Pengaruh Faktor
Ekonomi Makro Terhadap Return Saham
Di Bursa Efek
Indonesia
Anwar Puteh*
Pendahuluan
Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk
memperoleh hasil atau keuntungan. Secara luas investasi adalah komitmen dari
dana terhadap suatu aset atau lebih yang akan dipegang untuk beberapa waktu
mendatang. Investasi dapat dilakukan melalui berbagai media investasi,
seperti
pasar uang (money market), pasar
modal (capital market), perusahaan
reksadana, dan perusahaan-perusahaan investasi lainnya. Pasar modal adalah
tempat bertemunya antara penjual modal/dana dengan pembeli modal/dana untuk
melakukan transaksi jual beli dengan diperantarai oleh para anggota bursa
selaku pedagang perantara perdagangan efek dalam melakukan transaksi jual beli,
lembaga ini bisa disebut sebagai penunjang pasar modal. Modal/dana efek yang
diperjualbelikan di pasar modal atau bursa tersebut pada umumnya berbentuk
saham dan obligasi.
Tujuan dibentuknya pasar modal pada suatu negara adalah untuk
memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efisien dari pihak yang kelebihan
dana (investor) ke pihak yang kekurangan dana (emiten). Melalui pasar modal,
para investor dimungkinkan untuk melakukan diversifikasi, membentuk portofolio,
sesuai dengan risiko yang ditanggung dan tingkat imbal hasil yang diharapkan.
Oleh karena itu, investor diharapkan untuk selektif dan rasional dalam memilih
berbagai kesempatan investasi yang tersedia melalui suatu proses penilaian
investasi. Arbitrage Pricing Theory (APT) merupakan salah satu metode
penilaian investasi yang dapat menentukan tingkat return yang dipandang layak
untuk suatu investasi. APT mengasumsikan bahwa korelasi tingkat return
saham terjadi karena saham-saham tersebut dipengaruhi oleh faktor bersama yang
berasal dari perekonomian khususnya makroekonomi.
Membaiknya indikator makroekonomi dapat memberikan signal sebagai
tanda bahwa iklim investasi juga akan semakin kondusif. Kinerja saham di pasar
modal misalnya, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor dan
variabel-variabel ekonomi Chen, et. al (dalam Pasaribu,
et.al, 2008). Hasil penelitiannya menemukan fenomena bahwa perubahan pada
harga sekuritas selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan variabel-variabel
indikator ekonomi. Hal ini didasari oleh dua alasan utama. Pertama, harga saham
yang terbentuk merupakan cerminan ekspektasi investor terhadap earning, dividen
maupun tingkat bunga yang akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga
variabel tersebut akan menentukan harga saham yang sesuai. Kedua, kinerja pasar
modal akan bereaksi terhadap perubahan-perubahan variabel ekonomi makro. Dengan
demikian, harga sekuritas yang terbentuk merupakan refleksi ekspektasi investor
terhadap kondisi perekonomian yang akan datang dan bukannya refleksi terhadap
kondisi perekonomian saat ini.
Tinjauan
Literatur
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan
antara variabel-variabel ekonomi terhadap pasar modal suat negara. Salah satu
pendekatan yang sering dan populer yang digunakan adalah pendekatan Arbitrage
Pricing Theory (APT) yang dikembangkan oleh Ross (1976). Chen et al, 1986
(dalam Pasaribu, et.al, 2008), dengan menggunakan
pendekatan APT, membuktikan bahwa variabel-variabel makro ekonomi memiliki pengaruh
sistematik terhadap tingkat pengembalian pasar saham. Kondisi makro ekonomi
dianggap dapat mempengaruhi tingkat diskonto (discount rate), kemampuan
perusahaan untuk menggerakkan aliran kas (cash flow), dan pembayaran
dividen di masa yang akan datang (future dividen payout). Mekanisme ini
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi suatu negara merupakan faktor penting di
pasar ekuitas (Maysami dan Sim Koh, 2000).
Taurida (2008) meneliti
mengenai hubungan harga saham dan faktor-faktor ekonomi makro seperti inflasi,
SBI, SWBI dan nilai tukar. Taurina mengatakan resiko pasar
berhubungan erat dengan perubahan harga saham jenis tertentu atau kelompok
tertentu yang disebabkan oleh antisipasi investor terhadap perubahan tingkat
pengembalian yang diharapkan. Tingkat resiko diukur dengan koefisien beta (β)
saham yaitu, ukuran risiko pasar yang mempengaruhi harga suatu saham.
Kestabilan perusahaan akan berpengaruh pada return yang didapatkan pada pasar
modal. Faktor lain yang berpengaruh besar terhadap return adalah faktor
makroekonomi karena faktor tersebut sebagai indikator kestabilan suatu negara. Hasil
riset Taurida ditemukan bahwa masing-masing variabel makroekonomi mempunyai
hubungan yang negatif terhadap return AGR (agribisnis). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk return AGR tidak mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap variabel makroekonomi (inflasi, SBI, SWBI dan nilai tukar).
Inflasi
Hasil
beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat inflasi berhubungan
negatif dengan tingkat pengembalian saham. Inflasi
merupakan perubahan harga secara agregat. Penelitian mengenai inflasi dengan
tingkat pengembalian saham (stock returns) telah banyak dilakukan,
khususnya pada negara berkembang. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tingkat inflasi berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian saham.
Balduzzi (1995) melakukan penelitian
mengenai inflasi dan tingkat
pengembalian saham untuk periode Januari 1954 – 1976 dan 1977 - 1990.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan negatif dengan
tingkat pengembalian saham. Hasil yang relatif sama juga dihasilkan dari
penelitian Porter dan Null (2007), dimana
inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap return harga saham. Porter dan Null menemukan adanya hubungan negatif antara real
stock returns dengan inflasi. Ketika inflasi didekomposisi menjadi komponen
yang expected dan unexpected ternyata mempunyai hubungan negatif antara real stock returns dan
expected inflation.
Tingkat
Suku Bunga
Tingkat suku bunga dapat didefinisikan sebagai tingkat
pengembalian aset yang mempunyai risiko
mendekati nol. Investor dapat menggunakan tingkat bunga sebagai patokan (benchmark)
untuk perbandingan bila ingin berinvestasi. Umumnya tingkat bunga mempunyai
hubungan negatif dengan bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan tingkat bunga
yang lebih tinggi maka investor akan menjual sahamnya dan mengganti pada
instrimun berpendapatan tetap yang memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi. Dayananda
dan Ko (dalam Pasaribu, et.al, 2008) melakukan
penelitian mengenai tingkat pengembalian pasar saham terhadap variabel makro
ekonomi, dimana salah satunya adalah tingkat bunga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat bunga mempunyai hubungan negatif, tetapi umumnya
tidak signifikan baik menggunakan data bulanan maupun triwulan. Alam, dan Uddi,
(2009) meneliti mengenai hubungan antara indeks saham dan suku bunga pada lima belas negara maju dan
berkembang-Australia, Bangladesh, Kanada, Chili, Kolombia, Jerman, Italia,
Jamaika, Jepang, Malaysia, Meksiko, Filipina, S. Afrika, Spanyol, dan
Venezuela, dengan menggunakan data bulanan dari 1988 sampai Maret 2003. Hasil
empiris menunjukkan bahawa semua negara ditemukan antara tingkat suku bunga
dengan return saham memiliki hubungan negatif yang signifikan.
Nilai
Tukar (Kurs)
Kurs adalah harga suatu mata uang yang diekspresikan terhadap mata
uang lainnya. Kurs dapat direpresentasikan sebagai sejumlah mata uang lokal
yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang asing. Risiko nilai kurs
merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan nilai tukar mata uang
domestik dengan mata uang negara lain. Perusahaan yang menggunakan mata uang
asing dalam menjalankan aktivitas operasional dan investasi akan menghadapi
resiko nilai tukar (kurs). Perubahan nilai tukar yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan akan berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut.
Return
dan Harga Saham
Return dapat dikatakan
sebagai suatu imbalan dan sejumlah hasil yang akan dapat diperoleh investor di
masa yang akan datang. Return dapat berupa return realisasi yang terjadi atau
ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa yang akan
datang. Return realisasi di hitung berdasarkan data historis. Tingkat pengembalian dari investasi khususnya
pada pasar modal terdiri dari capital again dan yield.
Return saham (Ri) dari suatu
investasi bagi para investor yaitu capital gain/capital loss ditambah deviden
dapat dicari dengan rumus :
Notasi:
Ri, t :
Return saham investasi pada waktu i pada periode ke t
Pt : Harga
saham penutupan pada waktu t
Pt – 1 : Harga
saham penutupan pada periode lalu (t -1)
Metodologi
Penelitian
Data yang diperlukan adalah
data harga saham bulanan selama periode Januari 2007 – Oktober 2009 yang
diperoleh dari Bursa Efek Indonesie (http://finance.yahoo.com) dan data indikator
ekonomi makro periode Januari 2007 – Oktober 2009 (www.bi.go.id). Model
analisis yang digunakan adalah analisis time series dan korelasi untuk
mengidentifikasi arah hubungan antara tingkat return saham dengan beberapa
variabel ekonomi makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan nilai kurs. Pemilihan sampel
didasarkan pada komposisi indeks JBA 25 dan yang mempunyai komposisi indeksnya
berkisar antara 4% - 20%. Dari
total 25 perusahaan, hanya 8 perusahaan yang memenuhi persyaratan.
Table 1:
Industry Classification
No.
|
Kode
|
Emiten
|
Kelompok Usaha
|
1
|
MEDC
|
MEDCO ENERGY INTERNATIONAL
|
Pertambangan
|
2
|
BBRI
|
BANK RAKYAT INDONESIA
|
Keuangan
|
3
|
AALI
|
ASTRA AGRO LESTARI
|
Pertanian
|
4
|
GGRM
|
GUDANG GARAM
|
Industri Barang Konsumsi
|
5
|
TLKM
|
TELEKOMUNIKASI INDONESIA
|
Infrastruktur, utilitas &
Transportasi
|
6
|
INTP
|
INDOCEMENT TUNGGAL PRAKASA
|
Industri Dasar & kimia
|
7
|
UNTR
|
UNITED TRACTORS
|
Perdagangan, Jasa & Investasi
|
8
|
ASII
|
ASTRA INTERNATIONAL
|
Aneka Industri
|
http://www.bbj-jfx.com/node/1030
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
regresi berganda (multiple regression). Metode estimasi yang digunakan
pada penelitian yang digunakan ordinary least square (OLS). Hasil
estimasi menggunakan metode OLS diharapkan bersifat Best Unbiased Linear
Estimate (BLUE). Adapun bentuk umum model yang akan digunakan adalah sebagai
berikut:
Rit = αi + βiM Mt + εit (1)
Rit = αi + βiInt ΔInt + βiInf Inf + βiExc ΔExc + εit (2)
Rit = αi + βiInt ΔInt + βiInf Inf + βiExc ΔExc + βiM Mt + εit (3)
Notasi:
Ri : Return masing-masing saham perusahaan
β : Koefisien estimasi
ΔInt : Perubahan interest rate
Inf : Inflation rate
ΔExc : Perubahan exchange rate
M : Total market
ε : Error
APT diperkenalkan oleh
CRR tahun 1986 (Günsel
dan Cukur, 2007) untuk
mengidentifikasi variabel makro yang mempengaruhi return saham. Dengan demikian kegiatan ekonomi makro
mempengaruhi return terhadap saham dan memanfaatkan variable makro dalam proses
menghasilkan return (return generating process) sebagai dasar untuk
memperkirakan return saham. Sederhana teori-teori
pricing a financial asset adalah dengan discounting future cash flows. Oleh karena itu, berikut
variabel eksogen yang mempengaruhi future cash flows atau risk adjusted
discount rate dari
sebuah perusahaan harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan ekonomi makro yang mempengaruhi stock market.
Hasil
Hasil
estimasi dari model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Statistik Desriptif
Mean
|
Std.
Deviation
|
|
Interest Rate
|
0.08267
|
0.00828
|
Inflation Rate - Monthly
|
0.59867
|
0.61219
|
Ln_Exchange Rate
|
9.19018
|
0.09374
|
Return MEDC
|
0.02533
|
0.19378
|
Return BBRI
|
0.00033
|
0.15562
|
Return AALI
|
0.01467
|
0.26443
|
Return GGRM
|
-3.585E-18
|
0.12833
|
Return TLKM
|
0.012
|
0.10060
|
Return INTP
|
-0.009
|
0.17652
|
Return UNTR
|
0.01767
|
0.39231
|
Return ASII
|
-0.01
|
0.20194
|
Return IHSG
|
6.333E-05
|
0.11539
|
Dari
hasil perhitungan rata-rata return saham, makroekonomi dan standar deviasi
terlihat bahwa Rate of Return yang
relatif labil dan cenderung negatif, walaupun nilai perhitungan rata-rata tidak
membuktikan saham ini mengalami defisit dalam pengembalian keuntungan,
pergerakan harga saham masih menunjukan kemungkinan saham ini akan mengalami
penurunan, karena tren harga saham ini mengarah pada level harga yang
terus-menerus menurun, atau sebaliknya jika cenderung positif. Tahap yang
terakhir, dapat dilakukan dengan cara menghitung standard deviasi dari return
pasar dan saham. Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh standard deviasi
untuk return saham berkisar antara 0.10060 sampai dengan 0.39231. Semakin besar standard deviasi, maka
semakin tinggi tingkat resikonya. Hal ini berarti bahwa harga saham perusahaan
merupakan saham yang beresiko karena standard deviasinya lebih besar daripada
standard deviasi return pasar (0.11539).
Tabel 2. Korelasi Antar Variable Ekonomimakro
Interest
Rate
|
Inflation
Rate
|
Ln_Exchange
Rate
|
|
Interest Rate
|
1.000
|
||
Inflation Rate
|
-0.033
|
1.000
|
|
Ln_Exchange Rate
|
0.129
|
-0.471
|
1.000
|
Nilai korelasi antara
hubungan inflasi rate dan interest rate adalah – 0.033, ini artinya ada
korelasi negatif atau tidak searah inflasi
rate dengan interest rate.
Hubungan negatif ini juga terjadi pada exchange
rate dan inflation rate
berkorelasi negatif sebesar 0.471.
Sedangkan hubungan exchange rate dengan interest rate berkorelasi positif,
namun sifat hubunganya lemah (0.129).
Tabel 3. Koefisien Estimasi Total Market
|
αi
|
βM Mt
|
MEDC
|
0.0254
|
1.3959
|
0.2152
|
0.000***
|
|
BBRI
|
0.0004
|
1.1668
|
0.9797
|
0.000***
|
|
AALI
|
0.0147
|
0.5806
|
1.9340
|
0.000***
|
|
GGRM
|
2.54E-05
|
0.7630
|
0.9988
|
0.000***
|
|
TLKM
|
0.0120
|
0.6256
|
0.3636
|
0.000***
|
|
INTP
|
-0.0090
|
0.6037
|
1.3065
|
0.000***
|
|
UNTR
|
0.0178
|
2.8722
|
0.6522
|
0.000***
|
|
ASII
|
-0.0099
|
0.4934
|
|
1.6172
|
0.000***
|
Keterangan: *p< 0,1., **p< 0,05.,
dan ***p< 0.01
Dan
hasil pengujian, dapat diketahui bahwa keseluruhan dari 8 saham perusahaan yang
termasuk dalam komposisi indek JBA 25 yang diuji, semua tingkat pengembaliannya
dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pengembalian pasar (return market), hal ini adalah
berdasarkan model regresi sederhana, adapun pada model regresi berganda yang
lebih kompleks yang melibatkan variabel-variabel lain, terlihat bahwa hampir
semua yang tingkat pengembaliannya berkorelasi positif tetapi tidak signifikan
oleh tingkat pengembalian pasar. Umumnya tingkat pengembalian pasar berpengaruh
positif pada tingkat pengembalian saham perusahaan. Konsekuensinya, model ini
bisa digunakan sebagai alat prediksi dan hubungan antar variabel.
Tabel 4. Koefisien
Estimasi Variabel Ekonomimakro
α
|
βInt Int
|
βInf Inf
|
βExc ln_Exc
|
Adj. R2
|
|
MEDC
|
2.069
|
3.752
|
0.046
|
0.259
|
-0.034
|
0.617
|
0.408
|
0.501
|
0.566
|
||
BBRI
|
4.654
|
1.813
|
0.985
|
0.523
|
-0.002
|
0.162
|
0.612
|
0.985
|
0.150
|
||
AALI
|
6.173
|
6.894
|
0.086
|
0.738
|
0.092
|
0.249
|
0.238
|
0.331
|
0.207
|
||
GGRM
|
5.111
|
4.160
|
0.046
|
-0.597
|
0.295
|
0.031**
|
0.100*
|
0.222
|
0.022**
|
||
TLKM
|
4.446
|
0.395
|
-0.014
|
-0.485
|
0.078
|
0.036**
|
0.858
|
0.680
|
0.036**
|
||
INTP
|
4.601
|
4.259
|
0.033
|
-0.542
|
0.052
|
0.209
|
0.284
|
0.581
|
0.176
|
||
UNTR
|
6.976
|
9.460
|
0.089
|
-0.848
|
0.012
|
0.397
|
0.294
|
0.511
|
0.346
|
||
ASII
|
4.460
|
5.578
|
0.043
|
-0.539
|
0.047
|
0.286
|
0.222
|
0.222
|
0.238
|
||
IHSG
|
2.775
|
3.994
|
0.038
|
-0.340
|
0.136
|
0.224
|
0.112
|
0.319
|
0.173
|
Keterangan: *p< 0.01, **p< 0.05
Adapun
Variabel interest berpengaruh positif terhadap 8 saham perusahaan.
Namun demikian variabel tersebut hanya signifikan pada 1 saham saja (GGRM).
Variabel inflation berpengaruh negatif
terhadap 1 saham perusahaan dan selebihnya negative, dan tidak ada satupun yang
menunjukkan signifikansi. Inflation berpengaruh
secara signifikan hanya terhadap 2 saham. Penguatan mata uang Rupiah melalui
variabel exchange terlihat akan
berpengaruh secara positif terhadap return saham hanya pada 3 saham perusahaan sedangkan
pada 6 saham perusahaan lainnya berpengaruh negatif. Namun demikian hanya pada
2 saham yang ditemui pengaruhnya yang signifikan dari variabel exchange pada penelitian ini.
Tabel 5. Koefisien
Estimasi Variabel Ekonomimakro dan Total Return
α
|
βInt Int
|
βInf Inf
|
βExc ln_Exc
|
βM M
|
Adj. R2
|
|
MEDC
|
-2.167
|
-2.344
|
-0.011
|
0.260
|
1.526
|
0.667
|
0.373
|
0.387
|
0.784
|
0.331
|
0.000***
|
||
BBRI
|
1.098
|
-3.305
|
-0.047
|
-0.087
|
1.281
|
0.769
|
0.499
|
0.075*
|
0.086*
|
0.627
|
0.000***
|
||
AALI
|
0.911
|
-0.679
|
0.015
|
-0.092
|
1.896
|
0.671
|
0.781
|
0.852
|
0.781
|
0.798
|
0.000***
|
||
GGRM
|
3.498
|
1.838
|
0.025
|
-0.399
|
0.581
|
0.512
|
0.080*
|
0.397
|
0.441
|
0.070*
|
0.000***
|
||
TLKM
|
2.614
|
-2.241
|
-0.039
|
-0.261
|
0.660
|
0.555
|
0.080*
|
0.173
|
0.114
|
0.111
|
0.000***
|
||
INTP
|
0.910
|
-1.052
|
-0.017
|
-0.089
|
1.329
|
0.693
|
0.667
|
0.655
|
0.630
|
0.700
|
0.000***
|
||
UNTR
|
-1.362
|
-2.539
|
-0.023
|
0.175
|
3.003
|
0.674
|
0.778
|
0.638
|
0.770
|
0.743
|
0.000***
|
||
ASII
|
-0.205
|
-1.135
|
-0.020
|
0.033**
|
1.680
|
0.837
|
|
0.908
|
0.564
|
0.488
|
0.866
|
0.000***
|
Keterangan: *p< 0.1, **p<
0.05, **p< 0.001
Dari tabel 4 di atas terlihat bahwa
tidak adanya perbedaan antara total market pada model 1 dan model 3. Dari hasil
regresi terlihat bahwa variabel-variabel bebas relatif lebih kecil dalam mempengaruhi
variable dependen. Secara keseluruhan, keempat variabel bebas (interest rate, inflation rate, exchange rate
dan total market) mampu
menjelaskan variasi variabel dependen (return saham), ditunjukkan oleh nilai adjusted
Rsquared rata berkisar antara 51,2%
- 83,7%. Hanya variabel pasar saja yang mempunyai titik intercept yang
signifikan dan dikuatkan juga dengan tingginya nilai t-statistik yang signifikan
pada α = 5%. Dalam model 3 ini variabel interest berpengaruh negatif terhadap 7 saham
perusahaan, dan hanya satu yang berkorelasi positif (GGRM). Pada variabel inflation rata-rata berpengaruh negatif terhadap return saham
perusahaan, kecuali saham perusahaan AALI dan GGRM. Sedangkan pada variabel exchange terlihat bahwa pengaruh
positif terhadap return saham pada 4 saham perusahaan dan pengaruh negatfi pada
5 saham perusahaan.
Ini menandakan bahwa nilai estimasi
antara model 1 dan model 3 untuk variabel total market tidak ada perbedaan,
begitu juga dengan variable ekonomimakro (model 2 dan model 3) tidak ada
perbedaan yang signifikan. Ini artinya bahwa variable ekonomi makro relatif
kecil dapat memprediksikan return saham, bahkan pada beberapa saham perusahaan
tidak bisa diprediksikan, dan ini hanya dapat mengambarkan saja hubungan antara
ekonomimakro dan return saham. Perubahan variabel makro tidak serta merta
merubah return saham saat itu juga. Oleh karena itu untuk membuktikan
hipotesis berdasarkan teori, penggunaan model linier klasik saja kemungkinan
besar tidak cukup, tetapi perlu dilengkapi dengan model lain.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian tidak dapat menunjukkan signifikansi pengaruh
variabel-variabel independen (ekonomimakro) terhadap return saham perusahaan
secara memadai, hal ini memperlihatkan bahwa kondisi Bursa Efek di Indonesia
(BFJ) merupakan contoh pasar yang belum efisien sehingga masih banyak variabel
lain yang mempengaruhi kinerja return saham. Model yang telah dibentuk sendiri
hanya signifikan pada variable total market saja yang signifikani. Berdasarkan
hasil penelitian ini, kekuatan variabel-variabel independen yang diuji dalam
mempengaruhi return saham perusahaaan secara berturut-turut, meskipun relative
kecil korelasinya ialah; interest rate,
inflation rate, dan exchange
rate. Artinya Tingkat pengembalian pasar membeikan pengaruh kuat dibandingkan
variabel lainnya, sebaliknya exchange
rate memberikan pengaruh paling lemah dibandingkan variabel lainnya.
Dengan
melihat fenomena tersebut, maka para investor jangan terlalu khawatir dengan
kondisi perekonomian yang tidak pasti (uncertainty)
yang memang akan selalu ada dan harus dihadapi para investor, hal ini
dibuktikan dengan temuan ini bahwa kondisi ekonomimakro relatif kecil pengaruhnya
terhadap return saham. Namun demikian, investor diharapkan dapat berhati-hati
dengan kondisi ketidakpastian tersebut yang akan bisa menimbulkan resiko yang tinggi
pula bagi para investor.
Referensi
Alam,
Md. Mahmudul dan Md. Gazi Salah Uddi, (2009), Relationship between Interest Rate and Stock Price: Empirical Evidence
from Developed and Developing Countries, International Journal of
Business and Management, Volume 4, No. 3
Balduzzi, Pierluigi (1995) Stock returns, inflation, and the ‘proxy
hypothesis’: A new look at the data, Economics Letters, Volume
48, Issue 1, April 1995, Pages 47-53
Chen,
N. F., R. Roll, dan S. Ross. (1986), Economic Forces and Stock Market,
Journal of Business 59.
Gay,
Robert D., (2008), Effect Of
Macroeconomic Variables On Stock Market Returns For Four Emerging Economies:
Brazil, Russia, India, And China, International Business & Economics Research Journal – March 2008
Volume 7, Number 3
Günsel
dan Cukur, (2007), The Effects of
Macroeconomic Factors on the London Stock Returns: A Sectoral Approach,
International Research Journal of Finance and Economics, ISSN 1450-2887 Issue
10 (2007)
Jeffrey
F. Jaffe dan Gershon Mandelker, (1976), Inflation and the Holding
Period Returns on Bonds," Rodney L. White Center for
Financial Research Working Papers 8-75, Wharton School Rodney L. White
Center for Financial Research.
Maysami,
R. C. dan Tiong Sim Kho (2000). A vektor Error Correction Model of the
Singapore Stock Market, International Review of Economics and
Finance. Elsivier Science Science Inc, North
Holland
Pasaribu, Pananda., Wilson R. L. Tobing dan
Adler Haymans Manurung, (2008), Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap IHSG,
Working Paper
Porter, David C. dan Null Jianzhou Zhu, (2007), Efficeint
Markets, Real Stock Returns and Expected
Inflation : Evidence Using the Michigan Inflation, Journal of
International Finance and Economic, Volume VII, Number 1, 2007
Taurida, Adinda, (2008), The Relationship Between Variabel
Macroeconomic and Beta of Share to Return of Share Company Sector of
Agribusiness and Non Agribusiness in Group Jakarta Islamic Index, Thesis,
Tidak dipublikasikan, Magister of Business, Institute Technology Bandung
artikel yang menarik, kami juga punya artikel tentang 'Bursa Efek Indonesia' silahkan buka link ini
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1231/1/10207592.pdf
semoga bermanfaat ya