Deskripsi Diri

Khairil Anwar, SE, M.Si lahir di Paya Naden pada 20 April 1978 dari pasangan Tengku Umar bin Abu Bakar dan Fatimah binti Muhammad. Gelar Sarjana di peroleh dari Unsyiah Banda Aceh, sementara gelar Magister di peroleh dari SPs-USU Medan. Sejak tahun 2002 sampai saat ini bekerja sebagai dosen pada Prodi IESP Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh. Menikah dengan Riza Izwarni dan telah dikarunia dua orang anak; Muhammad Pavel Askari dan Aisha Naury.

Jumat, 30 Desember 2011

Determinan konsumsi


Banyak faktor yang menentukan permintaan konsumsi atau pengeluaran individu atas barang-barang dan jasa-jasa dalam suatu perekonomian. Menurut Spencer (1977:165) faktor tersebut diantaranya adalah pendapatan disposibel yang merupakan faktor utama, banyaknya anggota keluarga, usia dari anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan dimasa yang akan datang.
Dalam buku Survei Biaya Hidup di sebutkan bahwa pengeluaran masyarakat khususnya pengeluaran konsumsi pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Faktor yang bersifat kualitatif antara lain; tingkat pendidikan dan selera. Sedangkan yang bersifat kuantitatif adalah jumlah pendapatan dan anggota keluarga (BPS Daerah Istimewa Aceh, 1999).
Menurut Samuelson (1999:169) bahwa faktor-faktor pokok yang mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposibel sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor penentu lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi dimasa yang akan datang. Dornbusch (1994:238) mengutip hipotesis daur hidup yang dikembangkan oleh Modigliani melihat bahwa merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan masyarakat untuk jangka panjang dengan mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin diperoleh selama hidup mereka.
Dalam serangkaian makalah yang ditulis pada tahun 1950-an Franco Modigliani dan kolaboratornya Albert Ando dan Richard Brumberg menggunakan model perilaku konsumen Fisher untuk mempelajari fungsi konsumsi. Salah satu tujuan mereka adalah memecahkan teka teki konsumsi. Menurut model Fisher, konsumsi tergantung pada pendapatan seumur hidup seseorang, Modigliani menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat seseorang dapat menggerakkan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatan tinggi ke masa hidup ketika pendapatan rendah (Mankiw, 2003:439).
Selanjutnya Sukirno (2000:101) menyebutkan bahwa disamping faktor pendapatan rumah tangga, kekayaan dan pajak pemerintah, konsumsi rumah tangga juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Ekspektasi, mengenai keadaan dimasa yang akan datang sangat mempengaruhi konsumsi rumah tangga pada masa kini, keyakinan bahwa pada masa mendatang akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi akan mendorong rumah tangga untuk meningkatkan  konsumsinya dimasa sekarang.
  2. Jumlah penduduk, dalam analisis mengenai pembelanjaan agregat yang diperhatikan adalah konsumsi penduduk Negara. Oleh sebab itu tingkat konsumsi bukan saja tergantung pada tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang tetapi juga yang diterima penduduk secara keseluruhan.
  3. Tingkat harga, dalam analisis Keynesian sederhana dimisalkan bahwa tingkat harga adalah tetap, maka setiap kenaikan pendapatan berarti terjadi kenaikan pendapatan riel. Dalam keadaan yang demikian, apabila pendapatan meningkat 100 persen dan MPC sebesar 0,80 (80%) dari kenaikan pendapatan itu akan dikonsumsikan, hal ini menunjukkan terjadi kenaikan konsumsi yang sebenarnya.
Parkin (1993:672) sependapat dengan teori-teori ahli lainnya bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi hanya dua, yaitu; pendapatan disposibel (disposable income) dan pengharapan terhadap pendapatan dimasa akan datang (expected future income).
Penny (1994:28) menyatakan besarnya konsumsi yang dapat dinikmati seseorang sangat tergantung pada besarnya pendapatan. Dalam hal ini konsumsi tersebut meliputi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tertier. Golongan yang berpenghasilan rendah cenderung berkonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Apabila pendapatan meningkat, porsi pendapatan yang akan digunakan untuk pangan akan menurun.
Nicholson (1991:77) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase kenaikan pendapatan dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Keadaan ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s Law).
Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposibel yang berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan. Dengan demikian, naiknya pendapatan, maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan dan rekreasi semakin bertambah (Ackley, 1992:281).
Kadariah (1996:21) menambahkan bahwa pada umumnya golongan yang berpendapatan rendah mengeluarkan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan hidup yang mutlak seperti; pangan, perumahan dan sandang. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin kecil pengeluaran yang dialokasikan untuk kebutuhan pokok.
Delorme dan Ekulend (1993:244) menyatakan bahwa kelompok berpenghasilan tinggi mempunyai kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume) yang lebih kecil daripada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Pitomo (1992:2) menambahkan bahwa rumah tangga miskin pada umumnya mengeluarkan pendapatannya lebih besar untuk kebutuhan dasar, baik yang terdiri dari kebutuhan maupun konsumsi individu (makanan, pakaian, perumahan) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan pendidikan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar