Putong
(2003:184) membuat suatu hipotesa pendapatan absolut yang menyatakan bahwa bila
pendapatan nasional naik dari sebelumnya, maka konsumsi juga akan ikut naik,
tetapi besarnya kenaikan konsumsi tidak sebesar kenaikan pendapatan, sehingga
umumnya besarnya tingkat tabungan akan semakin bertambah.
Dalam teori
makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi
yang paling dikenal dan sangat lazim ditemukan dalam buku-buku makro ekonomi
tentulah fungsi konsumsi Keynesian:
(2.1)
Atau,
C
= C (Y – T) (2.2)
Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposable income. Hubungan
antara konsumsi dan disposable income
disebut consumption function (Mankiw,
2003:52). Secara lebih spesifik Keynes memasukkan komponen marginal propensity to comsume (MPC) ke dalam persamaan konsumsinya
sehingga menjadi:
, c0 > 0, 0 < c < 1 (2.3)
John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat
tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. James S.
Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya tentang
pendapatan relatif, ia berpendapat bahwa tingkat pendapatan yang mempengaruhi
pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya
pendapatan rutin yang efektif diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relatif
(Dumairy, 1996).
Milton Friedman mengajukan model lain lagi, terkenal dengan hipotesis
pendapatan permanen. Menurut Friedman tingkat pendapatan yang menentukan besar
kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain
tingkat pendapatan sebagai variabel pengaruh utama, terdapat kemungkinan
beberapa variabel lain turut mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran konsumsi
masyarakat. Untuk menghitung besarnya pendapatan permanen dari pendapatan
”rutin-faktual” berdasarkan data pendapatan yang ada, diasumsikan bahwa
pendapatan permanen sekarang (YPt)
berhubungan dengan pendapatan sekarang (Yt)
dan pendapatan satu periode yang lalu (Yt-1)
dalam bentuk:
(2.4)
(2.5)
Menurut model Evans (1969) jika fungsi konsumsi ditambahkan laju inflasi
sebagai variabel lain yang diduga turut mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran
konsumsi masyarakat, sehingga model lengkapnya:
(2.6)
Dimana, C merupakan konsumsi, YP sebagai variabel pendapatan permanen
dan P sebagai variabel inflasi.
Secara linear model konsumsi ini dapat dikongkritkan sebagai:
(2.7)
Sukirno (2001)
membedakan dua pengertian tentang kecondongan mengkonsumsi marjinal dan kecondongan
mengkonsumsi rata-rata:
-
Kecondongan
mengkonsumsi marjinal dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume) dapat didefinisikan sebagai
perbandingan diantara tambahan konsumsi dibagi dengan pertambahan pendapatan
disposibel yang diperoleh;
(2.8)
-
Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan
sebagai APC (Average Propensity to Consume) didefinisikan sebagai perbandingan
diantara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan disposibel,
nilai APC dapat dihitung dengan
menggunakan formula:
(2.9)
Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih
didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok (Dumairy, 1996; Sukirno,
2001).
Konsumsi
adakalanya tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan, hal ini terjadi karena
keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan yang menganalisis
tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu; pada periode
pertama tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi:
S = Y1 – C1 (2.10)
Dimana S adalah tabungan. Dalam
periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga
tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu:
C2 = (1 + r) S
+ Y2 (2.11)
Dimana r adalah tingkat bunga
riel. variabel S menunjukkan tabungan
atau pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumen pada
periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen
menabung dan S lebih besar dari nol.
Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode pertama, konsumen
meminjam dan S kurang dari nol. Untuk
menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi persamaan (2.10) dan
persamaan (2.11) menghasilkan:
C2 = (1 + r) (Y1
– C1) + Y2 (2.12)
Persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan pendapatan
dalam dua periode. Preferensi konsumen yang terkait dengan konsumsi dalam dua
periode bisa ditampilkan oleh kurva indeferens. Kurva ini menunjukkan kombinasi
konsumsi periode pertama dan periode kedua yang membuat konsumen tetap merasa
senang.
Gambar 1: Preferensi Konsumen Selama Konsumsi
Periode Pertama dan Kedua
Gambar 2.1 di atas menunjukkan dua dari banyak kurva indeferen. Kurva
indeferen yang lebih tinggi seperti IC2
lebih disukai daripada kurva indeferen yang lebih rendah IC1. Konsumen tetap merasa senang mengkonsumsi pada
titik W, X dan Y, tetapi lebih menyukai titik Z
(Mankiw, 2003:431).
Selanjutnya masih dalam Mankiw (2003:439) Franco Modigliani dalam analisis
hipotesis daur hidupnya membuat persamaan yang memasukkan periode waktu dan
kekayaan. Seorang konsumen yang berharap hidup selama T tahun, memiliki kekayaan W
dan mengharapkan menghasilkan pendapatan Y
sampai ia pensiun selama R dari
sekarang, maka persamaannya dapat ditulis:
C
= (W + RY)/T (2.13)
Sehingga fungsi konsumsi seseorang dapat ditulis;
C
= (1/T) W + (R/T)Y (2.14)
Jika setiap orang dalam perekonomian merencanakan konsumsi seperti ini,
maka konsumsi agregat serupa dengan fungsi konsumsi individual. Bisanya,
konsumsi agregat tergantung pada kekayaan dan pendapatan. Oleh karena itu
fungsi konsumsi perekonomian adalah:
C = αW + βY (2.15)
Dimana parameter α adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal
dari kekayaan dan parameter β adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal
dari pendapatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar