ANALYSIS
IMPACT OF VILLAGE DEVELOPMENT PROGRAM (PPG) TO INCREASING INCOME THE POOR
FAMILY
IN ACEH UTARA
DISTRICT
Muhammad Nasir, SE, M.Si
(Dosen Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe)
ABSTRACT
The purpose of
this research is to know how much impact of village development program (PPG)
on the increasing of the poor family and decreasing poverty level in Aceh Utara
District. This research is to analysie the influence if amount of working
capital aid of PPG, working hours, and direct cash aid (BLT) on the earnings of
receiver of aid.
The findings of
the research show that poverty gap index in Aceh Utara district is 0,1547 and
poverty severity index is 0,0455. The findings of the research also show that
amount of working capital aid of PPG,
working hours, and direct cash aid
have a positive impact on earnings of receiver of aid, simultaneously and also
partial. PPG is able to increase the income of people is 6,47%, and to
decreasie of poverty level 3,39%. So that recommended to government of Aceh
Utara District to the continued of the PPG program’s.
Keywords :
income, capital aid, time of work, poor family.
1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Persoalan kemiskinan yang timbul merupakan suatu
masalah utama yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan, karena kemiskinan menyebabkan penduduk tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokoknya yang sesuai dengan
standar kualitas hidup yang baik. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah perlu
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kemiskinan yang terjadi.
Penyebab
kemiskinan diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi budaya malas, kebiasan buruk, keterampilan
yang dimiliki masih rendah, dan faktor kekurangan fisik lainnya. Sedangkan
faktor eksternal meliputi masih maraknya korupsi, kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam pembangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat
bawah, seperti sektor pendidikan, kesehatan dan sektor dasar lainnya. Akibat
kedua faktor tersebut menyebabkan produktivitas masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya menjadi rendah.
Akibat
krisis ekonomi yang menekan perekonomian Indonesia yang terjadi pada tahun 1997
telah membawa dampak yang buruk terhadap Negara Indonesia termasuk didalamnya
Kabupaten Aceh Utara. Salah satunya dapat dilihat melalui angka kemiskinan yang
masih cukup tinggi terutama di Kabupaten Aceh Utara. Keadaan ini diperparah
lagi dengan terjadinya konflik bersenjata antara TNI/POLRI dan GAM sejak tahun
1998 sampai 2005, serta bencana gempa dan tsunami yang menimpa wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pada akhir tahun 2004, yang berakibat terhambatnya
pembangunan disegala bidang yang sedang dilaksanakan, hancurnya sarana dan
prasarana umum, dan hilangnya sumber-sumber perekonomian di seluruh wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dan Kabupaten Aceh Utara khususnya.
Keadaan tersebut berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan yang relatif
tinggi di Kabupaten Aceh Utara. Ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1
Jumlah Kepala Keluarga, Kepala Keluarga
Miskin, dan Persentase Keluarga Miskin Kabupaten Aceh Utara (Tahun 2003 - 2005
- 2009)
No.
|
Tahun
|
Jumlah KK
|
Jumlah KK Miskin
|
Persentase KK Miskin
|
1.
|
2003
|
96.992
|
42.216
|
43,53
|
2.
|
2005
|
104.141
|
46.344
|
44,51
|
3.
|
2009
|
106.682
|
55.438
|
51,97
|
Sumber : BPS dan
BAPPEDA Kabupaten Aceh Utara.
Program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia telah dilakukan sejak zaman penjajahan yaitu melalui
transmigrasi. Pada masa orde baru sampai sekarang ini pemerintah telah
meluncurkan berbagai Inpres dalam rangka penanggulangan kemiskinan, seperti
Inpres Kesehatan, Inpres Pasar, Inpres Pendidikan dan terakhir Inpres Desa
Tertinggal (IDT), namun masih banyak program dan proyek penanggulangan
kemiskinan lainnya seperti Program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra),
Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra), Proyek Pembangunan Prasarana
Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara
dalam rangka mengurangi kemiskinan di daerahnya yaitu dengan meluncurkan
program PPG yang berpola seperti pola program PPK yang dibiayai Bank Dunia.
Sumber dana untuk PPG adalah dari APBD Kabupaten Aceh Utara yang dialokasikan
selama dua tahun anggaran yaitu Tahun Anggaran 2002 dan 2003 yang diperuntukkan
untuk biaya operasional, bidang sarana dan prasarana, dan bidang ekonomi
produktif, serta bidang sosial kemasyarakatan.
Dana PPG yang telah
dialokasikan sejak tahun anggaran 2002 dan 2003, tetapi pelaksanaan PPG baru
direalisasikan pada tahun 2004 dan 2005. Hal ini dilakukan, mengingat situasi
dan kondisi di Kabupaten Aceh Utara pada saat tersebut masih dalam keadaan
konflik, dan dikhawatirkan dana tersebut tidak tepat sasaran.
Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara sangat serius dalam penanggulangan kemiskinan, dimana
seluruh desa (gampong) yang berjumlah 852 gampong di Kabupaten Aceh Utara
mendapat bantuan langsung dana PPG. Dan pada tahun 2005 keluarga miskin di
Kabupaten Aceh Utara juga mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berasal
dari dana kompensasi bahan bahar minyak. Bantuan ini juga berpengaruh terhadap
pendapatan keluarga miskin, tetapi kenyataannya jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Aceh Utara masih tetap tinggi.
Kenyataan yang didapat tersebut mengundang banyak pertanyaan
diantaranya kemungkinan program tersebut kurang tepat sasaran, atau tidak
adanya kelanjutan dari program tersebut, atau kemungkinan lain terjadinya
peningkatan jumlah penduduk miskin akibat adanya konflik dan bencana gempa
serta tsunami yang melanda Kabupaten Aceh Utara. Oleh karena itu penelitian ini
difokuskan pada dampak dari PPG yang diterapkan dalam penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Aceh Utara, terutama dalam hal peningkatan pendapatan keluarga
miskin.
1.2.
Permasalahan
Berdasarkan
latar belakanga masalah penelitian di atas maka dapat dirumuskan permasalah sebagai
berikut apakah kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program PPG dan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) serta jumlah jam kerja berdampak terhadap
peningkatan pendapatan keluarga miskin dan dapat mengurangi jumlah penduduk
miskin?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak program PPG dan BLT
serta jumlah jam kerja dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan
mengurangi jumlah penduduk miskin.
1.4.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan
bagi para pengambil kebijakan dan para perencana pembangunan di Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara khususnya dan Pemerintah Provinsi NAD umumnya, serta
pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam bidang atau program penanggulangan
kemiskinan.
2. Sebagai karya ilmiah yang dapat memberikan
konstribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang ekonomi
pembangunan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu persoalan dalam setiap
negara yang selalu diusahakan untuk ditanggulangi demi meminimalisasinya atau
bahkan untuk dihilangkan. Namun kenyataannya kemiskinan masih dapat ditemui dan
terjadi dalam setiap kehidupan manusia di dunia ini terutama di negara-negara
terbelakang atau sedang berkembang termasuk di Indonesia yang ditandai oleh
banyaknya pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan.
World Bank (2002 : 1-2) mendifinisikan kemiskinan
merupakan kemampuan atau sumber daya yang dimiliki oleh rumah tangga atau
individu untuk memenuhi kebutuhannya, berdasarkan aspek perbandingan
pendapatan, pengeluaran, pendidikan, atau kelengkapan lain dari individu dengan
beberapa batasan yang ditentukan, dan mereka yang berada di bawah batas yang
ditentukan tersebut dikatakan sebagai miskin. Dan penyebab kemiskinan menurut
World Bank (2002 : 131) adalah disebabkan oleh faktor-faktor berupa karakteristik penduduk menurut wilayah atau
komunitas yaitu kondisi tempat tinggal di daerah pedesaan/perkotaan,
karakteristik rumah tangga dan individu yaitu struktur dan ukuran rumah tangga,
rasio ketergantungan dan jender kepala rumah tangga, karakteristik ekonomi
meliputi pendapatan, pengeluaran, ketenagakerjaan, dan karakteristik sosial
meliputi kesehatan, pendidikan, tempat tinggal atau perumahan.
Bappenas
(1994) mengemukakan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan, yang terjadi
bukan karena dikehendaki simiskin, melainkan karena tidak dapat dihindari
dengan kekuatannya sendiri. Kemiskinan antara lain ditandai dengan sikap dan tingkah
laku yang menerima keadaan seakan tidak berubah, yang tercermin di dalam
lemahnya keinginan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia,
rendahnya produktifitas, terbatasnya modal, rendahnya pendapatan, terbatasnya
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
Berdasarkan
penjelasan BPS (2003) yaitu rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga
banyak, kepala rumah tangga merupakan pekerja, tingkat pendidikan rumah tangga
maupun anggotanya rendah, sering berpindah-pindah lapangan pekerjaan dan
sebagian lain pendapatannya bersumber dari sektor pertanian. Kemiskinan juga juga diukur menurut batasan garis kemiskinan,
seperti yang dikemukakan Sajogyo (1977) (Mubyarto 1990 : 153) kemiskinan ditentukan berdasarkan garis
kemiskinan yang mana penentuan garis kemiskinan ditentukan berdasarkan
kebutuhan minimum rumah tangga adalah 240 Kg beras setiap orang per tahun di
pedesaan dan 360 Kg beras setiap orang per tahun di daerah kota. Penetapan
garis kemiskinan ini setara dengan nilai beras di maksudkan untuk dapat
membandingkan tingkat hidup antar waktu dan perbedaan harga kebutuhan pokok
antar wilayah.
2.1.2 Program Pembangunan Gampong (PPG)
Diperlukan
sikap yang tidak memperlakukan orang miskin sebagai objek, tetapi sebagai
subjek pembangunan. Orang miskin bukan orang yang tidak apa-apa melainkan orang
yang memiliki sesuatu, walaupun seadanya (Mubyarto, 1999:169). Dilandasi
pemikiran untuk menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2002 mewujudkan suatu suatu sistim
pembangunan daerah yang aspiratif dan partisipatif melalui PPG. Program ini
ditujukan untuk mendekatkan pembangunan kepada masyarakat paling bawah dalam
menanggulangi kemiskinan dan ketergantungan terhadap pihak lain. Disamping itu
program ini bertujuan memperkecil ketimpangan pembangunan diantara masyarkat
gampong dan kota, sehingga dapat mempercepat tercapainya tingkat kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh.
Beberapa
prinsip yang digunakan dalam pengelolaan PPG antara lain dikelola secara
terbuka oleh masyarakat dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, dapat menambah pendapatan dengan cara mendidik
masyarakat agar mampu mengelola kegiatan pembangunan secara profesional dan
ekonomis, dan hasil dari pembangunan harus digulirkan oleh dan untuk masyarakat
itu sendiri, sehingga dapat menciptakan akumulasi modal dalam wadah
perekonomian gampong (Bappeda, 2002). Berdasarkan prinsip tersebut maka
kegiatan ekonomi produktif meliputi bidang pertanian tanaman pangan,
perkebunan, perikanan, peternakan, industri dan perdagangan kecil menjadi salah
satu sasaran dan kegiatan prioritas program.
Disamping
program PPG, Kabupaten Aceh Utara juga mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT)
yaitu dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pemerintah pusat yang
khusus diberikan kepada kelurga miskin.
2.1.3
Pendapatan
Pendapatan biasanya digunakan untuk
menentukan tingkatan taraf hidup suatu penduduk, oleh karena itu pembangunan
yang dilaksanakan ditujukan salah satunya untuk meningkatkan pendapatan
penduduk. Todaro (2000 : 47) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya kemiskinan
pada suatu negara tergantung pada tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan
juga tinggi rendahnya tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan.
Tingginya pendapatan nasional per kapita suatu negara tanpa diikuti dengan
pemerataan distribusi pendapatan akan membuat angka kemiskinan tetap tinggi.
Demikian juga sebaliknya pendistribusian pendapatan yang merata tanpa adanya
peningkatan pendapatan akan membuat kemiskinan meluas dan meningkat.
2.1.4
Jam Kerja
Jam kerja merupakan waktu yang digunakan untuk bekerja dan dapat
dilihat dari adanya produktivitas tenaga kerja. Hasan (1992) (Diliana, 2005 : 18) mengutarakan
bahwa setiap jam kerja yang digunakan oleh seorang tenaga kerja yang
berhubungan dengan kegiatan usahanya maka ia akan mendapatkan pembayaran upah
sebagai hasil pendapatan yang diterimanya. Jika tingkat upah dianggap sebagai
produksi dari pendapatan maka dengan demikian besarnya pendapatan akan
ditentukan atau dipengaruhi oleh besarnya jam kerja.
2.1.5
Kesenjangan Kemiskinan
Menurut
Masbar (2002 : 272) kesenjangan pendapatan terjadi akibat adanya masyarakat yang
memiliki akses dan tidak memiliki akses terhadap pembangunan. Kelompok kedua
ini tetap miskin dan tidak mampu menaikkan taraf hidup mereka sedangkan
kelompok pertama terus mengalami peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
sehingga jurang antara kedua kelompok tersebut akan terus melebar. Hal ini akan
menimbulkan berbagai persoalan sosial di masa yang akan datang.
World Bank (2002 : 69 – 72),
merekomendasikan beberapa ukuran/indeks kemiskinan diantaranya Poverty Gap
Index dan Poverty Severity Index. Poverty Gap Index (Indeks
Kesenjangan Kemiskinan) yaitu menghitung seberapa jauh individu jatuh di bawah
garis kemiskinan (jika mereka termasuk kategori miskin), dan menyatakan indeks
tersebut sebagai suatu persentase terhadap garis kemiskinan. Secara lebih spesifik
indeks ini mendefinisikan kesenjangan kemiskinan dikurangi
pendapatan/pengeluaran dari individu/penduduk miskin. Sedangkan Poverty
Severity Index (Indeks Keparahan Kemiskinan) yaitu digunakan untuk memecahkan
ketimpangan distribusi pendapatan/pengeluaran diantara penduduk miskin, ukuran
ini secara sederhana merupakan jumlah dari kesenjangan kemiskinan tertimbang
(sebagai proporsi garis kemiskinan), dimana penimbangnya adalah sebanding
dengan kesenjangan kemiskinan itu sendiri.
2.2. Penelitian
Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh
Chambers (1988) mengenai kemiskinan menemukan pokok masalah yang menyebabkan
orang miskin. Penyebabnya ada lima kelemahan yang dimiliki rumah tangga miskin
yaitu keterbatasan kepemilikan asset, kondisi fisik yang lemah, keterisolasian,
kerentanan dan ketidak berdayaan.
Mubyarto (2003) mengemukakan terjadi
peningkatan pendapatan pada penduduk miskin di daerah IDT Gunung Kidul sebesar
97% setelah diberikan bantuan penanggulangan kemiskinan selama 8 tahun (1994 –
2002). Demikian juga hasil penelitian Yahya (1997), terjadi peningkatan
pendapatan penduduk miskin rata-rata sebesar 18,35% selama 2 tahun (tahun
anggaran 1994/1995 dan 1995/1996) penyaluran dana Inpres Desa Tertinggal (IDT)
pada desa tertinggal di Banda Aceh.
Menurut hasil penelitian Santosa,
Hidayat dan Indroyono (2003), terjadi kenaikan pendapatan keluarga miskin
peserta program IDT sebesar 36,4% setelah pelaksanaan program IDT selama 8
tahun di DI Yogyakarta, dan penduduk miskin yang menjadi sasaran program (TAR)
adalah 80,2%, sedangkan nilai Poverty Reduction (PR) adalah sebesar 15% pada
program Inpres Desa Tertinggal (IDT), dan sebesar 13,4% pada Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) pada tahun 2001 – 2003, sedangkan untuk program
P2KP terjadi penurunan angka penduduk miskin sebesar 5%.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang
dikemukakan dan hasil penelitian sebelumnya dapat diajukan hipotesis pada
penelitian ini adalah : Program Pembangunan Gampong (PPG) dan BLT serta jumlah
jam kerja dapat meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan dapat mengurangi
jumlah penduduk miskin.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Utara Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dengan memilih sebanyak 3 kecamatan dari 22 kecamatan
yang mendapat bantuan, yang meliputi masing-masing 1 kecamatan mewakili wilayah
barat, 1 kecamatan wilayah tengah, dan 1 kecamatan wilayah timur dari wilayah
Kabupaten Aceh Utara dan merupakan kecamatan yang mendapat bantuan PPG.
Hal yang dianalisis adalah dampak PPG dalam menurunkan angka
kemiskinan melalui peningkatan pendapatan keluarga miskin, dan variabel yang
yang akan diteliti adalah pendapatan kelurga miskin, pengaruh pendapatan
lainnya seperti jam kerja dan batuan lainnya seperti bantuan langsung tunai.
3.2 Metode Pemilihan Sampel
Sesuai dengan masalah
yang ingin dibahas dan mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka
pemilihan Kepala Keluarga (KK) untuk menjadi responden dari populasi yang ada
ditentukan secara cluster atau wilayah (cluster random sampling). Nazir (2003 :
313) mengemukakan bahwa cluster random sampling baik digunakan untuk penelitian
dengan biaya terbatas dan catatan lengkap tentang unit elementer dalam populasi
tidak diperoleh. Dan ditambahkan juga bahwa pengambilan sample fraction untuk
setiap tahap dapat bervariasi. Pengambilan sampel dengan metode ini dianggap
cukup untuk mewakili populasi yang akan diteliti.
Pada tahap pertama ditentukan 10% dari jumlah kecamatan yang
mendapat bantuan PPG yaitu sebanyak 3 kecamatan yang terpilih adalah Kecamatan
Tanah Jambo Aye, Syamtalira Bayu, dan Muara Batu. Pada tahap kedua untuk
menentukan gampong (desa) yang dijadikan sampel adalah 10% dari gampong yang
terdapat dalam kecamatan yang terpilih, sehingga didapat jumlah desa sampel
seluruhnya 13 gampong yaitu Kec. Tanah Jambo Aye 5 gampong, Kec. Syamtalira
Bayu 5 gampong, dan Kec. Muara Batu 3 gampong. Pengambilan sample KK miskin
penerima dana bantuan PPG adalah sebesar 25% dari jumlah KK miskin penerima
bantuan PPG yang terdapat pada masing-masing gampong terpilih. Sehingga jumlah
KK miskin yang dijadikan sampel adalah 86 KK.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data
sekunder mengenai jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, pendapatan
perkapita, PDRB Kabupaten Aceh Utara, jumlah alokasi dana PPG diperoleh dari
instansi BPS, BAPPEDA dan BPMD Kabupaten Aceh Utara. Sedangkan data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dari setiap KK miskin penerima bantuan PPG
yang terpilih sebagai sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan.
3.4 Model Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
formula yang sederhana seperti telah dirumuskan dalam manual Evaluasi Program
Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP (Economic and Social Commision
for Asia and Facific) yaitu peningkatan pendapatan (AI), Coverage of Target
Group (TAR), Poverty Reduction (PR).
Untuk
menilai keberhasilan program penanggulangan kemiskinan, peningkatan pendapatan
merupakan indikator penting untuk menilainya. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut
(lihat Santoso dkk, 2003: 150 -156):
Yt – (Yo + (Yo x
Iht))
AI =
( Yo + (Yo x
Iht))
Keterangan :
AI : Peningkatan pendapatan (Income
Indicator)
Yt : Pendapatan tahun sekarang
Yo : Pendapatan tahun dasar
Iht : Indeks harga konsumen tahun sekarang
Pengukuran
terhadap nilai Coverage of Target Group (TAR) dengan menggunakan model :
TAR = IPGK - IP>GK
Keterangan :
TAR :
Jumlah penduduk miskin yang pendapatannya dibawah batas garis kemiskinan.
IPGK :
Jumlah penduduk miskin keseluruhan
IP>GK : Jumlah penduduk miskin yang pendapatannya
diatas garis kemiskinan
Untuk mengukur pengurangan tingkat
kemiskinan (Poverty Reduction Indicator (PR)) digunakan alat atau model :
PR = %P
– (%Pt / %Po)
Keterangan :
PR : Pengurangan penduduk miskin (Poverty
Reduction Indicator)
%P : Persentase penduduk miskin keseluruhan
%Pt :
Persentase penduduk miskin tahun sekarang yang pendapatannya dibawah garis
kemiskinan
%Po :
Persentase penduduk miskin tahun dasar yang pendapatannya dibawah garis
kemiskinan
Untuk menganalisis kesenjangan kemiskinan yaitu
rata-rata pendapatan penduduk miskin terhadap batas kemiskinan, dan juga
tingkat keparahan kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara, model yang
digunakan adalah sebagai berikut (World Bank, 2002 : 69 –72) :
Indeks
Kesenjangan Kemiskinan :
Indeks
Keparahan Kemiskinan :
2
Keterangan :
P1 : Indeks Kesenjangan
Kemiskinan
P2 : Indeks Keparahan
Kemiskinan
Z : Batas gar kemiskinan
Yp : Pendapatan rata-rata
keluarga miskin
n : Jumlah keluarga
miskin
Untuk mengetahui besarnya pengaruh pendapatan keluarga miskin
sebagai variabel dependen (Y) akibat variabel independen berupa bantuan Program
PPG, jam kerja dan bantuan langsung tunai (PPG, JK, D1) dihitung dengan model
regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut :
Y = f (PPG, JK, D1)
Y = α + β1 ln
PPG + β2 ln JK + β3 D1 + ε
Dimana :
Y :
Pendapatan KK miskin (Rp.)
PPG :
Jumlah dana bantuan PPG (Rp.)
JK : Jumlah jam kerja (jam)
D1 :
Variabel dummy BLT, (menerima bantuan BLT = 1 ; tidak menerima bantuan BLT = 0)
α :
Konstanta
β1, β2,
β3 : Koefisien regresi
ε
: Faktor pengganggu (Error
term).
3.5 Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel
yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini diartikan sebagai
berikut :
1.
PPG adalah suatu program
penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan gampong secara aspiratif dan
partisipatif untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa terutama masyarakat
miskin, dengan sumber dana dari APBD Kabupaten Aceh Utara.
2.
Jam Kerja (JK) merupakan jumlah
jam kerja kelurga miskin.
3.
Bantuan Langsung Tunai (D1)
adalah bantuan langsung yang diberikan kepada keluarga miskin, sumber dana
berasal dari kompensasi harga bahan bakar minyak, dan tidak semua keluarga
miskin menerima BLT.
4.
Income Indicator (AI) adalah
mengukur pendapatan rumah tangga peserta program sebelum dan setelah mendapat
bantuan.
5.
Pendapatan rumah tangga adalah
besarnya penghasilan yang diterima oleh rumah tangga miskin.
6.
Indeks harga adalah faktor
perubahan harga.
7.
Penduduk miskin adalah penduduk
yang hidup dibawah garis kemiskinan atau penduduk yang memenuhi kriteria miskin
yang telah ditetapkan oleh BPS untuk tahun 2006 garis kemiskinan untuk
Kabupaten Aceh Utara Rp.167.291,- per kapita per bulan.
4.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1
Letak Geografis dan Luas
Wilayah
Kabupaten
Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
yang terletak pada 96.52.000 – 97.31.000 Bujur Timur dan 04.46.000 -
05.00.400 Lintang
Utara dengan luas wilayahnya sekitar 3.296,86 km2 serta berbatasan
dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka di sebelah utara, sebelah selatan
dengan Kabupaten Aceh Tengah, sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Timur dan
sebelah barat dengan Kabupaten Bireuen. Secara administrasi Kabupaten Aceh
Utara terbagi dalam 22 kecamatan, 56 kemukiman, 850 desa/gampong dan 2
kelurahan.
4.1.2
Keadaan Penduduk
Jumlah
penduduk Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2009 adalah 493.599 jiwa, yang terdiri
dari laki-laki 241.887 jiwa dan perempuan 251.712 jiwa, dengan jumlah rumah
tangga sebanyak 108.220 KK dan rata-rata jumlah anggota keluarga setiap rumah
tangga adalah 5 jiwa, serta kepadatan penduduk rata-rata 150 jiwa/km2.
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Utara dari tahun 1993 – 2005
rata-rata 1,07 %.
4.1.3
Karakteristik Kepala
Keluarga Sampel
Karakteristik
kepala keluarga yang menjadi sampel dalam penelitian ini antara lain jenis
kelamin kepala keluarga, umur, pekerjaan, tingkat pendidikan formal, jumlah
anggota keluarga. Rincian kepala keluarga menurut jenis kelamin bahwa terdapat
sebanyak 29 KK atau 33,72% adalah perempuan dan laki-laki sebanyak 57 KK atau
66,28% dari total KK sampel.
Kepala
keluarga dengan batasan umur terbanyak adalah pada umur 45 – 49 tahun yaitu
sebanyak 22 KK atau 25,58%, dan jumlah kepala keluarga pada usia produktif
yaitu pada umur 25 – 54 tahun adalah sebanyak 71 KK atau 82,55%. Sedangkan
kepala keluarga yang tidak produktif yaitu 55 tahun keatas adalah sebanyak 15 KK
atau 17,45%.
Pekerjaan utama kepala
kelurga rata-rata sebagai petani yaitu sebanyak 33 KK atau 38,37%, kemudian
pedagang sebanyak 23 KK atau 26,74%, nelayan sebanyak 5 KK atau 5,81%, penjahit
sebanyak 3 KK atau 3,49%, pembuat kue sebanyak 7 KK atau 8,14%, penjual ikan
sebanyak 2 KK atau 2,33%, pengrajin tikar sebanyak 3 KK atau 3,49%, penjual kue
sebanyak 5 KK atau 5,81%. Sedangkan pekerjaan kepala keluarga sebagai penjual
nasi, tukang becak dan tukang bengkel sepeda masing-masing hanya sebanyak 1 KK
atau 1,16%.
Komposisi pendidikan
kepala keluarga sampel yang terbesar adalah berpendidikan SD yaitu sebanyak 50
KK atau 58,14%, berpendidikan SMP sebanyak 20 KK atau 23,26%, dan berpendidikan
SMA sebanyak 15 KK atau 17,44%. Sedangkan untuk kepala keluarga yang
berpendidikan sarjana adalah 1 KK atau 1,16%.
Jumlah anggota
keluarga dari kepala kelurga sampel dengan jumlah anggota keluarga terkecil
adalah 2 orang dan terbesar 10 orang. Sedangkan jumlah anggota kelurga 5 orang
merupakan komposisi terbanyak yaitu 30 KK atau 34,88%.
Karakterisitik
kepala keluarga yang menerima bantuan tidak seluruhnya adalah keluarga miskin,
karena hasil penelitian lapangan terdapat keluarga tidak miskin mendapat
bantuan modal usaha misalnya para pedagang.
Jumlah bantuan modal usaha dari PPG yang diterima oleh masyarakat adalah
bervariasi sesuai dengan usaha yang sedang atau akan dilaksanakan. Besarnya
bantuan yang diterima responden adalah Rp.180.000,- sampai Rp.3.500.000,-..
Jumlah keluarga yang menerima bantuan PPG sebesar Rp.1.000.000,- ke bawah
adalah sebanyak 58 KK atau 67,44%.
Pendapatan
responden sebelum menerima bantuan PPG adalah Rp.200.000,- sampai Rp.1.000.000,-,
setelah menerima bantuan PPG pendapatan responden adalah Rp.400.000,- sampai
Rp.1.500.000,-.
4.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Perubahan yang terjadi
pada variabel dependen (Y = Pendapatan) akibat perubahan pada variabel
independen (PPG, JK, D1), dari hasil analisis regresi dengan pendekatan kuadrat
terkecil didapat persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Ln Y = 11,340 + 0,0658 ln PPG + 0,5485 ln JK + 0,3363 D1
4.2.1
Pengaruh Bantuan
PPGTerhadap Pendapatan
Hasil estimasi model
yang digunakan bahwa koefisien parameternya memiliki hubungan positif, hal ini
berarti peningkatan jumlah bantuan PPG akan meningkatkan pendapatan masyarakat,
dengan koefisien regresi bantuan PPG sebesar 0,0658 menggambarkan bahwa pendapatan
akan meningkat sebesar 6,58% jika jumlah bantuan PPG meningkat 100%.
Peningkatan pendapatan masyarakat masih relatif kecil dibandingkan dengan
jumlah bantuan PPG yang diberikan.
4.2.2 Pengaruh Jam Kerja
Terhadap Pendapatan
Hasil estimasi model yang digunakan
bahwa koefisien parameternya memiliki hubungan positif, hal ini berarti
penambahan jam kerja akan meningkatkan pendapatan. Koefisien regresi jam kerja
sebesar 0,5485 menggambarkan bahwa akan terjadi peningkatan pendapatan sebesar
54,85% jika jumlah jam kerja ditingkatkan sebesar 100%.
4.2.3 Pengaruh Bantuan
Langsung Tunai Terhadap Pendapatan
Berdasarkan
hasil estimasi model yang digunakan bahwa koefisien parameter dari D1 memiliki
hubungan positif, hal ini berarti pemberian bantuan langsung tunai secara
langsung meningkatkan pendapatan masyarakat. Koefisien regresi D1 sebesar
0,3363 menggambarkan bahwa masyarakat yang mendapat bantuan langsung tunai
pendapatannya akan meningkat sebesar 33,63%.
4.3
Indikator Pendapatan dan Pengurangan Penduduk
Miskin
Penilaian keberhasilan
suatu program penanggulangan kemiskinan, maka peningkatan pendapatan merupakan
indikator penting untuk menilainya. Untuk mengetahui persentase perubahan
pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Indikator Pendapatan (Peningkatan Pendapatan)
No.
|
Uraian
|
|
1.
|
Batas garis kemiskinan Kab. Aceh Utara tahun 2003
|
Rp.118.897
|
2.
|
Batas garis kemiskinan Kab. Aceh Utara tahun 2006
|
Rp.167.291
|
3.
|
Indeks Harga Konsumen (Iht)
|
5,139
|
4.
|
Income Indicator (AI)
|
0,0647
|
5.
|
Poverty Reduction (PR)
|
0,0339
|
6.
|
TAR (Target Sasaran)
|
0,6628
|
7.
|
Poverty Gap Index (P1)
|
0,1574
|
8.
|
Poverty Severity Index (P2)
|
0,0455
|
Sumber : Hasil Penelitian 2007(diolah).
Dari Tabel 4.1 di atas dapat dilihat
bahwa program PPG melalui bidang ekonomi produktif (bantuan modal usaha)
menghasilkan Indikator Pendapatan (AI) sebesar 0,0647 ini berarti bahwa program
tersebut dapat menaikkan pendapatan kepala kelurga penerima bantuan sebesar
6,47% pada tingkat kenaikan harga sebesar 5,139. Sedangkan target sasaran dari program adalah
sebesar 0,6628 atau sebesar 66,28% dari penerima bantuan adalah keluarga miskin
sedangkan sisanya sebesar 33,72% adalah bukan dari kelurga miskin, sehingga
bantuan PPG dapat disimpulkan relatif kurang tepat sasaran untuk keluarga
miskin.
Berdasarkan Tabel 4.1 didapat bahwa
Poverty Reduction (PR) adalah sebesar 0,0339, hal ini berarti terjadi
pengurangan jumlah keluarga miskin penerima bantuan PPG sebesar 3,39% di
Kabupaten Aceh Utara.
5. KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Program PPG yang dilaksanakan
di Kabupaten Aceh Utara tidak seluruhnya ditujukan untuk keluarga miskin,
karena keluarga miskin yang mendapat bantuan PPG hanya sebanyak 67,28% sedangkan
sisanya sebesar 33,72% penerima PPG bukan keluarga miskin.
2. Berdasarkan nilai Income Indicator yang dihasilkan sebesar 0,0647
atau menunjukkan bahwa pendapatan penerima bantuan PPG meningkat sebesar 6,47%.
Sedangkan dengan menggunakan regresi linear berganda bantuan PPG terbukti
secara parsial dapat meningkatkan pendapatan masyarakat penerima bantuan. Hal
ini terbukti bahwa bantuan PPG dapat meningkatkan pendapatan keluarga miskin
dan dapat mengurangi kemiskinan sebesar 3,39%.
3. Pendapatan keluarga miskin akan meningkat
sebesar 54,85% jika adanya peningkatan jumlah jam kerja, dan akan meningkat
sebesar 33,63% dengan adanya peningkatan jumlah bantuan langsung tunai yang
diterima keluarga miskin.
4.
Pendapatan
rata-rata penduduk miskin di Kabupaten Aceh Utara berada 15,47% di bawah batas
kemiskinan, dengan kesenjangan distribusi pendapatan diantara penduduk miskin
sebesar 4,55%.
5.
Peningkatan
pendapatan akibat bantuan PPG sebesar 6,47% belum mencukupi untuk dapat
meningkatkan pendapatan keluarga miskin di atas batas kemiskinan, karena
rata-rata pendapatan penduduk miskin 15,47% di bawah batas kemiskinan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka dapat disarankan kebijakan yang perlu dilakukan sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan program PPG hendaknya
dapat dilaksanakan secara berkelanjutan karena berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat mengurangi kemiskinan.
2.
Kebijakan penerapan program atau
kegiatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan sumber dana
APBD Kabupaten melalui pengadopsian pola pelaksanaannya dari suatu program
nasional yang dianggap berhasil, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Aceh Utara
perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keberhasilan program tersebut
di daerahnya, karena tidak semua program yang secara nasional diangap berhasil
tetapi di daerah tertentu program tersebut tidak sesuai.
3.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara
hendaknya memperuntukkan bantuan PPG hanya kepada keluarga miskin karena
program PPG dapat meningkatkan pendapatan, tetapi masih banyak penerima bantuan
bukan dari keluarga miskin. Sehingga tujuan untuk mengurangi kemiskinan tidak
seperti yang diharapkan, pengurangan kemiskinan yang diharap tetapi
peningkatan kesenjangan pendapatan yang didapat.
4.
Pemberian bantuan PPG hendaknya
lebih diutamakan untuk gampong-gampong yang terbelakang dan terisolir, demi
pemerataan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kesenjangan antar gampong.
5.
Perlu dilakukan sosialisasi
terhadap program secara intensif dan kajian terhadap identifikasi kebutuhan
usaha masyarakat benar-benar proporsional agar tujuan program benar-benar
tercapai dan dipahami oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, (2005), Dasar-Dasar Ekonomi
Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, (2002), Pedoman
Umum Program Pembangunan Gampong Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2002, Bappeda Kabupaten Aceh Utara.
Badan Pusat Statistik, (2003), Penduduk Fakir Miskin 2004, BPS,
Jakarta.
Badan
Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, (2005), Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara, BPS Kabupaten Aceh Utara.
Bappenas,
(1994), Kaji Tindak Program IDT 1994 – 1997, Aditya Media, Yogyakarta.
Basri,
Faisal, (1995), Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI Distorsi Peluang
dan Kendala, Erlangga, Jakarta.
Diliana, Fransiska Bonita, (2005), Perbandingan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Klaten dan
Kabupaten Magelang Tahun 2003, STIS, Jakarta.
Dillon HS, (2003), Pemberdayaan Masyarakat Miskin di
Era Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat, Juni 2003, 5 – 23.
Hasibuan, Nurimansyah, (2004), Kemiskinan Struktural
di Indonesia Menembus ke Lapisan Bawah, Jurnal Ekonomi Rakyat, Volume
VII, 65 – 97.
Insukindro, (1991), Kemiskinan dan Distribusi
Pedapatan di Daerah Istimewa Yogyakarta 1984 –1987, Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kusnaedi, (1995), Membangun Desa, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Mubyarto,
(1994), Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, Adtya Media, Yogyakarta.
Mubyarto, (1999), Reformasi Sistem Ekonomi, Adtya
Media, Yogyakarta.
Mubyarto, (2000), Kisah-kisah IDT dan Program
Menghapus Kemiskinan di Sulawesi, Yayasan Agro Ekonomi.
Nazir, Moh., (2003), Metode Penelitian, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Rachbini, J. Didik, dkk., (1995), Negara Dan
Kemiskinan di Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Masbar, Raja, (2002), Batas Garis Kemiskinan : Kasus
Kota Banda Aceh, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, No. 1. Vol. 2. Agustus 2002,
271 – 284.
Todaro,
(2000), Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, Erlangga, Jakarta.
World
Bank Institute, (2002), Dasar-dasar Analisis Kemiskinan, Institute Bank
Dunia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar