalan jauh dari international financial isntitutions
(IFI), Joint Minority Statement oleh empat anggota (termasuk Bergsten dan
Levinson) yang tidak menandatangani laporan utama.
Laporan yang kelima adalah kelompok tugas yang dibuat
oleh Overseas Development Council di Washington yang dilaporkan pada bulan
April 2000. Badan ini diketuai bersama oleh John Sewell dan Sylvia
Saborio, diarahkan oleh Kevin Morrison, dan terdiri dari 11 anggota dari
akademia, think tank, dan LSM, “yang menyetujui semua saran dan rekomendasi
yang terdapat dalam laporan tersebut, namun tidak untuk semua pendapat dan
empasis.” Saya merupakan anggota kelompok tugas ini, seperti juga Nancy Birdsall
dan Joe Stiglitz. Laporan ini kemudian akan disebut sebagai Laporan ODC.
Derajat konsensus yang tercermin dalam lima sumber ini
cukup bagus. Semua direfleksikan dengan mission creep, dan mendorong IMF
untuk memusatkan perhatian pada kemampuan inti yang dimilikinya.
Pidato tersebut dimasukkan tentu saja, diberikan oleh
Sekretaris Treasury Lawrence Summers Amerika di London Business School
Desember yang lalu (musim panas 1999).
Enam diskusi kerja ini termasuk pandangan-pandangan lebih
jauh oleh kelompok akademis internasional, beberapa kelompok dari Amerika yang
memiliki kualitas baik dan bagus, badan resmi dari negara berkembang yang
menulis atas nama negara-negara berkembang dalam kelompok G-24, kelompok
campuran milik Amerika yang menulis laporan untuk badan Kongress Amerika,
kelompok campuran lainnya yang sebagian besar terdiri dari orang Amerika yang
perduli terhadap masalah-masalah negara bekembang, dan Sekretaris Treasury
Amerika Serikat. Meskipun terdapat beberapa bias mengenai sumber-sumber
Amerika, saya percaya hal ini berdasarkan pemikiran yang beralasan dan
terpercaya untuk mengembagkan proposal ini.
Batasan
Kegiatan IMF
Tidak semua dari enam dokumen yang dibahas dimaksudkan
untuk keempat topik yang saya kembangkan dalam bahasan ini. Batasan yang
sesuai untuk kegiatan IMF, misalnya, tidak dibahas sama sekali dalam Laporan
Jenewa.
Laporan CFR juga membahas tentang topik ini namun tidak
terlalu mendetail, namun hal tersebut sangat mendesak bagi IMF (dan, dalam hal
ini, Bank Dunia) untuk “kembali ke dasar.” Ditekankan (hal. 115) bahwa
IMF masih perlu untuk membantu negara-negara menyelesaikan masalah pembayaran
hutang mereka dengan cara yang bertanggung jawab, membahas tentang krisis
likuiditas, dan bertindak selaku manajer krisis atau convenor, dan di tempat
lain membahas peranan IMF dalam menghindari terjadinya krisis. Juga
ditekankan bahwa “IMF kehilangan fokus dan efektifitasnya berkurang karena
telalu banyak bekerja. Terutama, IMF harus membatasi batasan persyaratan
untuk moneter, fiskal, nilai tukar, dan kebijakan sektor keuangan” (hal.
116). Namun pengawasannya perlu diperhatikan dengan melakukan pengawasan
dengan standar keuangan, dan juga makro yang fundamental.
Laporan Ahluwalia (hal. 22) tidak menyetujui merger
antara IMF dan Bank Dunia dikarenakan terdapat peran yang penting dan berbeda
untuk IMF menangani krisis, dalam hal pencegahan (melalui pengawasan) dan
manajemen (melalui pembiayaan). Laporan tersebut juga mengatakan bahwa
“pembiayaan seperti tiu tidak harus dalam bentuk jangka panjang dan jelas tidak
bersifat concessional.” Juga disebutkan bahwa “IMF harus lebih fokus pada
sumber-sumber ketidakstabilan dalam sistem keuangan internasional atau susunan
awalnya. Juga dapat disebutkan bahwa kegiatan pembiayaan yang berhubungan
dengan masalah neraca pembayaran yang rusak dari negara-negara berpendapatan
rendah, contoh Enhanced Struktural Adjustment Facilities (ESAP)
dan.....inisiatif dari Heavily Indebted Poor Countries (HIPC).....mungkin harus
diangkat ke Bank Dunia, dengan kerjasama dari IMF dalam memberikan bantuan yang
bersifat teknis.
Rangkuman resmi dari Laporan IFIAC menyatakan bahwa “IMF
harus terus bertindak sebagai manajer krisis berdasarkan peraturan baru yang
memberikan negara-negara anggota insentif untuk meningkatkan keamanan dari
sistem keuangan mereka” (hal. 6). Laporan tersebut juga menyebutkan tiga
peranan yang dijalankan: 1) dalam berperan sebagai quasi-lender of last
resort untuk membangun ekonomi, 2) dalam mencari data, menerbitkan dan menolak
data mengenai negara-negara anggota; 3) dan dalam memberikan saran (sebagaimana
bila diharuskan untuk menjalankan persyaratan) sehubungan dengan kebijakan
ekonomi (hal. 42-43). Laporan tersebut menyetujui berakhirnya pinjaman
jangka panjang, dan terutama mengusulkan penutupan hal yang disebut “Fasilitas
untuk Bantuan Kemiskinan dan Pembangunan” (hal. 43). Laporan teersebut
juga menyarankan utuk penggantian persyaratan pra-kualifikasi, berdasarkan
garis besar prinsip yang disebutkan dalam bagian pemberian pinjaman di bawah
ini.
Laporan CFR........ menyatakan bahwa “IMF kehilangan
fokusnya dan efektifitasnya berkurang karena terlalu banyak pekerjaan yang
dilakukannya.....”
Laporan ODC mengatakan bahwa kemampuan inti dari IMF
dalam hal kebijakan ekonomi makro, dan melihat peran sentral dalam hal
menghindari krisis, ketika hal tersebut gagal dilaksanakan, disarankan untuk
melaksanakan pemulihan yang cepat dari krisis. Laporan tersebut juga
menyatakan bahwa hal tersebut berarti pemberian pinjaman harus dibatasi dengan
memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek untuk krisis ekonomi makro, dan
menyarankan pemindahan fasilitas bantuan untuk pengurangan kemiskinan dan
pembangunan (Poverty Reduction and Growth Facility/PRGF) ke Bank Dunia.
Fasilitas tersebut harus ditujukan untuk negara-negara yang paling miskin,
namun hanya dalam konteks pinjaman darurat, sebagaimana halnya negara-negara
anggota lainnya. IMF harus meneruskan perannya dalam hal pengawasan,
ditujukan untuk memberikan saran yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
krisis. Namun laporan tersebut juga menyatakan bahwa statistik harus
dibuat dan dilaksanakan oleh badan statistik independen, bukan oleh IMF (Atau
Bank Dunia).
Pidato Summers juga menyatakan perlunya fokus dalam hal
kemampuan inti (hal. 5), namun dapat disimpulkan hal ini dibahas lebih umum
daripada yang dibahas dalam laporan ODC. IMF harus mendorong stabilitas
finansial negara, arus modal yang stabil antar negara, dan pemulihan yang cepat
dari masalah keuangan (hal. 3). Summers juga menyimpulkan bahwa hal ini
mengacu pada enam daerah penting: 1) mengusahakan kelancaran arus informasi
dari pemerintah kepada pasar dan nvestor, 2) memberikan perhatian pada
kerentanan finansial dan dasar ekonomi makro, 3) mengembangkan peranan keuangan
yang lebih selektif dengan memfokuskan pada keadaan darurat, 4) membuat
penyelesaian berdasarkan pasar, 5) memusatkan perhatian pada pembangunana dan
pengurangan kemiskinan di negara-negara miskin, dan 6) memodernkan IMF sebagai
suatu insititusi.
Tingkat konsensus yang tercermin dalam lima sumber ini
cukup bagus. Semua mengacu pada perhatiaan untuk creep misi, dan
mendorong IMF untuk fokus pada keahliannya yang utama. Semua laporan
memandang bahwa IMF memiliki peran sentral dalam menetapkan tujuan untuk mencegah
krisis finansial, dan dalam mengatur ketika krisis akhirnya terjadi.
Semua menginginkan IMF untuk terus memberikan pinjaman ketika dalam masa
krisis. Semua setuju untuk meneruskan pengawasan, dan hal ini berarti
memfokuskan pada standar finansial dan kerentanan serta fundamental ekonomi
makro secara tradisional.
Di luar dari hal-hal yang disetujui di atas, terdapat
perbedaan besar antara mayoritas IFIAC dengan lima laporan lainnya (dan juga
minoritas IFIAC), mengenai nilai dari IMF itu sendiri. Semua orang kecuali
mayoritas IFIAC menekankan perlunya sebuah institusi internasional untuk
bekerja sama dalam kebijakan ekonomi makro antar negara-negara di duni,
membantu menghindari terjadinya krisis, dan untuk membantu negara-negara
mengatasi krisis yang telah terjadi. Semua nampak setuju bahwa negara
akan menjadi lebih baik bila telah ada kerjasama internasional yang dibangun
antar negara. Mayoritas IFIAC dimulai dengan mengatakan bahwa dari pertimbangan
bahwa pinjaman IMF dapat mendorong terjadinya krisis moral (pemandangan
yang penting untuk “tidak disebutkan kembali,” seperti yang disebutkan dalam
laporan¹), dan setuju walaupun dengan berat hati (dan kehilangan dua dari
anggotanya) bahwa dapat dimungkinkan batasan peranan untuk IMF.
Dalam issue yang lebih konkrit lagi topik yang
diperdebatkan akan terlihat seperti:
apakah IMF arus tetap
memelihara PGRF (Summer berkata ya), apakah malah seharusnya ditutup (menurut
laporan mayoritas IFIAC), atau apakah harus dipindahkan ke Bank Dunia (
Ahluwalia dan ODC); dan apakah pengumpulan dan diseminasi statistik harus
dilakukan oleh badan tersendiri, sebagaimana diusulkan oleh ODC.
Pengawasan
Ada dua bentuk pengawasan yang dijalankan IMF:
1) pengawasan umum terhadap ekonomi dunia, sebagaimana disebutkan dalam
terbitan dua tahunan World Economic Outlook dan Laporan tahunan Pasar Modal
Internasional, dan 2) pengawasan terhadap satu negara, dilaksanakan berdasarkan
Pasal IV mengenai konsultasi. Tidak seorangpun yang tidak menyetujui
penggunaan alat-alat dahulu, atau memberikan saran yang bersifat spesifik
mengenai apa yang seharusnya dilakukan IMF, kecuali dalam laporan Ahluwalia
yang menyatakan IMF harus membuat gambaran yang jelas mengenai informasi ini
untuk membahas masalah negara berkembang ke dalam diskusi G-7. Perdebatan
ini difokuskan pada pengawasan terhadap satu negara, dan bagimana hal ini dapat
dikembangkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya krisis.
Laporan Jenewa menyarankan bahwa pengawasan harus mencari
kejelasan di mana kelemahan yang dimiliki negara seperti sistem perbankan,
kebijakan penetapan nilai tukar, tingkat cadangan devisa, atau standar
akuntansi, dan memberikan pemberitahuan kepada negara-negara tersebut mengenai
kelemahan itu. Dapat dilihat bahwa kekurangan IMF dalam hal bidang-bidang
dimana standar sangat diperlukan dan dikembangkan, dan penting untuk IMF
menerima standar yang dirancang oleh pihak lain, namun perannya tetap dalam hal
mengawasi, dengan menggunakan tenaga ahli dari institusi lain dalam menjalankan
misinya.
Laporan CFR juga menyarankan bahwa IMF harus memusatkan
perhatian pada setap negara anggota berdasarkan standar keuangan internasional
seperti Standar Diseminasi Data Khusus IMF (Special Data Dissemination
Standard), Prinsip Penting Pengawasan Perbankan yang efektif dari Basel
Committee, dan standar akuntansi internasional, dengan aturan nilai tukar yang
“aktif”, kehati-hatian dalam manajemen hutang, dsb. Hasil tidak
disebarkan secara rahasia, meskipun demikian, laporan tersebut menyarankan
sebaiknya IMF menerbitkan secara berkala “laporan standar” yang memuat setiap
detail dari performa setiap negara, dan juga laporan Pasal IV yang memuat
kebijakan dan prospek. Laporan tersebut melihat keuntungan untuk menuruti
standar ini yang diperlihatkan oleh biaya yang lebih rendah untuk pasar
pinjaman, akses yang lebih murah untuk kredit IMF bila negara harus
melakukan pinjaman, dan persyaratan pemenuhan modal yang lebih rendah untuk
pinjaman bank terhadap negara-negara tersebut (hal. 93-97). IMF harus
mendorong negara-negara yang memiliki sektor finansial domestik yang rapuh dan
kerangka prinsip kehati-hatian yang lemah untuk menjalankan pembebanan pajak
untuk arus masuk modal seperti yang digunakan negara Chili (hal. 98).
Terdapat antusiasme umum untuk pengumpulan data,.......transparansi,
publikasi, dan pengawasan terus menerus.
Laporan Ahluwalia menyatakan bahwa pengawasan merupakan
kegiatan inti IMF dan menyarankan agar hal tersebut diperkuat, terutama dengan
lebih memberikan infomasi penting pada pasar uang.
Laporan IFIAC hanya mengulas sedikit tentang pengawasan,
hanya mengenai bahwa IMF harus mengabaikan Pasal IV mengenai konsultasi dengan
negara OECD (untuk menghindari biaya yang berlipat ganda atas usaha yang
dilakukan) dan harus menerbitkan secara langsung seluruh laporan konsultasi
Pasal IV untuk negara lain (hal. 43-44). Laporan tersebut juga melihat
fungsi utama IMF sebagai pihak yang mengumpulkan dan mempublikasikan langsung
dari dari data tersebut, disertai pandangan untuk membuat partisipan pasar
mendapatkan infomasi mengenai hal yang terjadi (hal. 43). IMF harus
mendorong negara-negara untuk menerapkan salah satu dari kebijakan ini, nilai
tukar tetap atau mengambang, sejak rezim menengah lebih memusatkan perhatian
pada krisis.
Laporan ODC juga menyetujui pengumpulan data (walaupun
menyatakan bahwa hal ini harus dipindahkan ke dalam badan terpisah) dan
transparansi, namun menyatakan bahwa permenbangan ke arah ini tidak berarti
menyelesaikan krisis yang dialami. Laporan ini melihat unik yang dimiliki
IMF dalam memberikan saran pada negara-negara mengenai kebijakan makro, dengan
tujuan inter alia menghindari krisis ekonomimakro, dan biasanya tidak
berdasarkan pada perjanjian keuangan. Laporan tersebut juga memberikan
IMF mengawasi standar yang luas, dan juga memberitahukan bahwa IMF tidak
memiliki keahlian untuk hal tersebut. Laporan tersebut menyarankan agar
pembahasan mengenai Laporan Pasal IV dipindahkan dari Dewan Eksekutif ke dalam
sub divisi dewan-dewan yang terdiri dari direktur eksekutif (DE) mulai dari
daerah tertentu di dunia, sehingga meringankan beban yang dimiliki Dewan
Eksekutif, namun dengan tetap dengan laporan yang diberikan secara teratur dari
sub divisi dewan tersebut kepada Dewan. Laporan ini memperingatkan
tentang antusiasme untuk model dua sudut nilai tukar (pemberitahuan bahwa
setiap negara harus memiliki dewan mata uang atau nilai tukar mengambang, tapi
tidak dua-duanya).
Sekretaris Summer juga menyetujui agar peran IMF dalam
mengumpulkan dan menyebarkan informasi kepada investor dan pasar. Negara-negara
harus didorong untuk menjalankan Standar Penyebaran Data Khusu dan berbagai
kode internasional untuk kebijakan yang baik yang sedang dikembangkan, dan
tugas IMF dari pemenuhan mereka untuk standar tersebut disebarkan ke
masyarakat. Pengawasan harus menutup kerentanan keuangan dan juga
fundamental makro, dan harus dapat dikenali bahwa kerentanan ini adalah fungsi
dari tingkat hutang luar negeri jangka pendek dan jaminan yang disetujui
pemerintah yang sangat besar. IMF harus fokus pada kuatnya neraca
nasional, sebagai contoh, mengembangkan ukuran yang lebih berarti untuk
pemenuhan cadangan saripada rasio cadangan tradisional atau impor. IMF
harus memusatkan perhatian pada “bahaya dari membuka modal jangka pendek untuk
jaminan dalam negeri yang terlalu banyak,” dan harus menonjolkan risiko yang
ditanggung dari penentuan nilai tukar yang tidak kuat.
Sekali lagi, tingkat dari konsensus yang ditunjukkan
cukup signifikan. Terdapat antusiasme umum untuk pengumpulan data (jika
tidak harus dilakukan oleh IMF), transparansi, publikasi, dan pengawasan terus
menerus. Hal ini cukup mengagumkan jika kita pikirkan bahwa IMF
selama ini merupakan institusi yang bersifat sangat rahasia. Beberapa
sumber secara explisit menyatakan untuk memfokuskan perhatian pada kerentanan
dari sistem keuangan, hutang luar negeri, berbagai hal di mana standar
internasional disebarkan, dan penentuan nilai tukar, dan tidak ada yang
menyatakan sebaliknya. Terdapat banyak peran membangun untuk pajak modal
yang masuk dari yang diharapkan dalam hal ini sebelum krisis Asia Timur.
Perselisihan yang tinggal hanyalah mengenai penentuan nilai tukar yang dianggap
tidak kuat, namun semua orang menyadari bahwa masalah ketahanan tersebut
merupakan masalah yang penting.
Pinjaman
Laporan Jenewa menyiratkan skeptisme mengenai proposal
“memasukkan beberapa bentuk ‘prakualifikasi’ untuk bantuan keuangan dari IMF”
(hal. 44).² Laporan tersebut melihat permohonan untuk prakualifikasi
terdapat dalam rsolusi dari masalah moral hazard, karena pemerintah tidak dapat
lagi diharapkan untuk membantu jika peringatan untuk sikap yang tidak baik
tidak diindahkan. Namun laporan tersebut mempertanyakan apakah moral
hazard pemerintah merupakan masalah riil ( pemerintah sudah cukup menderita
ketika mereka menenggelamkan negara pada saat mereka mengurangi insentif untuk
mencoba bermain dengan resiko), dan juga mengatakan bahwa kriteria untuk
prakualifikasi dapat menjadi perselisihan dan kebijakan dapat menjadi tidak
konsisten dalam waktu (ancaman untuk tidak memberikan bantuan dari
negara-negara yang tidak memenuhi prakualifikasi tidak kredibel). Laproan
tersebut juga menyatakan bahwa Contingent Credit Line (CCL) yang dibuat IMF di
bulan April 1999 mengalami kemunduran yang sama, ditambah dengan bahaya bahwa
negara yang mengalami penurunan kualifikasi sebelumnya memenuhi kualifikasi
dapat mempercepat timbulnya krisis. Perlu dicatat bahwa tidak ada satu
negarapun selama ini yang terbujuk untuk menerapkan CCL (yang mana tetap
bertahan sampai sekarang).
Laporan Jenewa juga menyatakan bahwa fasilitas IMF telah
berkembang biak secara berlebihan dan perlu dibatasi dilihat dari pandangan
untuk membuat pinjaman darurat IMF lebih transparan, sederhana dan efektif.
Laporan Jenewa juga menyatakan bahwa fasilitas IMF telah
berkembang biak secara berlebihan dan perlu dibatasi dilihat dari pandangan
untuk membuat pinjaman darurat IMF lebih transparan, sederhana dan efektif
(hal. 48). Laporan tersebut menyetujui adanya Supplemental Reserve
Facility atau Fasilitas Cadangan Tambahan (SRF, yang dapat meminjamkan dalam
pengecualian jumlah yang besar pada suku bunga penalti dan pertama diluncurkan
untuk Korea Selatan) sebagai suatu langkah menuju arah yang benar (hal.
53). Laporan tersebut juga menyatakan bahwa krisis modal yang sekaran ini
mendominasi adalah pada dasarnya lebih disebabkan oleh kurangnya likuiditas
yang dimiliki daripada disebabkan oleh dasar (fundamental) yang tidak baik, dan
karena itulah diperlukan pembiayaan sementara dengan pengeluaran dibayarkan
dimuka (meskipun dpertanyakan apakah bantuan yang diperlukan harus selalu
berjumlah besar). Bantuan IMF akan perlu untuk diberikan bersama salah
satu dari “pembiayaan bersama dengan sektor swasta untuk perpanjangan waktu dan
reschedulling” atau restrukturisasi kewajiban dari hutang eksternal dengan
tujuan untuk mempertahankan besarnya paket keuangan yang beralasan.
Pengalaman Koerea Selatan di tahun 1997 menunjukkan bahwa pemberhentian dapat
merupakan instrumen yang berguna untuk membantu sektor swasta, namun pengalaman
Meksiko di tahun 1982 harus juga diperhatikan sebagai peringatan bahwa
pemberhentian bukan merupakan obat yang mujarab.
CFR Laporan mengusulkan untuk menarik perbedaan yang
tajam antara “krisis negara” dan “krisis yang saling berkaitan.”
Pembiayaan untuk hal yang pertama dapat dibatasi hingga limit akses normal (100
persen dari kuota per tahun dan 300% secara kumulatif), dan dapat dibiayai dari
sumber dana IMF yang ada. Krisis yang saling berkaitan dapat dibiayai
dari General Agreement to Borrow atau Perjanjian Umum untuk Pinjaman (GAB) dan
New Agreement to Borrow atau Perjanjian Baru untuk Pinjaman (NAB) atau dari
Contagion Facility yang baru yang dapat menggantikan CCL dan SRF.
Contagion Facility dapat digunakan untuk akibat dari pengaruh buruk di mana penurunan
pembayaran mencerminkan pembangunan sebagian besar di luar kekuasaan mereka,
dan tidak memerlukan program bantuan IMF (hal. 110). Hal tersebut dapat
dibiayai oleh Special Drawing Rights (SDR) yang disetorkan satu kali di mana
semua anggota IMF dapat menyumbangkan SDR mereka yang baru disetor ke dalam
Contagion Facility. Laporan ini juga menyatakan bahwa dalam kasus yang
sangat khusus, dimana tampilan hutang sangat rapuh, IMF dapat mewajibkan
debitur untuk menjalankan “itikad baik” negosiasi restrukturisasi hutang dengan
para kreditor sebagai syarat pemberian bantuan (hal. 102). Hal ini dapat
difasilitasi dengan pernyataan pemberhentian sementara yang dilakukan oleh
debitor. Suku bunga pinjaman dari IMF dapat lebih rendah untuk negara-negara
yang melakukan sejumlah usaha untuk mencegah krisis, dengan mengikuti
kode-kode-kode internasional yang dikembangkan, menjalankan kebijakan makro
yang baik, mempertahankan penentuan mata uang yang aktif dan profil hutang yang
hati-hati, dan membangun sumber kontijen dari bantuan likuiditas (hal.94).
Laporan Ahluwalia setuju mengenai IMF yang bertindak
sebagai lender of last resort untuk merespon krisis account modal, namun
khawatir mengenai bagaimana pinjaman tersebut dibiayai, dan juga menyarankan
mengambil jalan dengan menempatkan SDR khusus (hal. 14) dan menetapkan kuota
yang lebih besar. Untuk persyaratan pinjaman semacam ini, disetujui
adanya prakualifikasi namun ditekankan pada masalah bahwa kriteria yang dinilai
harus cukup agar krisis tidak muncul lagi (hal. 16). Laporan ini juga
menyarankan suatu penyelesaian yang disetujui bersama dimana prakualifikasi
akan membuat suatu negara berhak untuk bagian pertama pinjaman, namun penarikan
selanjutnya mewajibkan adanya persyaratan. Patut dicatat bahaya penarikan
pertama sebelum krisis dapat mempercepat hilangnya kepercayaan masyarakat yang
dapat mendorong timbulnya krisis di mana penyelesaian ini dibuat untuk
menghindari krisis tersebut.
Laporan IFIAC menyatakan tanggung jawab IMF yang pertama
adalah “bertindak seakan-akan sebagai lender of last resort untuk melancarkan
masalah ekonomi” (hal. 42). Hal pertama yang harus diperhatikan adalah
hal tersebut merupakan jendela pinjaman yang dibahas laporan ini: IMF
terlihat menghalangi pinjaman tidak hanya pada negara-negara industri, namun
juga negara-negara berkembang yang tidak termasuk dalam istilah “ekonomi yang
berkembang.” Memang, IMF meminta secara khusus untuk menutup PRGF, yang
saat ini merupakan instrumen utama untuk pinjaman kepada negara-negara tersebut
(hal. 43), dan menyampingkan pinjaman untuk keadaan darurat non finansial,
seperti bantuan untuk kelaparan (hal. 47). Laporan tersebut kemudian
menyebutkan “kecuali untuk keadaan yang tidak lazim, dimana krisis merupakan
[demikian] ancaman terhadap ekonomi, pinjaman mungkin hanya diberikan untuk
negara-negara yang mengalami krisis [demikian] dengan prasyarat yang
menimbulkan adanya keamanan untuk keadaan keuangan” (hal. 43). Prasyarat
akan menggantikan persyaratan yang ada. Prasyarat yang diajukan (hal. 44-45)
adalah:
kebebasan untuk memasuki
pasar dan melakukan kegiatan usaha untuk institusi keuangan asing;
bank-bank komersial yang
memiliki modal cukup, terutama untuk bagian modal dalam bentuk hutang
subodinasi yang tidak dijaminkan;
publikasi teratur dan
tepat waktu untuk hutang yang belum terlunasi dan hutang jaminan serta
kewajiban yang tidak dicatat di dalam neraca;
“persyaratan fiskal yang
baik,” sifat yang mana tidak dijelaskan secara mendetail.
Negara-negara yang ingin meminjam sebelum mereka dapat
memenuhi syarat-syarat ini berhak untuk meminjam pada “suku bunga super
penalti” (semua pinjaman akan dikenakan suku bunga penalti), dan negara-negara
yang memilih untuk tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak dapat diberikan
pinjaman (hal. 46). Pinjaman ini akan berupa jangka pendek (contoh:
maksimal 120 hari) dan hanya bisa diperpanjang untuk satu kali saja.
Laporan tersebut juga melanjutkan pembahasan mengenai jangka waktu yang dapat
dipertimbangkan untuk memastikan prioritas klaim IMF terhadap seluruh jumlah
klaim yang ada, dengan analogi persyaratan jaminan untuk pinjaman usaha
terakhir masih berdasarkan ketentuan lama, namun dalam pandangan saya hal ini
hanya meributkan hal-hal yang bukan menjadi masalah sehingga saya tidak ingin
membuang waktu saya untuk masalah ini.
Mungkin kritik yang paling penting yang disuarakan oleh
pihak minoritas yang tidak menandatangani Laporan IFIAC adalah mengenai batasan
yang diusulkan untuk pinjaman IMF. Mereka menanyakan apakah mungkin untuk
memberklakukan persyaratan prakualifikasi fiskal yang akan melepaskan kebutuhan
untuk adanya persyaratan, dan juga khawatir bahwa pendekatan prakualifikasi
dapat menghambat pinjaman untuk negara yang sangat membutuhkannya (hal.
121-22). Mereka menyarankan agar menerima usulan CFR untuk memberikan
pinjaman pada negara yang telah menerapkan Prinsip Pokok Basel (Basel Core
Principles) untuk menguatkan sistem perbankan dalam negeri mereka (hal.
123-24).³
Laporan ODC juga menilai peran pinjaman IMF yang diberikan
untuk krisis manajemen, namun laporan ini menyatakan secara eksplisit bahwa
semua negara harus dapat meminjam pada IMF setiap saat mereka mengalami krisis
ekonomimakro (hal. 6). Lebih jauh lagi untuk melihat tujuan dari
mengurangi kemampuan utama IMF, di luar dari masalah struktural, laporan ini
mengusulkan untuk menghapuskan Fasilitas Dana Perpanjangan (Extended Fund
Facility) dan memindahkannya ke PRGF (dengan demikian juga untuk tanggung jawab
terhadap program Hutang Negara-negara Miskin) dari IMF ke Bank Dunia. IMF
harus menyarankan Bank Dunia bahwa pemberian pinjaman PGRF mewajibkan syarat
makro, meskipun tidak menggunakan hak veto. Laporan tersebut juga
menyatakan bahwa pinjaman untuk krisis harus diberikan dengan menggunakan perjanjian
normal yang berlaku, yang harus dapat digunakan oleh setiap anggota, dengan
memberikan subsidi untuk suku bunga jika yang meminjam adalah negara anggota
dengan pendapatan rendah. Persyaratan harus kembali dilihat untuk
memfokuskan pada kebijakan dasar makro, tanpa penambahan sejumlah syarat
struktural lainnya seperti program Asia Timur yang dibuat-buat dan untuk
kejadian yang dibuktikan hampir sama sekali tidak relevan untuk membiayai
pemulihan negara dari krisis. Laporan tersebut mengusulkan usaha untuk
membuat asesmen ex anti untuk pengaruh program IMF pada kaum miskin, dengan
pendapat untuk mecoba mengurangi pengaruh kebalikannya. Laporan ini
menyiratkan keraguannya terhadap CCL namun juga mengusulkan untuk tetap
mengadakan Compensantory Financing Facility.
Hal yang sama dari enam sumber ini adalah peran sentral
pembiayaan IMF untuk mengatasi krisis.
Sekretaris Summers juga menyarankan agar IMF memusatkan
perhatiannya mengenai pembiayaan yang diberikannya pada situasi yang sifatnya
mendesak. Pembiayaan tersebut haruslah, paling tidak, mengenyampingkan;
tempat penghentian, bukan alternatif, untuk pembiayaan swasta. Pinjaman
yang berjangka waktu lebih panjang akan dihapus setahap demi setahap dan
instrumen yang pokok akan menjadi CCL, jangka pendek, perjanjian untuk
negara-negara tanpa masalah yang saling berkaitan, dan SRF, untuk krisis
account modal yang saling berkaitan. Suku bunga penalti untuk pinjaman
SRF merupakan hal yang akan ditetapkan kemudian, meskipun CCL mungkin memiliki
suku bunga yang lebih rendah untuk mendorong negara-negara agar memenuhi
persyaratan dan mengajukan permohonan untuk meminjam. Persyaratan harus
memenuhi keadaan negara secara spesifik, namun tidak mencampuri hal-hal diluar
pemulihan perkembangan dan stabilitas. Meskipun demikian, “stabilitas
sistem perbankan, masalah mengenai kerjasama sosial, dan kemampuan untuk
menegakkan perjanjian berdasarkan kontrak” dapat pula menjadi hal yang relevan
terhadap persyaratan di atas (hal. 6). Beliau juga mendesak agar sektor
yang berkuasa menolong kreditor untuk mengetahui bunga kolektif mereka dalam
memelihara keterbukaan, meskipun ketika bunga individual mereka berada dalam
dana penarikan, namun hal tersebut sewaktu-waktu diperlukan untuk mecari
pertolongan restrukturisasi hutang, dan untuk kasus-kasus tertentu IMF harus
siap untuk memberikan pinjaman yang akan digunakan untuk melunasi tunggakan.
Dalam pernyataannya mengenai negara-negara yang sangat
miskin (hal.8), Summers memuji kemajuan yang dibuat dalam perkembangan HIPC
sebagai “secara fundamental sebuah kerangka untuk usaha masyarakat
internasional untuk mengentaskan kemiskinan, sesuatu yang memberikan petunjuk
untuk Bank Dunia dan peran yang lebih ketat lagi terpusat untuk IMF.”
Beliau tidak menyiratkan keinginan untuk memindahkan PRGF.
Hal yang sama dari enam sumber ini adalah peran sentral
pinjaman IMF dalam menyelesaikan krisis. Terdapat sejumlah ide lain yang
telah diusulkan secara terbuka tanpa mendapatkan dukungan suara bulat:
beberapa bentuk dari prakualifikasi (meskipun dengan perbedaan strategis
seperti apakah bila tidak memenuhi prakualifikasi akan membuat suatu negara
tidak dapat meminjam atau hanya menajamkan istilah saja); memindahkan PGRF dari
IMF ke Bank Dunia; dan menemani pinjaman untuk krisis dari IMF dengan beberapa
bentuk pemberhentian pembayaran, paling tidak pada keadaan tertentu.
Pemerintah
Laporan Jenewa menyatakan bahwa IMF membutuhkan
transparansi yang lebih lebar lagi dan pertanggungjawaban. Keputusan
harus lebih banyak melalui pengambilan suara daripada melalui konsensus, dan
laporan rapat serta pengambilan suara harus diterbitkan kepada umum.
Program-program yang dijalankan harus dievaluasi oleh staff dan panelis dari
luar IMF, dan hasilnya juga harus diberitahukan kepada masyarakat. Dari
semua itu, Dewan Eksekutif harus bersifat independen seperti halnya banyak
dewandari bank-bank sentral yang juga bersifat independen sekarang ini:
mereka harus ditunjuk untuk bertugas selama jangka waktu yang ditentukan dan
tidak boleh menerima instruksi dari pemerintah yang menunjuk mereka, dan Dewan
harus diberikan mandat eksplisit seperti memajukan stabilitas ekonomi dan
keuangan, dan Dewan harus secara teratur memberikan laporan pada
International Monetary and Financial Committee atau Komisi Moneter dan Finansial
Internasional (IMFC, dulu dikenal dengan nama Interim Committee atau Komisi
Interim). Suatu negara yang sedang dibicarakan permasalahannya harus
mengirimkan perwakilannya untuk duduk bersama dengan Dewan. Untuk
meningkatkan kemandiriannya dari pemerintahan suatu negara, IMF harus meminjam
dari pasar daripada mendapatkan sumber dari pemerintahan negara anggota.
Laporan CFR juga mendesak adanya transparansi yang lebih
luas, namun governance IMF tidak menonjol di antara perhatiannya. Seperti juga
yang dikatakan sedikit dalam Laporan Ahluwalia mengenai topik ini, kecuali
untuk menolak terhadap merger IMF dan Bank Dunia, dan menyarankan pendirian
komisi diatas tingkat menteri untuk mengawasi kedua badan tersebut.
Laporan IFIAC menyarankan IMF untuk dibuat menjadi institusi yang lebih kecil
(hal. 42), dan lebih terbuka lagi dalam hal akuntansi yang mereka buat (hal.
50-51).
Laporan ODC menyarankan penyusuann kembali untuk kekuatan
pengambilan suara di IMF sehingga mencerminkan besarnya kekuatan ekonomi saat
ini, di mana semua orang mengetahui hal tersebut akan melibatkan perkembangan
perwakilan Asia dan kemunduran negara Eropa. Laporan tersebut juga
menyarankan untuk mengurangi mayoritas super yang dibutuhkan untuk keputusan
penting tertentu sehingga mengurangi hak veto yang dimiliki Amerika
Serikat. Laporan tersebut juga mengusulkan suatu proses yang lebih netral
dan transparan dalam memilih direktur manajer. Disarankan bahwa hubungan
antara negara-negara anggota dan IMF harus diperluas, sehingga IMF dapat berhubungan
dengan kantor perdana menteri atau departemen perencanaan negara (atau, untuk
negara berkembang, departemen bantuan) dan tidak hanya kepada menteri keuangan
atau bank sentral. Laporan tersebut mendesak agar diadakan unit evaluasi
eksternal untuk membuat laporan kepada IMFC. (IMF mengumumkan pedirian
kantor evaluasi permanen beberapa hari sebelum laporan ini diterbitkan, namun
kantor tersebut membuat laporan pada Dewan Eksekutif bukan kepada IMFC).
Laporan tersebut juga mendesak agar pengumpulan data dan penyebarannya harus
dilakukan oleh badan statistik yang terpisah.
Begitu kebijakan makro secara beralasan dianggap cukup,
penting untuk modal sumber daya manusia yang terbatas di dalam Departemen
Keuangan dari negara miskin untuk memusatkan perhatiannya pada topik lainnya,
daripada meributkan mengenai target inflasi atau nilai tukar mengambang bebas
atau menciptakan pasar treasury bill atau model makro terbaru lainnya.
Sulit untuk mendeteksi kesamaan yang ada dalam proposal
ini, di luar keinginan umum untuk melanjutkan kemajuan dalam hal transparansi
dan keterbukaan yang lebih luas, meskipun hal itu dapat dimungkinkan untuk
menemukan keinginan yang tersebar luas untuk mereformasi proses pemilihan
direktur manajer setelah kegagalan yang dialami baru-baru ini. Mungkin
hal ini masih terlalu dini untuk mencoba mereformasi governance IMF sebelum
kita memutuskan apa yang kita inginkan untuk IMF lakukan.⁴
Sebuah agenda
untuk mereformasi IMF
Pada tahap ini mari kita diskusikan bagaimana kira-kira
agenda untuk reformasi IMF. Saya tidak akan menyinggung masalah
governance – kita perlu memutuskan dulu apa yang IMF harus lakukan.
Saya setuju sekali dengan pandangan konsensus mengenai
cakupan IMF yang kita catat pada akhir bagian tersebut. Khususnya, saya
meneruskan pandangan bahwa kegagalan untuk menolak misi yang berjalan dengan
lambat yang dikenakan padanya oleh G-7, dan lebih khusus lagi oleh persyaratan
yang dicantumkan oleh badan Kongres AS pada penambahan kuota IMF yang terbaru,
mengancam untuk mengurangi efektifitas IMF. IMF harus benar-benar
konsentrasi kembali pada kemampuan intinya dan kelihatannya terdapat
ketidaksepakatan mengenai hal tersebut (setidaknya di antara mereka yang tidak
membubarkan IMF karena dianggap tidak kompeten). Sebagai contoh, komunike
G-7 pada tanggal 15 April 2000 menyatakan bahwal “Pencegahan krisis dan
penanggulangannya harus merupakan inti dari tugas IMF.” Dan semua anggota
nampak setuju bahwa hal tersebut menyangkut melakukan pengawasan dengan
pandangan untuk menghindari krisis dan memberikan bantuan untuk mengatasi
krisis bila akhirnya benar-benar terjadi.
Yang menurut saya agak di luar kebiasaan adalah badan
resmi dunia, termasuk Sekretaris Summers dan keputusan yang dicantumkan dalam
rapat musim semi IMFC, menganggap prinsip ini konsisten dengan mempertahankan
PGRF (demikian juga HIPC, yang persyaratannya berdasarkan PGRF) dalam
IMF. Hal ini berlawanan dengan usulan dari mayoritas IFIAC untuk menutup
PRGF,⁵yang mana akan
mengakibatkan untuk mengurangi sumber dana yang akan diberikan pada
negara-negara miskin. Namun kedua laporan ini, Ahluwalia dan ODC
menyarankan sebuah alternatif: tidak menutupnya, namun lebih condong
untuk memindahkannya ke Bank Dunia. Argumen untuk hal ini adalah PGRF
tidak berkaitan dengan pinjaman krisis, bidang di mana hal tersebut merupakan
kemampuan pokok IMF, namun untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan.
Tidak seorangpun yang merasa ragu bahwa pembangunan, dan pengentasan kemiskinan
yang dialirkan melalui bantuan ini, berdasarkan penerapan dari kebijakan makro,
dan hal ini terdapat dalam kemampuan pokok IMF. Namun kebijakan makro,
sebagaimana disebutkan dalam kerangka pembangunan menyeluruh Bank Dunia (Bank’s
Comprehensive Developing Framework), hanya merupakan satu dari sejumlah bidang
yang penting untuk dicapai secara kasar jika ekonomi berkembang ke arah
potensial. Karena Bank Dunia memiliki kemampuan dalam bidang-bidang
tersebut, merupakan angan-angan untuk menempatkan PGRF pada IMF daripada di
Bank Dunia. Hal ini merupakan anomali yang hanya dapat dijelaskan oleh
sejarah.⁶
Mungkin hal tersebut merupakan angan-angan bagi beberapa
dari kita, namun penempatan PGRF pada IMF dipertahankan oleh Stanley Fischer
dalam kapasitasnya selaku direktur manajer. Sebagaimana dikutip dari
Financial Times tanggal 14 April 2000, beliau menyatakan, sebagai jawaban dari
pertanyaan mengenai usulan untuk memindahkan PGRF yang terdapat di dalam
laporan ODC:
Tak ada alasan untuk negara-negara miskin tidak dapat memanfaatkan keuntungan
dari keahlian IMF mengenai kebijakan ekonomi makro. Perdebatan yang saya
dapatkan adalah seseorang yang berpendapat seakan-akan terdapat perbedaan
mengenai ekonomi makro untuk negara-negara miskin dan kaya.......
Stabilitas [dalam hal] inflasi dan ekonomi adalah hal yang buruk bagi setiap
orang.
Hal ini merupakan salah pengertian mengenai laporan ODC,
yang mana secara eksplisit menyatakan (hal. 5) bahwa IMF memiliki “peran yang
unik dalam sistem internasional, termasuk untuk negara-negara miskin: untuk
memberikan saran pada negara-negara mengenai bagaimana menghindari krisis
ekonomi makro dan mengembalikan stabilitas dalam keadaan krisis
tersebut.” Laporan ODC juga menyatakan secara jelas: “Stabilitas
merupakan kondisi yang penting dalam pembangunan.” Sebenarnya perdebatan
tersebut adalah suatu hal untuk menghilangkan perlakuan yang berbeda antara
negara miskin dan kaya dalam berbagai hal kecuali satu: suku bunga di
mana mereka berhak untuk melakukan pinjaman saat mengalami krisis ekonomi
makro. IMF dapat tetap menggunakan peran yang sama untuk kedua jenis
negara tersebut, katakanlah pengawasan yang dilakukan untuk menghindari krisis
dan pinjaman jangka pendek ketika usaha untuk menghindari krisis gagal.
Mungkin merupakan pendapat yang baik untuk mempertahankan PGRF di dalam IMF,
namun, jika benar demikian, Fisher tidak menjelaskan mengenai hal tersebut.⁷ Tentu
saja, beliau mungkin dapat membahayakan reputasi beliau sebagai seorang
birokrat ternama IMF jika beliau menyetujui alasan logis dari mengalihkan
bagian yang penting dari tanggung jawab organisasinya kepada institusi
saudaranya. Hampir tidak ada yang mengharapkan beliau untuk mempelopori
reformasi dalam hal ini, namun bukan berarti perubahan tersebut tidak
diinginkan.
Bahaya dari memindahkan fasilitas IMF adalah tradisi yang
dimilikinya akan mencegah IMF untuk memperlakukan kebijakan makro hanya sekedar
suatu hal dari sejumlah bidang yang perlu penanganan segera. Berdasarkan
pengalaman terdahulu, diharapkan bahwa IMF akan aselalu membuat stabilitas
makro primus inter pares, baik perlu atau tidak. Meskipun demikian,
ketika negara-negara mengalami krisis, stabilitas makro tidak harus
ditindaklanjuti berdasarkan urutan kepentingan. Ketika ekonomi makro
telah dianggap cukup, penting agar sumber daya manusia yang terbatas dalam
Departement Keuangan negara-negara yang miskin untuk memusatkan perhatiannya
pada hal-hal lain, daripada meributkan mengenai target inflasi atau nilai tukar
mengambang bebas atau menciptakan pasar treasury bill atau hal lainnya mengenai
model makro yang terbaru. Jika IMF bertugas, tidak seorangpun dapat
membatalkan perhatian yang berlebihan pada penyempurnaan makro untuk
mendapatkan hak prioritas pengeluaran publik dan mereformasi corporate
governance dan membangun sistem pendidikan..... Jika IMF memiliki kuasa,
IMF akan masih memiliki tugas untuk memerikasa kebijakan makro dan akan dapat
mempelajarinya bila terdapat masalah, dan jika Bank Dunia menyetujui bahwa
stabilitas makro berada dalam bahaya dan merupakan tugas IMF untuk mengeluarkan
biaya hingga kebijakan tersebut diperbaiki. Hal ini akan memastikan bahwa
IMF tidak dapat diabaikan dan negara yang bersangkutan tidak dapat menolak
saran yang diberikan IMF. Namun karena badan lain harus menyetujui bahwa
stabilitas makro benar-benar beresiko, negara tersebut akan diberikan
perlindungan terhadap tekanan yang berlebihan mengenai stabilitas makro di atas
prioritas lainnya.
Sangatlah bijaksana untuk menghilangkan garis kredit
kontijen, dan menjalankan beberapa bentuk dari rancangan tersebut pada
fasilitas lain yang dirancang sebagai tindakan IMF menangani krisis.
Perdebatan lain untuk memindahkan PGRF adalah mengenai
pertimbangan waktu dari program yang dimiliki IMF. Kita semua mengetahui
bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan waktu lebih dari satu dekade dan
bukannya tiga tahun seperti yang dibutuhkan untuk program PGRF, berarti harus
diperhatikan kelanjutan dari program tersebut dan keterlibatan jangka panjang
IMF untuk perkembangan pembiayaan berdasarkan perjanjian pada saat ini.
Di masa yang lalu selalu diasumsikan bahwa keterlibatan IMF harus bersifat
sewaktu-waktu dan sementara dan bukan merupakan hal yang berkelanjutan, dan
mungkin terdapat keraguan apakah ketidakjelasan antara dua peranan tersebut
tidak akan mempengaruhi kemampuan IMF untuk bertindak secara efektif sewaktu
terjadi krisis.
Pendukung dari status quo cenderung untuk menyatakan
bahwa IMF merupakan alat yang lebih efektif untuk menangani persyaratan
dibandingkan dengan Bank Dunia. Sebagai seseorang yang bekerja untuk
kedua organisasi ini, saya dapat memastikan bahwa mereka mempunyai pandangan
yang benar. Tidak diragukan lagi bahwa organisasi hirarki IMF lebih
efektif dalam mengambil tindakan yang tepat dan benar daripada Bank Dunia yang
lebih kendor dan memiliki banyak ide seperti karakteristik yang dimiliki
organisasi ini.
Meskipun demikian, ada dua argumen yang berlawanan dengan
hal di atas yang perlu diperhatikan. Satu adalah cara birokrasi
berkembang merupkana bagian dari konsekuensi dari apa yang diminta.
Karena Bank Dunia di masa terdahulu tidak memiliki tanggung jawab untuk
mengatur program seperti jenis PGRF, tidaklah mengherankan bahwa badan
tersebut tidak memiliki kapasitas yang memenuhi untuk melakukan hal ini.
Pertanyaannya adalah pakah terdapat alasan yang cukup meyakinkan jikalau Bank
tidak cukup mampu untuk mengembangkan kapasitas seperti itu diberikan tanggung
jawab untuk mengelola PGRF.
Argumen lainnya adalah PGRF tidaklah dimaksudkan untuk
menjiplak pola dari persyaratan yang lama. Sebaliknya, pinjaman
berdasarkan program ini harus mengikuti panduan dari Poverty Reduction Strategy
Paper atau Ketentuan Tindakan Pengurangan Kemiskinan (PRSP), yang mana
disiapkan oleh pemerintah yang melakukan pinjaman berdasarkan konsultasi dengan
masyarakat sipil dan sektor swasta (seperti halnya IMF dan Bank Dunia).
Maksud dan tujuannya adalah untuk memastikan bahwa program tersebut berada
dalam kepemilikan lokal, sesuatu yang disimpulkan secara konklusif berdasarkan
riset terbaru bahwa hal tersebut merupakan kunci dari reformasi yang akan
dilakukan. Bahaya yang ada adalah PRSP akan terbukti merupakan penutup
belaka, dimana IMF mendikte sebagaimana badan tersebut sering mendikte
persyaratan di waktu yang lalu (yang mana juga seharusnya merupakan program
pinjaman pemerintah sendiri). Beberapa staf IMF berpandangan bahwa
kepemilikan dan persyaratan merupakan hal yang berlawanan – persyaratan harus
diwajibkan, dalam pandangan mereka, suatu egara harus melakukan hal-hal yang
tidak mereka inginkan. Logika yand didapat dari hal tersebut adalah
persyaratan digunakan sebagai alat untuk mengukur akses murahnya kredit dari
IMF; membuat syarat yang diambil dari kebijakan laku yang baik, dan IMF akan
dengan segera dibanjiri permohonan untuk pinjaman. Dimungkinkan pula
untuk merasa ragu mengenai kemampuan organisasi ini di mana sikap yang ada
tersebut mengakibatkan loncatan intelektual pada pinjaman berdasarkan basis
program yang mengijinkan kepemilikan. Bank Dunia, sebalikinya, telah
bekerja cukup keras pada tahun-tahun belakangan ini untuk memperkuat kepemilikan
dalam negeri, dan dengan demikian akan lebih baik menempatkan program awal di
mana kepemilikan merupakan kunci dari program ini.
Perubahan lain yang diusulkan laporan ODC menyangkut
pengumpulan dan penyebaran statistik (hal.12). Laporan ini mendesak IMF
dan Bank Dunia harus memisahkan kegiatan statistik yang dibuatnya dan hal ini
harus diserahkan pada badan terpisah dan independen yag escara eksklusif
memiliki kegiatan usaha melaksanakan pengumpulan dan menerbitkan data
ekonomi. Saya membagi pandagan ini bahwa hal ini akan merupakan perubahan
yang baik, di mana tidak akan menghalangi bahaya potensial bahwa konflik
kepentingan dapat merusak data, dan juga keahlian untuk memusatkan statistik.
Bagian mengenai pengawasan di atas juga dicatat sebagai
ukuran konsensus yang penting mengenai peranan IMF dalam hal pengawasan,
terutama mengenai keinginan terhadap keterbukaan atau transparansi.
Sebenarnya IMF telah berada dalam jalur ke arah tersebut selama ini. Saya
mengingat kembali kebanggaan saya sewaktu melakukan hal yang subversif seperti
menerbitkan surat Letter of Inten di Williamson(1983): hari ini IMF
secara rutin menerbitkan teks dari Letter of Inten dan lebih jauh lagi,
terdapat pada situs web. Saya meneruskan konsensus yang tersebar luas
bahwaIMF dapat memusatkan perhatian pada penyetelan kerentanan dari kelemahan
sistem finansial, level dan waktu jatuh tempo dari hutang luar negeri, dan
perkembangan dalam menjlankan standar internasional yang baik yang sekarang ini
sedang dikembangkan. Saya juga meneruskan pandangan CFR bahwa IMF harus
secara aktif mendorong negara yang potensial terhadap kerentanan untuk
menjalankan padak masuk modal yang baik.
Persyaratan untuk penerbitan statistik secara teratur dan
tepat waktu mengenai jatuh tempo dari utang luar negeri.......juga masuk akal
dan tidak dapat dibantah. Pertanyaan yg muncul kemudian adalah apakah
data mengenai hutang luarnegeri tersebut akan cukup.
Ada satu bagian yang tertinggal dimana saya tidak setuju
dengan kebijaksanaan konvensional yang ada sekarang (seperti juga pendapat
Laporan ODC). Hal ini menyangkut pertanyaan seperti apakan semua aturan
nilai tukar intermediate harus ditahan dengan adanya pengawasan yang dilakukan
IMF (untuk pasar yang berkembang dan negara industri, jika tidak selalu untuk negara
berpendapatan rendah di mana mobilitas modal masih rendah) untuk salah satu
dari dua “putusan akhir,” dewan mata uang atau nilai tukar mengambang.
Saya telah mengulas hal ini secara panjang lebar di tempat lain (Williamson
2000), namun ada baiknya untuk saya jelaskan bahwa saya tidak mengingkari bahwa
aturan intermediate lebih memungkinkan untuk terjadinya krisis daripada
keputusan akhir yang lainnya. Intinya adalah aturan-aturan tersebut juga
menawarkan keuntungan yang tidak dimiliki oleh keputusan akhir lainnya,
seperti, kemungkinan untuk menahan penjajaran yang yang salah pada nilai tukar
tetap atau mengambang. Jika diperkirakan bahwa penjajaran yang salah pada
nilai tukar mengancam perkembangan yang cepat dan yang sedang dipelihara, hal ini
merupakan hal yang serius, dan disarankan untuk menahan dorongan keinginan
untuk melakukan pengawasan yang terfokus pada penghindaran krisis.
Penting untuk mendorong negara-negara memanfaatkan benar-benar semua potensi
yang ada pada mereka.
Meskipun demikian, perbedaan utama mengenai masa depan
IMF adalah mengenai peranannya sebagai pemberi pinjaman daripada dalam hal
pengawasan. Semua menyetujui bahwa IMF harus memiliki peran sentral dalam
setiap peminjaman yang dilakukan untuk krisis makro, namun hal tersebut adalah
mengenai isi dari perjanjian yang dilakukan. Masalah-masalah yang
diperdebatkan adalah:
cakupan fasilitas IMF yang
harus dipinjamkan oleh IMF;
peranan, jika ada, dari prakualifikasi
operasi pinjaman yang diberikan IMF;
peranan, jika ada, dari
pembayaran yang dihentikan yang diberikan bersaman dengan pinjaman IMF untuk
krisis;
syarat yang diberlakukan
dalam pinjaman yang diberikan IMF.
Cakupan fasilitas IMF. Pada saat ini IMF dapat memberikan
pinjaman melalui enam macam fasilitas: 1) cadangan yang ada,
2) suku bunga tinggi dari Supplementary Reserve Facility (SRF) yang
diperkenalkan di tahun 1998, 3) Contingensy Credit Line (CCL) yang
diumumkan pada tahun 1998 namun sampai sekarang belum diterapkan, 4) Fasilitas
dana perpanjangan atau Extended Fund Facility (EFF) yang diperkenalkan di tahun
1975 dengan tujuan untuk agar IMF dapat memberikan pinjaman dengan jangka waktu
yang diperpanjang kepada negara-negara berkembang yang mengalami masalah
permbayaran dengan pinjaman sebelumnya, 5) PGRF di mana IMF memberikan pinjaman
berbunga rendah kepada negara anggota dengan pendapatan kecil, dan 6)
Compensatory and Contigency Financing Facility (CCFF) yang ada sejak tahun
1960-an dan memberikan pinjaman dengan syarat ringan kepada negara-negara yang
mengalami penurunan dalam jumlah yang besar namun sifatnya sementara dalam
ekspor, atau kenaikan biaya impor, atau keanikan biaya bunga. Hal ini
telah menggambarkan rasionalisasi yang signifikan terhadap penurunan situasi
sebelum pertemuan musim semi tahun 2000 di IMFC, yang mana mengurangi Currency
Stabilization Fund, Buffer Stock Financing Facility, dan menyetujui pengurangan
hutang bank komersial (contoh, Brady Plan). Saya telah menyatakan bahwa
PRGF seharusnya dialihkan kepada Bank Dunia. Juga diperlukan untuk
memastkan apakah pelurusan program lebih lanjut juga diperlukan.
Untuk memulai akhirnya, ada kasus logis yang kuat untuk
tetap menggunakan CCFF. Hal ini adalah sebuah mekanisme dimana komunitas
internasional membantu negara-negara produsen primer untuk mengatasi guncangan
yang besar berdasarkan keputusan mereka sendiri, tanpa mewajibkan mereka untuk
membuat cadangan sumber riil mereka sebelum waktu yang diperlukan. Hal ini
lebih ekonomis dalam hal kebutuhan membuat cadangan.
Kasus persuasif yang sama tidak dapat diterapkan untuk
mempertahankan EFF. Ketika program ini diperkenalkan, di tahun 1970-an,
banyak negara berpendapatan menegah hanya dapat membangun akses untuk pasar
modal internasional. Bank Dunia tidak memiliki kapasitas untuk memberikan
pinjaman untuk penyesuaian terhadap hal tersebut, semua pinjaman telah
ditentukan berdasarkan proyek. Sehingga negara-negara tersebut tidak
dapat mengharapkan untuk dapat meminjam dengan tujuan untuk menyesuaikan
pembayaran yang mengalami gangguan dengan adanya hal tersebut, sehingga hal ini
terlihat wajar untuk IMF menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam hal
ini. Namun jaman telah berubah, dalam tiga hal. Pertama adalah
kebanyakan negara-negara berpendapatan menengah sekarang dapat meminjam pada
pasar modal internasional. Hal yang lain adalah Bank Duna setelah
memindahkan pada pinjaman penyesuaian struktural, yang mana dapat mengatasi
jenis kasus atau situasi yang sama. Hal yang ketiga adalah negara-negara
dengan pendapatan rendah yang tidak termasuk dalam pasar modal internasional
sekarang diakomodasi oleh IMF melalui PGRF, di mana hal ini masih dapat
dimanfaatkan oleh mereka biarpun bila PGRF nantinya dipindahkan ke Bank
Dunia. Bulgaria mungkin memiliki pendapat yang paling kuat yang
menyatakan bahwa EFF masih memiliki peranan, namun terlihat jelas bahwa
Bulgaria tidak dapat diakomodasi melalui pinjaman penyesuaian struktural Bank
Dunia.
Tiga dari enam sumber......menyatakan penghentian
pembayaran sebagai sesuatu yang dilaksanakan sebagai usaha terakhir bukan
merupakan ditambahkan sebagai elemen biasa dalam manajemen krisis.
Hal ini membawa kita kepada bahasan mengenai CCL.
CCL diperkenalkan dengan harapan bahwa negara-negara yang merasa mereka
memiliki kemungkinan terpengaruh oleh serangan ekonomi dapat membentengi
likuiditas mereka hingga pada tingkat yang dapat menahan setiap serangan
spekulatif yang terjadi. Namun, sebagaimana dicatat, tidak ada satupun
negara yang menerapkan CCL, dan hal tersebut tidak perlu dipertanyakan.
Tidak sulit untuk menemukan penjelasan yang masuk akal. Penerapan program
ini sendiri diintrepretasikan oleh pasar sebagai pengakuan bahwa negara
tersebut takut akan serangan spekulatif, interpretasi yang dapt memicu serangan
yang diharapkan dapat dihalangi. Meskipun bila bahaya tersebut dapat
dielakkan, masih ada bahaya yang sama yang dapat memicu serangan tersebut bila
IMF merasa perlu untuk mencabut hak negara tersebut untuk dapat meminjam pada
IMF. Kemudian bila IMF telah memutuskan bahwa perlu untuk menghalangi hak
otomatis untuk mengambil pinjaman meskipun negara tersebut telah dinyatakan
berhak untuk meminta pinjaman, dan mempertimbangkan untuk memperkecil proses
peninjauan yang dapat berakibat diberlakukannya persyaratan tambahan.
Sehingga tidak sulit untuk memperkirakan mengapa CCL tidak berhasil hingga saat
ini untuk mendapatkan kandidat negara yang akan menerapkan program ini.
Sangat sulit untuk melihat kurangnya minat akan program ini bisa berubah dengan
meributkan tentang insentif bunga. Kesimpulan yang dapat saya tarik
adalah menghapuskan CCL merupakan hal yang tepat, dengan menggunakan sebagian
dari fitur program tersebut kedalam fasilitas lain yang dirancang agar IMF
dapat memberikan respon terhadap krisis yang terjadi.
Fasilitas lainnya adalah standby dan SRF. Semua
setuju, bahkan mayoritas IFIAC pun setuju bahwa IMF harus dapat memberikan
pinjaman dalam situasi krisis. Pertanyaan yang timbul adalah:
berdasarkan syarat apa, jangka waktu yang bagaimana, serta berapa kuantitas
yang dapat dipinjamkan. Di satu pihak merupakan hal yang masuk akal untuk
mempertimbangkan pinjaman yang lebih besar (berdasarkan kuota) dengan suku
bunga yang lebih tinggi, sangat sulit untuk mencari keuntungan yang didapat
dengan memiliki jendela yang terpisah untuk pinjaman berbunga lebih
tinggi. Biasanya, saya menyarankan untuk menggabungkan kedua fasilitas
tersebut ke dalam satu jendela, yang bisa disebut sebagai Crisis Facility atau
Fasilitas bantuan krisis, karena tujuan pinjaman tersebut adalah untuk memberikan
pinjaman kepada negara-negara untuk mengatasi keadaan krisis yang terjadi.⁸
Sehingga dengan demikian IMF akan dibatasi pada dua
fasilitas. CCFF akan menyediakan pinjaman dengan persyaratan ringan untuk
merespon guncangan yang terjadi di luar kuasa negara, seperti penurunan nilai
ekspor komoditi primer. Juga untuk guncangan-guncangan besar lainnya,
termasuk bencana alam (seperti banjir yang terjadi di Bangladesh tahun
1998). Crisis Facility akan memberikan pinjaman untuk situasi yang
merupakan krisis ekonomi makro.
Prakualifikasi. Saya memang menyatakan bahwa CCL tidak
menarik minat peminjam berdasarkan alasan-alasan yang mendasar, namun merupakan
kesalahan untuk mengabaikan analisa yang mendasari pembuatan program
tersebut. Saya dapat mempertanyakan kebijakan rekomendasi mayoritas IFIAC
yang menyatakan bahwa (setelah masa transisi) IMF harus memberikan pinjaman
hanya kepada negara yang memenuhi prakualifikasi. Meskipun demikian,
gagasan bahwa negara-negara harus dapat meminjam lebih, dan/atau lebih mudah,
dan/atau lebih murah adalah satu pertimbangan yang dapat disetujui jika cocok
untuk diaplikasikan pada kondisi tertentu.
Sebuah cara yang pasti untuk meringankan krisis adalah
membuat kredit IMF yang disediakan dalam jangka pendek untuk mencegah peminjam
swasta memperkirakan apakah negara tersebut dapat memenuhi kewajiban ketika
pinjaman IMF harus dibayar kembali.
Attraction adalah hal yang sangat jelas untuk Crisis
Facility. Orang ingin mendorong negara untuk mengambil tindakan yang akan
memperkecil kerentanan mereka terhadap krisis, dan terlihat wajar untuk
memberikan mereka akses yang terjamin bila mereka berhasil melakukan hal
tersebut (atau setidaknya akses semi terjamin) kepada lender of the last resort
(atau setidaknya yang bertindak seakan-akan sebagai lender of the last
resort). Kunci pertanyaan yang muncul adalah, tindakan apa yang dapat
masuk kedalam prakualifikasi? Laporan dari mayoritas IFIAC menyarankan
empat hal:
kebebasan untuk masuk dan
beroperasi untuk institusi keuangan asing;
bank-bank komersial yang
memiliki modal cukup, terutama untuk modal dalam bentuk hutang subordinasi yang
tidak dijamin;
publikasi teratur dan
tepat waktu untuk hutang yang belum terlunasi dan hutang jaminan serta
kewajiban yang tidak dicatat di dalam neraca;
“persyaratan fiskal yang
baik.”
Hal yang pertama yang disebutkan di atas merupakan
persoalan yang problematik. Menurut kebiasaan yang berlaku negara-negara
telah diberikan kebebasan untuk memutuskan sendiri apakah mereka ingin
mengijinkan bank-bank asing untuk masuk. Terdapat alasan ekonomi yang
jelas mengapa negara-negara berdasarkan situasi tertentu ragu-ragu untuk
mengijinkan bank-bank asing untuk masuk, seperti, hal ini dapat merusak nilai
franchise dari bank-bank yang ada, dan dengan demikian mempercepat “percobaan
spekulatif.” Dan juga ada bukti kuat bahwa bank-bank asing dapat
diandalkan untuk membantu negara ada saat kriss dengan meningkatkan eksposure
mereka: memang, bank-bank asing di Argentina membekukan exposure mereka
selama krisis tequila di tahun 1995. Sehingga dengan demikian usulan ini
terlihat sangat terburu-buru.
Sebaliknya, persyaratan sistem perbankan yang solvent,
memiliki modal yang cukup, dan diawasi dengan baik sangat cocok untuk
diterapkan. Krisis yang sangat parah terjadi bila sistem perbankan yang
lemah menghalangi bank sentral untuk meningkatkan suku bunga pada saat
dibutuhkan, sehingga krisis mata uang dan perbankanpun terjadi. Dan saran
bahwa bagian dari modal bank harus diwajibkan untuk dibuat dalam bentuk hutang
subordinasi yang tidak dijaminkan dipegang oleh pihak ketiga juga
diharuskan: daya tariknya adalah kreditor dari hutang tersebut tidak
memiliki kemungkinan untuk menarik keuntungan dari tindakan bank yang
mengandung resiko, sehingga mereka dapat diandalkan untuk mengawasi dan
memberikan hukuman terhadap segala tindakan spekulatif yang dilakukan oleh
manajemen bank. Tentang bagaimana menjalankan persyaratan ini,
kemungkinan yang ada adalah mengambil saran dari laporan CFR (dan mayoritas
dari IFIAC) bahwa test yang dilakukan adalah apakah negara tersebut telah menjalankan
Prinsip Inti Basel (Basel Core Principles). Juga dapat dipertanyakan
apakah hal tersebut tidak masuk akal untuk prinsip tersebut melakukan
pengawasan terhadap beberapa dari banyak kode standar lainnya yang sedang
disiapkan, namun, paling tidak, akan lebih baik bila tidak memberatkan sistem
dengan membuat terlalu banyak persyaratan untuk pengawasan.
Persyaratan untuk publikasi statistik yang teratur dan
tepat waktu untuk hutang yang belum terlunasi (dan kewajiban yang belum
terlunasi yang tidak dicatat di dalam neraca) juga merupakan hal yang benar dan
tidak memberatkan. Pertanyaan yang timbul adalah, apakah data mengenai
hutang yang belum terlunasi tersebut akan mencukupi. Tidak ada satu
negarapun di Asia Timur yang memiliki masalah yang serius dengan hutang yang
belum dilunasi: masalah timbul dengan hutang sektor swasta, yang dibuat
oleh bank (contoh Korea Selatan) atau sektor pengusaha (contoh
Indonesia). Akumulasi data yang akurat dan tepat waktu dari hutang sektor
swasta yang dikumpulkan semua lebih banyak lagi kesulitan yang timbul daripada
hutang yang belum dilunasi. Hal ini terjadi bahwa IMF telah membuat
standar untuk hal ini, dimana menggunakan penilaian sejauh mana data yang
dianggap cukup untuk memperkirakan negara dapat menagih. Kriteria untuk
negara dapat perlakuan khusus haruslah bahwa negara tersebut memberikan
sumbangan kepada Fund’s Special Data Dissemination Standard.
Laporan IFIAC tidak mencoba untuk menjelaskan tentang
sifat dasar dari “persyaratan fiskal yang baik” yang disarankan sebagai
persyaratan prakualifikasi, mungkin karena hal ini ditambahkan pada saat
terakhir sebagai respon dari keberatan pihak minoritas yang akan memaksa IMF
untuk memberikan bantuan kepada negara-negara yang mengalami defisit
anggaran. Tidak sulit untuk membayangkan bentuk dari persyaratan
tersebut. Mungkin akan mirip seperti persyaratan fiskal Maastricht untuk
bergabung dengan EMU: defisit anggaran tidak lebih dari 3% dari GDP dan
rasio hutang sektor masyaratkat terhadap GDP dibawah 60% (atau memiliki tren
menurun). Atau mungkin hal tersebut akan dicantumkan dalam istilah saldo
primer, untuk menghindari keberatan bahwa kriteria yang dicantumkan dalam
istilah defisit total dapat berlaku si’m ebagai penghindaran yang tidak tepat
dengan tujuan untuk memperketat kebijakan moneter (walupun hal ini menumbulkan
problem bahwa saldo primer memiliki tingkatan yang berbeda-beda di setiap
negara berdasarkan tingkat hutang sektor masyarakat yang mereka miliki).
Atau mungkin hal tersebut akan dicantumkan dalam saldo yang disesuaikan
berdasarkan siklus, untuk menghindari keberatan bahwa kriteria yang dicantumkan
dalam istilah defisit dapat berlaku sebagai penghindaran yang tidak tepat
terhadap kebijakan fiskal anti siklus. Atau mungkin akan dicantumkan dalam
defisit operasional, untuk menghindari permintaan yang tidak wajar untuk
negara-negara yang masih memiliki tingkat inflasi yang lamban dan tinggi.
Atau....mungkin akan lebih baik bila IMF membuat penilaian yang dilakukan
secara teratur terhadap keadaan fiskal negara yang bersangkutan daripada
membuat persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh seluruh negara.
Program reformasi disebutkan [disini].......tidak hanya
mengembalikan IMF pada bidang yang merupakan keahlian khususnya, namun juga
akan membatasi IMF hanya terhadap dua fasilitas pinjaman, satu dirancang untuk
membantu negara-negara mengembalikan likuiditasnya ketika menghadapi guncangan
yang hebat, sedang yang lainnya untuk membantu negara-negara mengatasi krisis.
Kemudian pertanyaan yang timbul adalah mengapa penilaian
IMF harus dibatasi pada bidang fiskal sja. Mengapa IMF tidak menjalankan
Pasal IV kosultasi yang menghasilkan peringkat kebijakan ekonomi makro secara
keseluruhan dari sebuah negara? Bisa dipastikan bahwa yang diinginkan
terhadap peringkat ini adalah yang seperti dilakukan oleh agen-agen survey ⁹ bukan seperti
rating ya/tidak yang terdapat dalam CCL, sehingga negara-negara dapat
diturunkan kelasnya jika mereka berhak atas perlakuan tersebut tanpa secara
otomatis memicu Armageddon di pasar. Dengan rating yang dilakukan oleh
institusi resmi secara teratur juga dapat memecahkan masalah mengenai apa yang
akan digunakan untuk menentukan resiko rating yang digunakan dalam menghitung
persyaratan pemenuhan modal bank.
Ide lainnya mengenai pencantuman jasa, sebagai tambahan
untuk syarat yang diusulkan oleh laporan IFIAC. Hal ini merupakan saran
dalam laporan Jenewa (hal. 71) bahwa IMF harus menyediakan sebuah insentif
denga memberikan pinjaman untuk jangka waktu yang lebih menarik pada negara-negara
yang mana termasuk ketentuan yang wajar dalam perjanjian obligasi untuk membuat
obligasi tersebut dapat dinegosiasikan kembali bila menghadapi keadaan
krisis. Ketentuan ini “dapat berupa perwakilan mayoritas, saham, non
akselarasi, batas tindakan hukum minimum dan klausa perwakilan kolektif, yang
mana dua hal terakhir mengijinkan trustee indenture untuk mewakili dan bekerja
sama dengan holder obligasi.”
Sehingga saran saya untuk daftar kriteria prakulaikfikasi
yang memberikan hak untuk negara-negara dapat mendapat bantuan berdasarkan
fasilitas krisis yang dimiliki IMF dengan persyaratan sebagai berikut:
penerapan dan implementasi
Basel Core Principles untuk sistem perbankan domestik;
tanda tangan pada Special
Data Dissemination Standard;
rating yang baik untuk
kebijakan ekonomi makro mengenai konsultasi Pasal IV yang terbaru;
pencantuman tindakan
kolektif dan klausa sekutu dalam obligasi asing, terutama obligasi yang belum
dilunasi.
Bagaimana dengan penarikan dari fasilitas lain yang saya
usulkan IMF harus tetap digunakan: CCFF? Banyak negara yang
kelihatannya menderita akibat dari variasi yang kuat untuk harga-harga barang
komoditi tidak memiliki sistem perbankan yang maju untuk menerapkan semua
Prinsip inti Basel (Basel Core Principles). Dan juga, mereka mungkin
tidak mampu mendapatkan jasa statistik yang cukup untuk menerapkan SDDS.
Akan merupakan hal yang tidak adil untuk menghukum mereka karena tidak memenuhi
standar yang diperlukan untuk melakukan pinjaman pada saat krisis. Mereka
harus mau tidak mau harus memenuhi persyaratan yang sama untuk kebijakan
ekonomi makro yang baik seperti halnya peminjam yang lain, dan mereka juga
harus diberi penghargaan untuk persyaratan lain yang mereka sanggup penuhi.
Penghentian pembayaran. Tiga dari enam sumber yang dianalisa
dalam makalah ini – laporan Jenewa, laporan CFR, dan pidato Summer – melihat
peranan penghentian pembayaran dalam mengatasi paling tidak beberapa dari krisi
account modal. (subjek ini tidak dibahas dalam tiga laporan
lainnya). Semua berpendapat bahwa penghentian pembayaran adalah suatu hal
yang harus dijalankan sebagai usaha terakhir dan bukan harus dimasukkan kedalam
elemen biasa dalam manajemen krisis.
Hal ini merupakan topik yang menurut saya merupakan kebijakan
konvesional yang sulit direalisasikan. Dunia telah mecoba untuk menolak
bahwa hutang yang belum terlunasi perlu untuk direkstrukturisasi ulang, namun
Brady Plan akhirnya mengakui bahwa hal ini tidak perlu. Tidak semua
kontijensi dapat diprediksikan, dan karena itu, bagaimanapun terpercayanya
debitur, kontigensi masih dapat muncul di mana hal ini merupakan sesuatu yang
mahal dan tidak mungkin untuk debitur mempertahankan pembayarannya berdasarkan
jangka waktu kontrak yang dibuat pada awal perjanjian. Hal ini sekarang
telah diketahui oleh masyarakat luas, namun secara corrollary tidak.
Corollary tersebut adalah setiap kreditor yang berpendapat penjadwalan ulang
sama mungkinnya dengan insentif untuk mencairkan klaim yang masih
mungkin. Pinjaman resmi yang terbatas akan dengan mudah membuat kreditor
untuk keluar daripada mencegah mereka untuk tetap bertahan. Pilihan yang
ada adalah antara pinjaman resmi yang tidak ada batasan (lender of the last
resort yang asli dan bukan bertindak seakan-akan sebagai lender of the last
resort) dan penjadwalan ulang hutang. Dalam banyak contoh ketentuan dari
likuiditas yang tidak terbatas mungkin merupakan pilihan yang sangat menarik,
asalkan paling tidak negara tersebut memiliki dasar untuk hal tersebut sehingga
persoalan yang ada adalah kekurangan likuiditas bukan kebangkrutan.
Namun, meskipun jika tidak yakin bahwa pinjaman IMF yang lalu merupakan sumber
utama dari moral hazard seperti yang diyakini mayoritas dari IFIAC, hal
tersebut hampir nampak implausible bahwa pengumuman kebijakan tersebut tidak
akan menciptakan moral hazard di masa mendatang. Jika khawatir mengenai
hal tersebut, kesimpulan yang logis adalah IMF haruslah tidak memberikan
pinjaman untuk keadaan krisis kecuali dalam konteks penghentian pembayaran.
Komponen yang esensial dari kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis
account modal adalah penjadwalan ulang hutang dengan jangka waktu yang dapat
dipenuhi oleh negara tersebut, dan hingga hal tersebut dapat dicapai adalah
merupakan tindakan yang sangat bodoh untuk tetap memberikan pinjaman.
Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan, dan pengentasan
kemiskinan yang berjalan daripadanya, sangat tergantung pada kebijakan makro,
dan hal-hal lain yang termasuk dalam keahlian inti IMF.
Hal ini berarti suatu negara yang memutuskan untuk
meminjam dari IMF akan diharapkan untuk menyatakan penghentian pembayaran
sewaktu bernegosiasi dengan IMF. Hal ini akan memulai negosiasi paling
tidak dengan kreditor swasta pada saat yang bersamaan, dengan anggapan bahwa masalah
kekurangan likuiditas harus dapat diatasi dengan memperpanjang masa jatuh tempo
dan bukan mengurangi nilai saat ini dari hutang yang ada. IMF mungkin
dapat menyediakan pinjaman tambahan pada saat negosiasi berlangsung, asalkan
IMF yakin bahwa negara yang sedang bernegosiasi dengan kreditornya dapat
dipercaya. Dapat disimpulkan negosiasi yang terjadi hanya ketika IMF
yakin bahwa bentuk penjadwalan ulang hutang yang disetujui antara debitor dan
kreditor adalah yang dapat dipenuhi oleh negara tersebut berdasarkan jangka
waktu kontrak yang baru. Hal ini berarti negara tersebut juga harus
memulai pembayaran kembali dan memenuhi kewajibannya berdasarkan jangka waktu
yang sudah direvisi. Sebagai catatan perjanjian ini memberikan insentif
kepada kedua belah pihak untuk mencari penjadwalan hutang segera: debitor
akan ditolak untuk mendapatkan pembiayaan tambahan dari IMF jika tidak
bernegosiasi dengan itikad baik, dan kreditor tidak akan mendapatkan
penyelesaian hutang hingga negosiasi selesai.
Saya setuju dengan banyak literatur yang berpendapat
bahwa negara yang menyatakan penghentian pembayaran, bukan IMF. Dapat
disimpulkan pernyataan tersebut diberikan bersamaan dengan dilakukannya
pendekatan dengan IMF. Saya tidak setuju dengan pendapat yang
menyatakan kesulitan dalam menyatakan penghentian pembayaran sama sulitnya
dengan pemaksaan. Dalam hal khusus, saya berpendapat tidak perlu untuk
membuat peraturan yang mendetail mengenai jaminan. Negara yang
bersangkutan akan memiliki insentif yang kuat untuk menyediakan jaminan yang
diperlukan untuk membangun kembali keuangan mereka, karena negara tersebut tahu
bahwa penjaman IMF tidak akan diberikan kecuali bila hutang yang dimiliki
dijadwal ulang untuk melakukan pembayaran. Jika hal tesebut dapat dicapai
hanya dengan menjadwalkan ulang hutan yang belum dilunasi, dan tanpa elemen
diskriminasi terhadap Paris Club, maka negara tersebut dapat disimpulkan akan
memilih untuk membatasai penghentian pembayarannya terhadap hutang yang belum
dilunasi. Namu jika diketahui bahwa Paris Club akan meminta perlakuan
yang sama untuk hutang London Club, maka akan merupakan tindakan yang tidak
bijaksana untuk memperpanjang penghentian pembayaran terhadap hutang bank,
karena setiap bank memiliki insentif yang luarbiasa untuk mencairkan pinjaman
manapun sebelum penghentian pembayaran, sehingga dalam keadaan demikian, hal
tersebut dapat diharapkan berhasil. Hal yang sama juga berlaku untuk
obligasi jika Paris Club meminta perlakuan yang sama untuk obligasi. Dan jika
hal tersebut terlihat bahwa negara tersebut tidak dapat pulih tanpa menjadwal
ulang hutang corporate, atau ketika terdapat perpindahan modal, maka disarankan
untuk melakukan pengawasan perdagangan yang mana hal tersebut akan menghambat
pembayaran hutang usaha dan/atau mengawasi perpindahan modal. Namun tidak
perlu IMF membebankan peraturan mengenai perpanjangan penghentian pembayaran
yang dikeluarkan bersamaan dengan pendekatan mengenai uang. Negara
tersebut dapat dibiarkan untuk memilih bagaimana memperluas penghentian
pembayarannya.
Kritik mengenai ide penghentian pembayaran biasanya
adalah kekhawatiran mengenai dampak legalisasi penghentian pembayaran mungkin
mempengaruhi arus kredit untuk negara-negara peminjam. Dapatkah pemberi
pinjaman tidak khawatir mengenai kemungkinan penghentian pembayaran dijalankan
sebagaimana menurunkan untuk meminjamkan jumlah yang signifikan? Dapat
dibayangkan reaksi yang ada jika peminjam memiliki hak unilateral untuk
melakukan penghentian pembayaran tanpa hambatan internasional. Namun
versi yang saya gambarkan di atas mewajibkan IMF utnuk menyatakan bahwa debitor
yang sedang bernegosiasi untuk penjadwalan ulang hutangnya dapat dipercaya
sebagai syarat untuk menerima pembiayaan interim, dan negara tersebut
mendapatkan perjanjian final hanya setelah hutang berhasil dijadwal
ulang. Hal ini biasanya mempercepat keadaan negara untuk pulih, termasuk
melakukan pembayaran hutang berdasarkan jangka waktu kontrak. Kreditor
yang mengetahui bahwa setiap masalah hutang lancar yang tidak dapat diprediksikan
dapat ditangani dengan cara yang tepat seperti ini haruslah klien yang lebih
menarik. Hanya ketika negara yang telah membuat hutang pada suatu titik
di mana krisis mulai terjadi yang khawatir bahwa kreditor hutang tersebut akan
memiliki pendirian untuk tidak memberikan pinjaman, namun hal ini terdapat pada
keadaan di mana banyak pihak yang berpendapat lebih baik untuk peminjam
melakukan pembatasan. Mungkin benar bahwa persyaratan untuk penghentian
pembayaran akan menimbulkan krisis, dan bahkan mungkin menyulitkan negara yang
memiliki potensi untuk menyelesaikan krisis dengan mengambil tindakan segera,
namun hal ini bahkan memiliki keuntungan dibandingkan bila negara-negara
diharapkan untuk menjadwal ulang hutang mereka sebelum catatan diperlukan.
Bila kreditor menerima ukuran yang merupakan perluasan dari masa jatuh tempo
dan bukan kekurangan dari nilai saat ini, maka dampak pencegahan manapun
(selain keadaan dimana hutang telah lebih dulu melebihi jumlah seharusnya) akan
hilang.
Jangka waktu Pinjaman. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan
mengenai seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan pada suatu negara, masa
jatuh tempo pinjaman, dan suku bunga yang harus dibayarkan.
Beberapa dari pendapat bahwa pinjaman IMF harus
diperkecil jumlahnya terlihat didasarkan pada kepercayaan dan bukan
analisa. Saya telah menyatakan bahwa seseorang tentu akan memelukan
pinjaman yang besar untuk tujuan agar dapat mengembalikan kepercayaan pasar
tanpa penjadwalan ulang hutang sektor swasta. Sebagai tambahan persyaratan
penghentian pembayaran dan penjadwalan ulang hutang swasta merupakan hal yang
penting jika mengharapkan untuk membatasi jumlah pinjaman IMF dan yakin bahwa
mereka dapat memulihkan keadaan keuangan negara tersebut.
Laporan IFIAC menyarankan pembatasan pinjaman IMF hingga
pada 120 hari, dengan kemungkinan hanya satu kali perpanjangan. Alasan
untuk rekomendasi ini adalah “pengalaman sejarah menyatakan bahwa krisis
likuiditas biasanya hanya berlangsung selama beberapa minggu, atau dalam kasus
khusus, beberapa bulan” (hal. 46). Hal ini terlihat naif: alasan
krisis likuiditas hanya berumur pendek adalah peminjam swasta dengan segera
dapat meilhat bahwa negara tersebut akan dapat mencari sumber-sumber dana untuk
melakukan pembayaran hutang. Jalan yang pasti untuk memperpanjang krisis
adalah dengan membuat kredit IMF cukup untuk jangka pendek untuk membuat
peminjam swasta memperkirakan apakah negara tersebut akan sanggup untuk
memenuhi kewajiban hutangnya ketika harus membayar hutang IMF. Masa jatuh
tempo fasilitas IMF yang tersedia, katakanlah 3-5 tahun, terlihat lebih cocok.
Laporan IFIAC menyarankan agar pinjaman IMF diberikan
berdasarkan suku bunga penalti (yang didefinisikan sebagai “premium setelah
hutang yang dilunasi dibayarkan satu minggu sebelum meminta pinjaman IMF,” hal.
46). Hal ini berlawanan dengan tradisi yang ada dim mana IMF memberikan
pinjaman berdasarkan jangka waktu yang terbaik yang dapat dijalankan oleh
negara, tradisi yang berasal dari ide kerjasama bantuan internasional.
Kerugian dari tradisi ini adalah hal tersebut dapat mendorong pemerintahuntuk
menganggap IMF sebagai sumber pemberi kredit, mencegah pembayaran yang lancar
terhadap pinjaman-pinjaman dan bahkan mendorong pemerintah mengajukan pinjaman
baru (meskipun hal ini biasanya diperlukan keadaan krisis dulu, hal yang mana
tidak disukai oleh pemerintah). Penyelesaian yang diusulkan laporan ODC
adalah meningkatkan suku bunga secara progresif berdasarkan peningkatan jangka
waktu, sehingga memberikan insentif utuk pembayaran yang lancar tanpa
membahayakan keefektifan pinjaman dilihat dari masa jatuh temponya.
Laporan ODC menyatakan bahwa suku bunga konsensional akan
diperlukan untuk negara-negara dengan pendapatan rendah jika secara teori hak
mereka untuk menarik pinjaman dapat dijalankan. Hal ini juga terlihat
memaksa, dan tidak perlu dipertentangkan ide suku bunga yang secara progresif
lebih bersifat hukum seiring dengan berjalannya waktu. Tingkat untuk
negara-negara ini dapat dimulai dari tingkat konsesional dan kemudian meningkat
secara progresif di masa mendatang.
Ide terakhir yang harus diintegrasikan ke dalam struktur
suku bunga adalah negara-negara harus diberikan keuntungan untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkecil kemungkinan meminjam dari
IMF. Hal tersebut adalah, negara-negara harus menghadapi suku bunga yang
lebih rendah yang diterima mereka untuk persyaratan yang terdapat dalam hal-hal
di atas.
Hasil dari menjalankan ketiga faktor-faktor ini dalam
menentukan suku bunga yang dibebankan untuk pinjaman dari IMF adalah membuat
daftar suku bunga dan bukan menentukan pola apakah yang diterapkan; A atau
B. Hal ini tidak akan merugikan. Komputer sangat ahli dalam membuat
perhitungan sehingga akan mudah untuk membuat catatan dari pembayaran yang jatuh
tempo. Hal ini juga mempunyai keuntungan besar dalam meningkatkan penalti
yang harus dibayarkan oleh negara-negara untuk melakukan kebijakan pembayaran
marjinal, dan tidak memperdebatkan dengan IMF mengenai prospek dari mempercepat
krisis bila diketahui terdapat penurunan situasi.
Pernyataan
Kesimpulan
Kita telah mendengar banyak usulan dalam beberapa bulan
terakhir untuk IMF kembali ke dasar atau memfokuskan pada bidang-bidang yang
merupakan keahliannya, yang mana semua orang setuju hal tersebut adalah
kebijakan makro, penghindaran krisis, dan penyelesaian krisis. Program
reformasi yang terdapat dalam bagian sebelumnya adalah berkeinginan untuk
melakukan hal tersebut, dan menjalankannya tanpa memberikan paksaan kepada IMF
seperti halnya yang dilakukan oleh mayoritas dari IFIAC. Hal ini tidak
hanya berarti mengembalikan IMF kepada bidang yang merupakan kemampuannya,
namun juga membatasi IMF kepada dua fasilitas pinjaman, satu dirancang untuk
mengembalikan likuiditas ketika mendapatkan tekanan yang besar, dan lainnya
ditujukan untuk membantu negara-negara untuk menyelesaikan keadaan
krisis. Dipahami bahwa dalam dunia mobilitas modal yang tinggi hal ini
hampir selalu berkait dengan penjadwalan ulang hutang, karena terdapat usulan
untuk negara-negara meminta pinjaman IMF untuk menjalankan penghentian
pembayaran, pendekatan yang akan menyelesaikan bahaya dari moral hazard
kreditor. Diusulkan penggunaan suku bunga variabel pada pinjaman untuk
membangun pola yang terpat dari keuntungan negara anggota untuk memilih
kebijakan-kebijakan yang akan memperkecil bahaya terjadinya krisis, dan
memudahkan serta mendorong mereka untuk memperlancar pembayaran ketika mereka
dihadapi situasi yang mengharuskan mereka untuk meminjam. Sementara hal
tersebut mengembalikan IMF kepada bidang keahliannya, hal ini merupakan hal
yang pokok bahkan untuk negara anggota termiskin IMF, untuk meyakinkan bahwa
IMF akan terus memainkan peranan yang vital di dunia ekonomi.
Catatan
1.
Menyebabkan
Paul Krugman (2000) untuk berkata “Oh, jelas dapat!”
2.
Bagaimanapun,
hal tersebut menyarankan suku bung yang lebih rendah untuk pinjaman IMF pada
negara-negara peminjama yang termasuk di dalamnya klausa tindakan kolektif
dalam kontrak obligasi, saran yang berkaitan dengan hal ini dijelaskan lebih
lanjut dalam makalah ini.
3.
Pada pertemuan
di Brooking Institution pada tanggal 11 April 2000, Alan Meltzer menyatakan
bahwa mayoritas laporan juga menyangkut proposal mengenai perbedaan antara
pinjaman pada suku bunga penalti kepada negara-negara yang masuk prakualifikasi
(“List A”) dan pinjaman pada suku bunga super penalti untuk pinjaman yang
lainnya (“List B”). Saya tidak dapat menemukan satu hal pun dalam laporan
mayoritas yang menyatakan interpretasi mengenai hal tersebut, di luar periode
transisi, namun kita dapat menginterpretasikan pendapatnya sebagai tanda bahwa
setidaknya Ketua Komisi telah merasa yakin pada pendekatan ini.
4.
Meskipun
demikian, masih terdapat minat terhadap proposal yang diajukan dalam artikel
yang terakhir yang mana memfokuskan pada pertanyaan mengenai governance IMF
(Askari dan Chebil 1999). Mereka menyatakan perhatiannya terhadap
pembagian kuota, dan prosedur sementara (ad hoc) mengenai penyesuaian kuota, di
mana menyebabkan penyimpangan-penyimpangan seperti pembagian yang besar sekali
untuk negara-negara Eropa dan Saudi Arabia dan pembagian yang sangat kecil
untuk Korea Selatan, dan China, serta sejumlah negara Asia. Mereka
menyarankan untuk mengurangi mayoritas yang diperlukan untuk menyetujui beberapa
ketentuan seperti mengurangi hak veto Amerika Serikat, menentukan persyaratan
yang telah dijalankan Kongres secara unilateral terhadap IMF untuk
persetujuannya terhadap peningkatan kuota sebagai hal yang tidak dapat
ditolerir dari institusi multilateral. (Hal ini termasuk dalam
persyaratan 1989 bahwa IMF merekrut ekonom ekonomi makro untuk dilatih dalam
menganalisa hubungan antara keadaan makro ekonomi serta dampak jangka pendek
dan jangka panjang dalam mempertahankan manajemen dari sumber-sumber alam, dan dalam
persyaratan 1998 bahwa tidak ada dana IMF yang digunakan untuk mensubsidi
industri Korea Selatan yang bersaing dengan industri Amerika Serikat, lihat
Askari dan Chebil 1999, hal. 351). Mereka mengajukan sejumlah proposal
untuk mengembangkan kegiatan Dewan Eksekutif: mencari keragaman yang
lebih luas dari Direktur Eksekutif, dan bahkan menunjuk dua orang Direktur
Eksekutif yang berasal dari sektor swasta dan bukan berasal dari negara
afiliasi; membuat kententuan negara multi; dan mendorong Dewan untuk memulai
mengajukan proposal daripada mendapatkan proposal dari insiatif para
staff. Mereka menyatakan bahwa posisi direktur manajer dan wakil direktur
manajer harus diberikan pada individu yang paling baik yang ada, tanpa
membedakan kebangsaan dan latar belakang profesi, dan menghilangkan simpati
untuk kandidat dari sektor keuangan swasta. Mereka mendorong agar staff
juga harus lebih beragam dalam latar belakang profesi daripada ekonom dengan
gelar PhD dari universitas-universitas Amerika, dan harus ada penghargaan yang
lebih tinggi untuk kinerja yang baik dan usaha yang lebih besar lagi untuk
memecat staff yang menunjukkan kinerja yang buruk. Mereka mengkritik
penggunaan IMF sebagai dana politis (untuk hal ini mereka juga dapat ditemukan
dalam lima laporan yang telah ditinjau, meskipun tidak termasuk pidato
Summers). Mereka mengusulkan transparansi dan hal-hal untuk menjelaskan
catatan sejarah korupsi IMF. Mereka menyimpulkan bahwa telah tiba masanya
untuk meninjau secara menyeluruh governance IMF terhadap kebijakan yang
dibuatnya, dan mendorong manajemen IMF untuk menjangkau komunitas sipil
internasional dalam mengusulkan tinjauan yang mungkin dapat menmperkuat IMF dan
meningkatkan kinerjanya.
5.
Meskipun
demikian, anggota mayoritas IFIAC dalam perbincangan pribadi mereka mengusulkan
bahwa tidak perlu mencermati teks laporan tersebut secara harfiah, dan
menyatakan bahwa mereka tidak menentang pemindahan PGRF ke Bank Dunia.
6.
terutama, IMF
diijinkan untuk menjual sebagian kecil dari emas yang ada pada tahun 1970-an,
setelah penggunaan emas sebagai mata uang dihentikan pertama kali, dengan
tujuan untuk menciptakan trust fund untuk memberikan pinjaman dengan bunga
rendah kepada negara-negara miskin. Di akhir tahun 1970-an IMF juga
memberikan pinjaman stand-by kepada negara-negara miskin, yang mana mereka
tidak dapat membayar sebagai akibat dari situasi di tahun 1980-an. Namun
keduanya kemudian dibiayai kembali melalui pinjaman dengan bunga rendah dari
Structural Adjustment Facility atau Fasilitas Penyesuaian Struktural yang baru
dibentuk di tahun 1980-an, yang mana kemudian berkembang menjadi Enhanced
Struktural Adjustment Facility di tahun 1990-an, yang kemudian berganti nama
menjadi PGRF di tahun 1999 sebagai gambaran dari meningkatnya perhatian
terhadap kemiskinan.
7.
Beberapa orang
menyatakan bahwa IMF harus membantu negara anggotanya, dalam hal ekuitas.
Namun negara-negara miskin masih dapat memanfaatkan keuntungan dalam hal saran
mengenai kebijakan, jika mungkin dalam hal penghindaran krisis, dan
penyelesaian krisis berdasarkan proposal ODC, dan juga CCFF. IMF mungkin
mempertimbangkan untuk mengembangkan akses terhadap CCFF.
8.
Hal ini
menjelaskan kesamaan tehadap CFR proposal untuk mengkonsolidasi SRF dan CCL ke
dalam fasilitas yang baru, meskipun kurang persyaratan yang
dipertimbankan untuk fasilitas yang buruk menurut saya sama tidak realistisnya
dan berbeda secara signifikan dengan proposal berikutnya.
9.
Meskipun
dijelaskan dalam bahasa yang lebih sederhana dari BBB versus BB-.
Referensi
Askari, Hossein, dan Samir Chebil (1999), “Reforming the
IMF: Some organizational and operational issues,” Banca nazionale del
Lavoro Quarterly Review.
Ahluwalia, Montek (199), “The IMF and the World Bank in
the New Financial Architecture,” in International Monetary and Financial
Issues for the 1990’s, vol. XI (New York and Geneva: United Nations);
dalam makalah ini disebut sebagai “laporan Ahluwalia.”
Council on Foreign Relations Independent Task Force
(199), Safeguarding Prosperity in a Global Financial System: The
Future International Financial Architecture (Washington: Institute
for International Economics); dalam makalah ini disebut sebagai “laporan CFR.”
De Gregorio, Jose, Barry Eichengreen, Takatoshi Ito, dan
Charles Wyplosz (tidak tertera tanggal namun keluaran tahun 1999), An
Independent and Accountable IMF (Jenewa: International Center for
Monetary and Banking Studies, dan London: Centre for Economic Policy Research);
dalam makalah ini disebut sebagai “laporan Jenewa.”
International Financial Institution Advisory Commission
(2000), Report of the Internatioanl Financial Institution Advisory
Commission (Washington: penerbit tidak ada); dalam makalah ini
disebut sebagai “Laporan IFIAC.”
Krugman, Paul (2000), “Errors of Commission,” New
York Times, 8 Maret.
Summer, Lawrence (1999), “The Right Kind of IMF for a
Stable Global Financial System,” pada pidato London Business School, 14
Desember.
Williamson, John (1983), IMF Conditionality (Washington:
Institute for International Economics).
______(akan terbit tahun 2000), Exchange Rate Regimes
for Emerging Markets: Reviving the Intermediate Option (Washington:
Institute for International Economics).
Halo, saya Ny. Sandra Ovia, pemberi pinjaman pribadi uang, apakah Anda berutang? Anda membutuhkan dorongan keuangan? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Saya memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga pada tingkat bunga yang sangat rendah, yaitu 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
BalasHapusAnda dipersilakan ke perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.