Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan oleh Negara-negara yang sedang berkembang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan riel per kapita, pendapatan ini pada umumnya masih
rendah. Gejala umum yang sering terjadi dalam proses pembangunan di
Negara-negara berkembang adalah hasrat konsumsi dari masyarakat yang tinggi
sebagai akibat dari kenaikan pendapatan.
Menurut Sobri (1987:50) pendapatan disposibel adalah suatu jenis
penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau
dikonsumsikan. Besarnya pendapatan
disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak langsung
(pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Masalah pendapatan tidak hanya
dilihat dari jumlahnya saja, tetapi bagaimana distribusi pendapatan yang
diterima oleh masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi arah gejala
distribusi pendapatan dan pengeluaran di Indonesia; pertama, perolehan faktor produksi,
dalam hal ini faktor yang terpenting adalah tanah. Kedua, perolehan pekerjaan,
yaitu perolehan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai tanah yang cukup
untuk memperoleh kesempatan kerja penuh. Ketiga, laju produksi pedesaan, dalam
hal ini yang terpenting adalah produksi pertanian dan arah gejala harga yang
diberikan kepada produk tersebut.
Pendapatan per kapita dapat
diartikan pula sebagai penerimaan yang diperoleh rumah tangga yang dapat mereka
belanjakan untuk konsumsi yaitu yang dikeluarkan untuk pembelian barang
konsumtif dan jasa-jasa, yang dibutuhkan rumah tangga bagi pemenuhan kebutuhan
mereka (Sumardi, 1982:83) Dalam hal ini pendapatan per kapita determinan
potensi ekonomi yang penting selain luas Negara serta penduduk suatu Negara
(Todaro, 1998:25).
Rendahnya pertumbuhan
pendapatan per kapita disuatu Negara berarti juga mencerminkan rendahnya
pertumbuhan GNP dan ini terjadi pada Negara-negara yang sedang berkembang.
Usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, yaitu dengan
cara menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai, menggalakkan program kerja
berencana dan yang terakhir transfer pemerintah kepada golongan-golongan
masyarakat yang berpendapatan rendah. Dengan menggunakan pajak yang efektif
untuk membiayai transfer tersebut sekaligus untuk mengurangi perbedaan
kemakmuran antar anggota masyarakat.
Pass dan Lowes (1994:444)
menyebutkan pendapatan nasional adalah nilai netto dari semua barang dan jasa
(produk nasional) yang diproduksi setiap tahunnya dalam suatu Negara. Pendapatan
nasional dapat ditentukan dengan tiga cara (Sukirno, 2006: 37), yaitu:
- Cara produksi neto, output/produk dalam negari dari barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu Negara. Total output ini tidak mencakup nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diimpor. Untuk mendapatkan produk nasional bruto, produk domestik bruto harus ditambah dengan pendapatan bersih yang diterima dari luar negeri.
- Cara pendapatan, total pendapatan yang diterima penduduk suatu Negara sebagai balas jasa dari produksi barang dan jasa yang sedang berlangsung. Pendapatan ini disebut pendapatan faktor, sebab ditambahkan pada faktor-faktor produksi, dan pembayaran transfer (transfer payment) tidak dimasukkan dalam perhitungan, seperti tunjangan sakit, tunjangan pengangguran dimana tidak ada barang atau jasa yang diterima sebagai imbalannya.
- Cara Pengeluaran, total pengeluaran domestik oleh penduduk suatu Negara pada konsumen dan investasi barang-barang. Hal ini mencakup pengeluran pada barang dan jasa jadi (tidak termasuk barang atau jasa setengah jadi) dan termasuk barang-barang yang tidak terjual dan yang ditambahkan pada persediaan (investasi persediaan).
Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumah
tangga di pedesaan tidak hanya dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber
atau dapat dikatakan rumah tangga melakukan diversifikasi pekerjaan atau
memiliki aneka ragam sumber pendapatan (Susilowati dkk, 2002).
Bagi rumah tangga pedesaan
yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan
oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang
diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan.
Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi
barang dan jasa non-pertanian di pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja dan
mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor pertanian, besarnya kesempatan kerja
dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola
tanam, serta teknologi yang diterapkan. Disektor non-pertanian kesempatan kerja
ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi (Kasryno,
2000).
Pendapatan rumah tangga
pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai penerimaan faktor produksi
tenaga kerja. Nilai sewa tanah sebagai penerimaan dari penguasaan asset
produktif lahan pertanian. Dengan demikian tingkat pendapatan rumah tangga
pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi.
Menurut Malian dan Siregar
(2000) pendapatan rumah petani pinggiran perkotaan juga bersumber dari tiga
kegiatan utama, yaitu kegiatan dalam usaha tani sendiri (on-farm), kegiatan pertanian di luar usaha tani sendiri (off-farm) dan kegiatan di luar sektor
pertanian (non-farm). Untuk petani
yang berada di pedesaan, pendapatan yang bersumber dari kegiatan on-farm dan off-farm umumnya mencapai lebih dari 90 persen.
harap ditambahkan daftar pustaka agar sumber lebih jelas.
BalasHapus