ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN PENAMPILAN
PASAR
PADA PEMASARAN KOPI ORGANIK DI KABUPATEN
BENER MERIAH
Jamilah
Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Malikussaleh
Abstract
In general, this research is purposed to analyzed
structure, behavior and performance market of organic coffee; The metods of
research is survey metods. The site of the research is determined as purposive
in Bener Meriah district to study properness of organic coffee developing.
If the track marketing is shotter, the price of
marketing will be smaller spent, more bigger marketing margin, price share will
be bigger and exceptionally to the trade. The collution between from seller is
strong. Price competitive on rate seriously.
Key word : Organic coffee, structure, conduct n performance market.
PENDAHULUAN
Kopi adalah salah satu bahan baku yang digunakan
untuk produk specialty coffee, saat
ini memiliki peluang pasar yang baik. Kopi merupakan hasil perkebunan yang
selain dikonsumsi sebagai minuman penyegar juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri farmasi dan kosmetika.
Kopi yang dikembangkan di Kabupaten Bener Meriah
adalah kopi organik yang sebagian besar diekspor ke Amerika, Jepang, Belanda
dan negara-negara Scandinavia. Nilai ekspor kopi mencapai 10 juta dollar AS
lebih dalam setahun. Kajian kinerja pemasaran kopi Dataran Tinggi Gayo Aceh
Tengah dengan label organik sangat menarik untuk dilakukan, karena memiliki
peluang untuk memperoleh harga jual yang sangat menguntungkan terutama untuk
komoditi ekspor karena harga kopi organik dipasar dunia lebih tinggi
dibandingkan dengan kopi non organik sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan petani kopi.
Kopi organik merupakan kopi yang diproduksi dengan
menganut pada paham pertanian yang berkelanjutan. Sistem pertanian organik
bukan berarti tidak boleh menggunakan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida
lainnya dalam meningkatkan produksi tetapi penggunaan bahan kimia tersebut
harus dibatasi sesuai standar yang telah diettapkan pada masing-masing jenis
produk pertanian oleh lembaga-lembaga sertifikasi seperti IFOAM (International Food Of Agriculture Movement).
Sistem pertanian organik yang diterapkan pada kopi
adalah sistem pertanian organik “absolute”
yaitu sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia
anorganik, dimana sasaran utamanya adalah untuk menghasilkan produk dan
kelestarian lingkungan yang bersih dan sehat, bernilai ekonomis sehingga hanya
dikonsumsi oleh kalangan terbatas eksklusif dan tidak hanya mengutamakan
produktifitas. Kelebihan dan kekurangan kopi organik, antara lain
1. Bebas dari residu pestisida sehingga aman
dikonsumsi dan tidak berdampak egatif terhadap kesehatan.
2. Kopi organik memiliki cita rasa khas
dibandingkan dengan kopi yang diproduksi dengan sistem konvensional.
3. Peningkatan produksi kopi organik tidak
menggunakan bahan kimia sehingga berpengaruh terhadap kelestarian alam atau
ramah lingkungan.
4. Pada umumnya minuman kopi dapat
menyegarkan badan dan dapat menahan rasa kantuk bagi para penggemarnya.
5. Di Indonesia, kopi arabika organik yang
terkenal adalah asal Dataran Tinggi Gayo Aceh yang mempunyai cita mutu prima dan
memperoleh harga yang baik di pasaran dunia.
Dampak usahatani terhadap kinerja
pemasaran demikian erat karena dalam suatu sistem agribisnis, kegiatan
pemasaran merupakan bagian yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan usahatani. Peran pemasaran demikian penting bagi totalitas aktivitas
agribisnis karena di dalam pasar ditentukan dua hal penting dalam bisnis
pertanian yakni harga, dalam hal ini adalah harga di tingkat petani produsen
maupun harga di tingkat konsumen akhir. Harga di tingkat petani kemudian
menentukan besarnya penerimaan dan pendapatan bersih yang diperoleh petani,
sedangkan harga di tingkat konsumen pada gilirannya menentukan tingkat kepuasan
yang diterima oleh konsumen akhir. Dengan demikian maka pemasaran merupakan subsistem
kritis yang menentukan tingkat pendapatan petani, disamping faktor-faktor
ekonomi dan teknis lainnya.
Sistem
informasi pasar yang tidak transparan dan asimetris menyebabkan petani tidak
bisa mengontrol perkembangan harga secara kontinyu dan transmisi harga menjadi
tidak seimbang (imbalance transmission) (Saragih, 1998, Simatupang,
1999). Peningkatan harga pada tingkat konsumen ditransmisikan oleh pedagang ke
petani dengan tingkat kenaikan yang lebih kecil dibanding kenaikan yang
sebenarnya terjadi. Sebaliknya, jika terjadi penurunan harga di tingkat
konsumen maka akan ditransmisikan dari pedagang ke petani dengan tingkat
penurunan yang lebih besar dibanding tingkat penurunan yang sebenarnya terjadi.
Kondisi yang demikian mengakibatkan terjadinya ekploitasi sumberdaya pada
tingkat petani melalui saluran harga.
Pada struktur dan perilaku pasar
yang demikian sulit diharapkan penampilan pasar menjadi baik. Pada kondisi
petani tidak mengetahui perkembangan harga, dimungkinkan margin pemasaran
antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir menjadi
sangat tinggi. Fenomena pasar yang demikian menurut Soekartawi (1993) telah
menyebabkan mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna dan akibatnya sistem pemasaran menjadi tidak efisien. Pada
kondisi pasar yang tidak efisien maka sulit diharapkan terjadi peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan pada tingkat petani. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan telaahan lebih lanjut pada struktur, perilaku dan penampilan pasar
pada pemasaran kopi di kabupaten Aceh Tengah.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan dengan cara purposive
yakni Kabupaten Bener Meriah mengingat kabupaten tersebut merupakan daerah
sentra produksi kakao organik di Aceh menurut indikator luas panen, produksi
dan produktivitas tanaman. Selanjutnya dipilih 2 (dua) kecamatan potensial
kakao organik. Untuk tiap-tiap kecamatan sampel dipilih 2 (dua) desa. Pemilihan
desa sampel juga dilakukan dengan cara purposive
yakni desa yang merupakan sentra produksi kopi organik. Penentuan desa sentra
produksi dilakukan dengan indikator yang sama dengan pemilihan kabupaten dan
kecamatan. Penelitian dibatasi pada analisis struktur, perilaku dan penampilan
pasar kopi organik.
Metode Pengambilan Sampel
Mengacu pada beberapa
pendapat Kalirajan dan Chruch (1991), Dillon and Hardaker (1993) dan Sinaga (1998) maka pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan
kerangka sampel, tujuan penelitian, ketersediaan data dan sumberdaya yang
diperlukan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka pengambilan sampal dilakukan
dalam dua tahap yakni sampel petani dan sampel pedagang.
Sampel
Petani. Unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
petani yang mengusahakan komoditas unggulan pertanian. Metode pengambilan
sampel petani dilakukan dengan metode simple random sampling yakni
pengambilan secara acak sederhana. Diharapkan dengan teknik ini setiap elemen
populasi mempunyai kesempatan sama sebagai sampel, resiko bias pengambilan
sampel dapat diminimisasi dan kesimpulan
yang ditarik mewakili populasi yang
diteliti (Agung 1992, Singarimbun dan Effendi 1989). Oleh sebab itu, tiap-tiap
desa dipilih 15 (lima belas) petani sampel, sehingga keseluruhan sampel
berjumlah 30 petani.
Sampel
Pedagang. Pengambilan
sampel pedagang dilakukan dengan teknik snawball sampling karena metode tersebut dianggap cukup
representatif dalam studi mengenai pemasaran (Anindita, 2003). Informasi baru
maupun terdahulu dari petani merupakan patokan untuk menelusuri saluran
pemasaran sampai konsumen akhir baik pada pasar desa, kecamatan, kabupaten dan
sebagai rujukan dalam menentukan sampel pedagang. Pada metode ini jumlah
pedagang tidak dapat ditentukan, tetapi tergantung perkembangan saluran
pemasaran yang dilalui sampai konsumen akhir.
Analisis Data
1) Analisis Struktur Pasar. Analisis struktur pasar pada dasarnya ditujukan
untuk mengetahui apakah pasar kopi organik dilokasi penelitian cenderung
mengarah pada pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna.
Komponen struktur pasar yang diteliti
meliputi ukuran usahatani, hambatan keluar masuk pasar, diferensiasi
produk, aliran komoditas dari petani ke konsumen akhir, elastisitas penawaran, dan konsentrasi penjual dan pembeli dengan
masing-masing indikator sebagai berikut:
a)
Ukuran
usahatani. Komponen
ukuran usahatani dalam hal ini digunakan indikator luas lahan usahatani yang
diusahakan.
b)
Hambatan
keluar masuk pasar.
Komponen hambatan keluar masuk pasar mengacu pada (Tibayan dan Romero, 1983), jika terdapat
kemudahan dalam keluar-masuk pasar maka struktur pasar cenderung kompetitif,
jika terjadi sebaliknya, pasar dapat bersifat monopsoni atau oligopsoni.
Indikator hambatan (barriers) meliputi kemudahan akses teknologi, ukuran
usahatani, permodalan yang diperlukan, dan kebijakan pemerintah setempat.
c)
Diferensiasi
produk. Komponen
diferensiasi produk diukur dengan indikator ukuran produk atau standar lain
yang digunakan petani dan menyebabkan perbedaan harga jual oleh petani.
d) Konsentrasi penjual dan pembeli.
·
Share
Pasar. Share pasar
merupakan kontribusi dari lembaga pemasaran ke-i dalam perdagangan komoditas
unggulan pertanian terhadap total komoditas yang diperdagangkan pada lokasi
penelitian. Share pasar dapat dihitung
dengan rumus berikut:
MSi = (Ki / T) x 100%
Keterangan :
MSi = Market share lembaga
pemasaran ke-i,
Ki = Kapasitas serap
pada lembaga pemasaran ke-i (Kg),
T = Kapasitas total komoditas yang diperdagangkan
(Kg).
2) Analisis Perilaku Pasar.
Analisis perilaku pasar lebih menekankan pada deskriptif kualitatif dari fenomena lapang terkait dengan beberapa
dimensi tingkah, meliputi: a) Metode dan prinsip pembentukan harga pada
masing-masing tingkat pemasaran, baik secara individu maupun organisasi, dan
harga berdasar pengaturan pemerintah; b) Jenis kebijakan harga di pasar oleh
pihak pedagang atau petani; c) Promosi penjualan, persaingan harga dan non
harga antar petani; d) Ada tidaknya kolusi antar pedagang dengan pedagang
lainnya; e) Pengendalian harga di pasar; f) Ada tidaknya biaya pengembangan dan
pengamatan bisnis baik oleh petani maupun pedagang.
3) Analisis Penampilan Pasar. Untuk
menganalisis penampilan pasar digunakan beberapa alat analisis antara lain : Biaya pemasaran,
margin pemasaran, keuntungan pemasaran, share harga ditingkat petani, share
biaya dan keuntungan antar lembaga pemasaran, dan tingkat pengembalian modal (Returns On Capital/ROC).
a) Biaya
pemasaran. Biaya pemasaran dihitung dari seluruh biaya yang dikeluarkan
oleh pedagang untuk penyelenggaraan usaha pemasaran yang dihitung pada setiap
tingkat pemasaran. Untuk lembaga pemasaran ke-i maka biaya pemasaran dapat dihitung dengan:
Bpi
=
Keterangan :
Bpi = Biaya pemasaran lembaga
ke-i (Rp/ Kg)
bij =
Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke i dari berbagai jenis biaya dari
biaya ke-j = 1 sampai ke-n.
b) Margin
pemasaran. Total margin pemasaran merupakan selisih antara harga yang
diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen, atau dapat juga sebagai
penjumlahan margin pemasaran pada setiap tingkat pemasaran yang terlibat dalam
satu saluran pemasaran. Margin pemasaran dirumuskan:
MP
= Pr – Pf
Keterangan
:
MP = Total margin pemasaran (Rp/ Kg).
Pr =
Harga tingkat konsumen (Rp/ Kg)
Pf =
Harga tingkat petani (produsen) (Rp/ Kg).
c) Keuntungan
pemasaran. Keuntungan pemasaran lembaga ke-i merupakan selisih antara harga
jual dan harga beli oleh lembaga pemasaran ke-i terhadap biaya yang dikeluarkan
oleh lembaga tersebut. Untuk lembaga pemasaran ke-i, maka keuntungan pemasaran
adalah:
Kpi
= Pji – Pbi -
Keterangan
:
Kpi =
Keuntungan pemasaran lembaga ke-i
(Rp/ Kg).
Pji =
Harga jual lembaga pemasaran ke-i (Rp/ Kg).
Pbj =
Harga beli lembaga pemasaran ke-i
(Rp/ Kg).
d) Share
Harga yang Diterima Petani. Share harga yang diterima petani merupakan
proporsi dari harga yang diterima petani terhadap biaya yang dibayar konsumen
akhir:
SPf = Pf
x 100%
Pr
Keterangan
:
SPf = Share harga di tingkat petani (%).
Pf =
Harga di tingkat petani (Rp/ Kg).
Pr =
Harga di tingkat konsumen (Rp/ Kg).
e) Share Biaya dan Keuntungan
Pemasaran. Share biaya dan share keuntungan pemasaran dapat dihitung dengan
rumus:
Ski = (Ki) / (Pr – Pf) x 100%
Sbi =
(Bi) / (Pr – pf ) x 100%
Keterangan :
Ski
= Share keuntungan lembaga pemasaran ke-i,
Sbi
= Share biaya pemasaran ke-i.
Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai
berikut: a) Apabila perbandingan share keuntungan dari tiap lembaga yang
terlibat dalam pemasaran tidak merata,
maka sistem pemasaran dikatakan
tidak efisien; b) Apabila perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasaran
tiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran merata dan cukup logis,
maka sistem pemasaran dikatakan efisien.
f) Tingkat
Pengembalian Modal (Return On Capital/ROC). Pengukuran pengembalian atas
modal yang digunakan dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif perusahaan
atau lembaga pemasaran menggunakan sumberdaya yang ada. Hal ini terkait dengan
perencanaan strategi pemasaran yang efektif dengan kecenderungan meningkatkan
margin penjualan atau laba. Tingkat pengembalian modal ditunjukkan dengan
persentase keuntungan bersih dengan total biaya pemasaran (Tibayan dan Romero,
1983), dinyatakan dengan rumus :
ROC = Laba bersih x 100%
Modal
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Perkembangan Kopi Organik
Saat ini, produktivitas tanaman kopi berkisar pada
angka 735 kg/ha/tahun. Produktivitas tersebut masih dapat ditingkatkan karena
potensi produksi diperkirakan bisa mencapai 1.500 kg/ha/tahun. Belum optimalnya
produktivitas tanaman kopi, antara lain disebabkan oleh : (1) masih banyak
kebun kopi rakyat yang rusak/terlantar disebabkan oleh konflik, tanaman tua dan
rusak; (2) belum tersedianya bibit unggul dalam jumlah yang memadai; (3)
terbatasnya kemampuan petani dalam penyediaan sarana produksi; (4) terbatasnya
jumlah tenaga penyuluh lapangan;
(5) kualitas SDM tenaga penyuluh masih rendah; (6)
kelembagaan petani belum berfungsi secara optimal; (7) belum seragamnya varians
dalam satu hamparan tanaman.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan tersebut,
pemerintah telah melakukan upaya rehabilitasi dan intensifikasi berupa
penyediaan sarana produksi seperti bibit kopi, pestisida, herbisida dan
peralatan pendukung lainnya. Bantuan bibit untuk rehabilitasi kebun kopi yang
dimulai sejak tahun 2003 sampai 2008 untuk kebun kopi tua dan rusak, kini
sekitar 383 ha telah berproduksi yang mencapai 19.890 kg. Pendeknya,
rehabilitasi kebun kopi yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi, tercatat rata-rata peningkatan produksi sebesar 78,25 kg/ha (11%).
Seiring dengan peningkatan produksi, tumbuh pula
usaha baru di kalangan para petani kopi seperti
adanya 41 orang
penangkar yang mampu menopang 164 orang tenaga kerja. Terbentuk pula
Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya di kampung Merah Mege Kecamatan Atu
Lintang. Berdirinya industri pengolahan bubuk kopi oleh Gapoktan UP3HP
yang memberi nama produknya dengan “Arigayo
Coffee” serta usaha pengolahan pupuk kompos dari sisa kulit merah dan kulit
tanduk di Kampung Blang Gele.
Meningkatnya produksi kopi di Kabupaten Bener
Meriah tidak terlepas dari makin tingginya intensitas penyuluhan termasuk peran
serta stakeholder seperti APEKI, Forum Kopi, NCBI, FAO, UNDP (APED), HAAI,
termasuk eksportir CV. Aridalta Mandiri, KBQ Baburrayan, dan CV. Ate Tamon.
Struktur Pasar
Struktur pasar yang ditandai dengan tingkat
keeratan hubungan bisnis antara petani/peternak dengan segenap lembaga
pemasaran, yang menyebabkan adanya variasi harga antar tingkatan pasar dan
mencerminkan derajat integrasi pasarnya.
1. Pangsa Pasar dan Konsentrasi
Pembeli
Secara kuantitatif, struktur pasar dapat
diketahui dengan menghitung derajat konsentrasi pembeli sehingga diketahui
secara umum gambaran imbangan kekuatan posisi tawar menawar petani terhaap
pembeli. Ekspor kopi Aceh terutama ditujukan ke Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang. Peluang pasar yang cukup potensial pada saat ini adalah Cina dan korea
Selatan. Jenis kopi yang diekspor adalah kopi arabika dengan merek dagang Gayo
mountain Coffee, memiliki citra mutu prima dan harga yang baik di pasaran
dunia.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis
pangsa pasar (market share), pada
tingkat pedagang pengumpul desa, pasar yang terbentuk adalah pasar oligopoly
longgar (antara > 40% dan < 60%). Hal ini terbukti dengan 4 orang
pedagang tingkat desa terbesar memiliki market share atau konsentrasi komulatif
sebesar 47,51% dari total market share.
Market
share pada pedagang
bandar membentuk sistem pemasaran kopi yang bersifat oligopoly dengan
konsentrasi ketat sebesar 74,70% dari total market
share (> 60% - 100%). Dengan demikian, pangsa pasar kopi belum mencapai
bentuk pasar monopoli murni karena masih ada 3 perusahaan yang berperan untuk
mencapai 100%. Namun demikian, pangsa pasar (market share) pada pedagang bandar termasuk pada kriteria
perusahaan yang dominan karena tidak ada pesaing yang kuat.
2. Diferensiasi Produk
Manfaat dari diferensiasi produk adalah
untuk memperoleh keunggulan atas pesaingnya. Suatu perusahaan harus
mempromosikan suatu nilai kepada para konsumen dengan melakukan segala kegiatan
secara lebih efisien dibanding para pesaingnya seperti keunggulan biaya yang
lebih murah atau dengan melakukan kegiatan dengan cara yang unik dalam
menciptakan nilai pembeli yang lebih besar.
Produksi kopi Gayo Aceh memiliki beberapa
keunikan yang terkenal dengan nama kopi organik yang bercita rasa khas,
diproduksi dengan cara tanpa penggunaan bahan kimia (kopi organik) seperti
pupuk dan psetisida serta proses produksinya telah memiliki standar mutu yang
jelas dengan kualitas mutu nomor satu (grade 1) dibandingkan dengan kopi yang
diproduksi dari daerah lainnya. Keunikan tersebut menyebabkan harga kopi yang
diproduksi di Dataran Tinggi Gayo Aceh dikenal masyarakat internasional sebagai
salah satu produk kopi yang memenuhi standar kesehatan dan aman untuk
dikonsumsi sehingga mempunyai keunggulan dan memperoleh harga jual dan pangsa
pasar yang baik dibandingkan kopi konvensional.
3. Hambatan Masuk Pasar dan Tingkat
Pengetahuan Tentang Pasar
Secara kasat mata, tidak ada hambatan yang
berarti untuk memasuki pasar kopi organik. Namun dalam prakteknya terutama
petani mengalami sejumlah hambatan. Dalam sistem pemasaran yang efisien, sangat
diperlukan suatu sistem informasi pasar yang memadai. Tetapi dalam
kenyataannya, informasi pasar yang dibutuhkan tidak selalu diperoleh petani
atau pelaku pemasaran yang lain. Informasi yang diperoleh sering tidak lengkap
sehingga menyebabkan lemahnya posisi pasar bagi segmen yang bersangkutan. Untuk
itu diperlukan suatu lembaga yang dapat menjamin tersedianya informasi pasar
bagi pelaku pasar yang membutuhkannya.
Adapun hambatan masuk pasar kopi adalah
keterbatasan modal, alat komunikasi, dan lemahnya pengetahuan dan pengalaman
petani maupun pedagang. Hal ini menyebabkan petani maupun pedagang tidak dapat
melakukan produksi dan pemasaran kopi secara efisien. Informasi tentang
turunnya harga selalu mengakibatkan kerugian di pihak pedagang pengumpul dan
petani, sementara disisi lain mereka dituntut menjual kopi organik berdasarkan
standar mutu, lingkungan dan kesehatan.
Bagi pedagang, keterbatasan modal yang
dimiliki menyebabkan mereka kesulitan dalam pengembangan industri pengolahan
biji kopi (green coffee) maupun dalam
proses transaksi, dan rata-rata pedagang tidak memiliki latar belakang
pengetahuan bisnis.
Perilaku Pasar
1. Aliran Produk dan Saluran
Pemasaran
Umumnya, kopi dipasarkan petani ke pasar-pasar
lokal baik di tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten. Penyaluran kopi dalam jumlah kecil, biasanya
dilakukan pedagang pengumpul desa, sedangkan penyaluran kopi dalam jumlah besar
melalui pedagang pengumpul kabupaten. Informasi tentang pasar yang terbatas,
keterikatan para petani dan pelaku pasar tertentu baik secara kekeluargaan
maupun secara finansial serta pengetahuan petani yang sangat kurang menyebabkan
petani lebih memilih menggunakan saluran pemasaran yang praktis, cepat dan
tidak banyak mengeluarkan biaya tambahan sehingga pendapatan yang diperoleh juga
sangat sedikit.
|
Gambar 1. Saluran Pemasaran Kopi
Berdasarkan gambar 1 diatas, terlihat jelas bahwa
ada 3 tipe saluran pemasaran kopi di daerah penelitian, yaitu :
1. Petani Ped. pengumpul desa Ped. bandar Ped. besar
2. Petani Ped. bandar Ped. besar
3. Petani Ped. besar
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 53,70%
petani responden menggunakan saluran pemasaran 1 dan hanya 33.33% petani
responden menggunakan saluran pemasaran 2, selisihnya 12,97% menggunakan
saluran pemasaran 3. Hal ini disebabkan karena umumnya letak kebun kopi jauh
dari pemukiman penduduk atau sulit dijangkau sehingga petani memilih menjual
kopi ke pedagang pengumpul desa yang mendatangi kebun kopi meskipun harga jual
kopi relatif lebih murah dibandingkan penjualan kopi ke pedagang bandar dan
pedagang besar. Sebaliknya, petani menjual kopi secara langsung ke pedagang
besar apabila petani tersebut memiliki sarana transportasi sendiri, memiliki
pengetahuan pasar dan volume penjualan kopi relatif lebih banyak.
2. Kolusi dan Strategi Petani
Secara garis besar, bagi seluruh komoditas
yang diteliti, posisi petani di pasar adalah sebagai penerima harga (price taker). Petani tidak dapat menentukan harga jual. Petani
memiliki beberapa strategi dalam budidaya dan pemasaran kopi, yaitu :
1. Para petani menerapkan program
ekstensifikasi dan intensifikasi dengan cara memperluas lahan kebun atau
menambah jumlah pertanaman sebanyak mungkin untuk meningkatkan pendapatan yang
maksimal.
2. Mempertahankan agar lahan kopi tetap
organik yang menganut pada sistem pertanian organik dengan tidak memakai
pestisida dan bahan kimia lain, tetap memakai input berlabel organik dalam
meningkatkan produksinya.
3. Untuk memperoleh penghasilan tambahan,
para petani sering mencampur kopi organik jenis arabika dengan jenis robusta
yang harganya lebih murah dibnadingkan dengan kopi jenis arabika.
4. Melakukan pemanenan lebih awal meskipun
keadaan buah belum masak (buah belum berwarna merah). Hal ini dilakukan petani
ketika harga sedang mahal atau terdesak oleh biaya kebutuhan hidup.
5. Bagi petani maju dan tergolong mampu
melakukan pengolahan buah dan biji kopi sendiri serta menyimpannya. Hal ini
dilakukan untuk mempertahankan harga dan menunggu waktu yang tepat dengan harga
yang tepat untuk dijual
3. Kolusi dan Strategi Pedagang
Persaingan harga diantara pedagang pada
setiap tingkatan terjadi dengan ketat. Bila salah satu pedagang meningkatkan
harga beli di tingkat petani maka diikuti oleh pedagang lainnya, tetapi jika
terjadi penurunan harga beli pada salah satu pedagang maka belum tentu diikuti
oleh pedagang lainnya. Jika hal ini terjadi tentu akan menguntungkan petani,
tetapi pada kenyatannya yang sering terjadi justru sebaliknya yaitu para
pedagang secara bersamaan menurunkan harga yang berdampak merugikan petani atau
menguntungkan pihak pedagang. Hal ini membuktikan bahwa kolusi diantara
pedagang di daerah penelitian masih sangat kuat.
Pada tingkat pedagang kopi, ada beberapa
strategi yang diterapkan dalam memasarkan kopi, yaitu :
1. Pedagang sering mencampur kopi yang
bermutu baik dengan yang bermutu rendah untuk memenuhi kekurangan kebutuhan
kontrak dan untuk meningkatkan keuntungan ketiaka harga kopi naik sementara
biji kopi sulit diperoleh.
2. Memberikan informasi harga ynag selalu
rendah kepada petani meskipun tidak yakin terhadap informasi harga tersebut,
sehingga dalam hal ini pedagang tetap diuntungkan.
3. Menentukan harga dasar diantara pedagang
namun menutupi harga kopi yang sebenarnya pada tingkat petani maupun pedagang
dibawahnya.
4. Memenuhi standar mutu kopi organik yang
diinginkan konsumen.
Penampilan Pasar
Analisis penampilan pasar komoditas dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan margin pemasaran,
pendekatan share harga di tingkat petani, pendekatan share biaya dan Ratio
keuntungan antara lembaga pemasaran, dan pendekatan tingkat pengembalian modal
(Return Of Capital/ROC).
1.
Penampilan Pasar dengan Pendekatan Margin
Pemasaran
Margin pemasaran ditentukan oleh besarnya biaya
pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan dan diterima lembaga pemasaran. Berikut dijelaskan besarnya
margin pemasaran pada tiap-tiap komoditas yang diteliti.
Tabel 1.
Rekapitulasi Margin Pemasaran Kopi Di Daerah Penelitian
Saluran Pemasaran
|
Margin Pemasaran
(Rp/kg)
|
Persentase
(%)
|
I
|
13.250
|
36.36
|
II
|
11.250
|
30.95
|
III
|
11.850
|
32.59
|
Jumlah
|
36.350
|
100.00
|
Rata-rata
|
12.116,67
|
|
Sumber : Data Primer (diolah), 2008.
Tabel 1 Jelas terlihat bahwa distribusi margin
pemasaran tidak merata antar saluran pemasaran. Margin pemasaran tertinggi
sebanyak Rp. 13.250 tercapai pada saluran pemasaran I. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin panjang saluran pemasaran, maka semakin besar biaya pemasaran
sehingga semakin besar margin pemasaran.
2.
Penampilan Pasar dengan Pendekatan Share
Harga Di Tingkat Petani/peternak
Perolehan besarnya Share harga petani bervariasi
tergantung saluran pemasaran. Untuk lebih jelasnya, perbandingan share harga
yang diterima petani diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 2.
Share Harga Di Tingkat Petani
pada Pemasaran Kopi Di Daerah Penelitian
Saluran Pemasaran
|
Share Harga Di Tingkat Petani
(%)
|
Persentase
(%)
|
I
|
31.17
|
26.46
|
II
|
43.04
|
36.55
|
III
|
43.57
|
36.99
|
Jumlah
|
117.78
|
100.00
|
Rata-rata
|
39.26
|
|
Sumber : Data Primer (diolah), 2008.
Tabel 2 di atas, memperlihatkan bahwa
distribusi share harga di tingkat petani tidak merata. Ini biasa terjadi saat
panen besar karena pedagang pengumpul desa dapat menjual kopi dalam jumlah
lebih besar ke pedagang besar. Petani langsung menjual ke pedagang besar dengan
harga yang lebih tinggi meski petani harus mengeluarkan sedikit biaya
pengangkutan, namun persentase pengeluaran biaya relatif lebih kecil dibanding
keuntungan yang dietrima petani. Distribusi share harga ini yang belum merata
sekaligus menunjukkan bahwa sistem pemasaran kopi belum efisien.
3.
Penampilan Pasar dengan Pendekatan Share
Biaya dan Keuntungan Antar Lembaga Pemasaran.
Setiap lembaga pemasaran mengharapkan
share yang lebih besar antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang
diperoleh. Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa ada perbedaan share
biaya dan keuntungan baik pada tingkat petani maupun pedagang pada
masing-masing saluran pemasaran. Share biaya dan keuntungan pada tingkat petani
tertinggi pada saluran pemasaranke-III karena petani menjual langsung kepada
pedagang bandar dengan harga jual yang lebih tinggi sehingga besaran biaya
usahatani dan pemasaran yang dikeluarkan sebesar 1 satuan akan memberikan
keuntungan sebesar 0.38. Namun demikian share biaya dan keuntungan di tingkat
petani lebih kecil dibanding share biaya dan keuntungan pedagang.
Tabel 3. Rasio
Keuntungan dan Biaya pada Masing-masing Tingkat Pasar di Berbagai Saluran
Pemasaran Kopi Di Daerah Penelitian
Saluran
Pemasaran
|
Petani
|
Pedagang pengumpul Desa
|
Pedagang Bandar
|
I
|
1,20
|
0,29
|
0.35
|
II
|
1,20
|
0.50
|
-
|
III
|
1,20
|
-
|
0.36
|
Sumber : Data Primer (diolah), 2008.
Pada tingkat pedagang, perolehan share
biaya dan keuntungan tertinggi pada pedagang pengumpul desa yaitu 0.50, artinya
setiap satu satuan biaya pemasaran yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan
bagi pedagang pengumpul desa sebesar 0.50 dari biaya tersebut.
4 Penampilan
Pasar dengan Pendekatan Tingkat Pengembalian Modal (Return
Of Capital/ROC)
Pada Tabel 4 terlihat jelas bahwa tingkat
pengembalian modal yang paling tinggi ditingkat pedagang pengumpul desa sebesar
50,48%, artinya setiap modal usaha yang diinvestasikan dalam usahataninya untuk
satu musim tanam, maka petani akan mendapatkan tambahan nilai modal sebesar
50,48%. Tingkat pengembalian modal ditingkat pedagang, fluktuasinya cenderung
lebih kecil, namun demikian distribusinya belum merata sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemasaran kopi di daerah penelitian belum efisien
Tabel 4.
Perbandingan Ratio Tingkat Pengembalian Modal (ROC) Lembaga Pemasaran pada
Pemasaran Kopi Di Daerah Penelitian
Saluran
Pemasaran
|
ROC
Pedagang Pengumpul Desa
(%)
|
ROC
Pedagang Bandar
(%)
|
I
|
28,38
|
35,56
|
II
|
50,48
|
-
|
III
|
-
|
36,63
|
Sumber : Data
Primer (diolah), 2008.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Struktur pasar kopi organik mengarah pada
pasar oligopsoni. Hambatan masuk pasar adalah keterbatasan modal, alat
komunikasi, dan lemahnya pengetahuan dan pengalaman petani maupun pedagang
sehingga pemasaran kopi organik menjadi tidak efisien. Informasi tentang
turunnya harga selalu mengakibatkan kerugian di pihak pedagang pengumpul dan
petani, sementara disisi lain mereka dituntut menjual kopi organik berdasarkan
standar mutu, lingkungan dan kesehatan.
2. Informasi pasar yang terbatas, keterikatan
para petani dan pelaku pasar tertentu baik secara kekeluargaan maupun secara
finansial serta pengetahuan petani yang sangat kurang menyebabkan petani lebih
memilih menggunakan saluran pemasaran yang praktis, cepat dan tidak banyak
mengeluarkan biaya tambahan sehingga pendapatan yang diperoleh juga terbatas.
3. Semakin
panjang saluran pemasaran maka semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan.
Distribusi share harga belum merata sekaligus menunjukkan bahwa sistem
pemasaran kopi organik belum efisien.
Saran
1. Perlu
adanya pengembangan informasi pasar yang menyeluruh dan komprehensif, intensif
dengan materi berkualitas dan tepat waktu melalui asosiasi kopi atau
pembentukan bulletin kopi.
2. Pengembangan wadah kooperatif seperti kontak
tani, kelompok tani dan koperasi tani yang didahului dengan pengembangan dan
pemberdayaan dalam rangka perbaikan posisi tawar menawar ditingkat petani dan
menembus pasar potensial.
4. Meningkatkan agribisnis kopi organik melalui
kegiatan pelatihan, pemagangan, penyuluhan, studi banding disamping bantuan
modal dan teknologi tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I.G.N. 1992. Metode
Penelitian Sosial: Pengertian dan Pemakaian Praktis. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Anindita, R. 2003. Dasar-dasar Pemasaran Hasil Pertanian. Jurusan Sosek
Unibraw, Malang.
Dillon, J.L. and J. B.
Hardaker. 1993. Farm Management Research for Small Farmer Development.
Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome.
Kalirajan, K. and Chruch,
P.E. 1991. Elementary statistical procedures and statistical measures. in Basic
Procedures for Agroeconomics Research,
9-30. International Rice Research Institute, Philipines.
Saragih, B. 1998. Agribisnis:
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia
Persada dan PSP-LEMLIT IPB, Bogor.
Simatupang, P. 1999. Kemitraan
Agribisnis Bedasarkan Paradigma Ekonomi Biaya Transaksi. Puslit Sosek, Bogor.
Sinaga, B.M. 1998. Metode
pengumpulan data dalam penelitian sosial ekonomi. bahan pelatihan Metodologi dan Manajemen Penelitian
Bidang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Singarimbun, M. dan S.
Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Soekartawi. 1993. Agribisnis:
Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tibayan dan Romero. 1983. Market
Structure, Conduct and Performance of
Copra Marketing System in Selected Towns of Bicol Region. MS Thesis.
UPLB, Philipina.
Tomek, W.G and K. Robinson.
1977. Agricultural Product Price. Cornel Univercity Press, London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar