Deskripsi Diri

Khairil Anwar, SE, M.Si lahir di Paya Naden pada 20 April 1978 dari pasangan Tengku Umar bin Abu Bakar dan Fatimah binti Muhammad. Gelar Sarjana di peroleh dari Unsyiah Banda Aceh, sementara gelar Magister di peroleh dari SPs-USU Medan. Sejak tahun 2002 sampai saat ini bekerja sebagai dosen pada Prodi IESP Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh. Menikah dengan Riza Izwarni dan telah dikarunia dua orang anak; Muhammad Pavel Askari dan Aisha Naury.

Rabu, 30 November 2011

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP TEKANAN KERJA (STUDI PADA FAKULTAS EKONOMI UNSYIAH)




Evi Mutia
Heru Fahlevi



Abstract: Emotional intelligence  represent ability feel, comprehending, and selectively apply energy and sensitivity of emotion as source of influence Intelligence of emotion claim owner of feeling, to learn to confess, esteeming feeling at the others and also answering it correctly, applying effectively emotion energy in everyday life. This study examines the relationship between Emotional intelligence and Work Stress of lecturer at Economic Faculty of UNSYIAH. The population of this research is all lecturers at Economic Faculty of UNSYIAH. The sample was taken by Purposive sampling technique with criteria respondents have structural position the data were collected by using questionnaires. Data analysis to test hypothesis is done with simple linear regression. This research results shows that Emotional intelligence had significantly effect on Work Stress of lecturer at Economic Faculty of UNSYIAH. Result of this research can give contribution that Emotional intelligence is important intelligence among educator accountant in upgrading education.

Key Words: Emotional Intelligence and Work Stress


Evi Mutia, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Heru Fahlevi, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala



22

PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional baik dari dosen maupun mahasiswa. Dosen sebagai pihak yang memberikan pengayaan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada mahasiswanya dituntut memiliki seluruh keterampilan dan kemampuan pendukung dalam upaya memberikan yang terbaik kepada mahasiswa. Selain harus memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, seorang dosen juga harus memiliki tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi pula yang ditunjukkan melalui kemampuannya untuk memotivasi dirinya, kesanggupannya untuk untuk tegar dalam menghadapi frustasi (tekanan) serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain (Melandy dan Aziza, 2006).
            Di sisi lain, stress (tekanan) kerja merupakan bagian dari kehidupan, tak terkecuali dalam profesi tenaga pengajar (dosen). Stress yang negatif (distress) merupakan akibat dari kegagalan seseorang yang tidak mampu menyelesaikan persoalannya sesuai dengan harapannya sehingga memberikan dampak buruk bagi kehidupannya (Lentera hati,2006).
            Namun, bagi seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (EQ) diperkirakan sanggup bertahan melawan frustasi akibat stress. Hal ini disebabkan orang yang cerdas secara emosional punya kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat dan ketekunan (Lentera hati,2006). Berdasarkan pemikiran di atas, stress (tekanan) kerja dan tekanan hidup telah menjadi isu yang menarik untuk diuji oleh para peneliti akuntansi. Weick (1983) menyimpulkan bahwa stress merupakan suatu hal penting yang mengiringi praktek akuntansi (Rebele dan Michaels, 1990). Lebih lanjut lagi, Libby(1983) menyatakan bahwa konsep stress dapat menyediakan suatu struktur yang berguna dalam menganalisa keragaman isu-isu akuntansi (Rebele dan Michaels, 1990).
            Stress dapat diartikan sebagai sebuah ungkapan psikologis yang terjadi ketika seseorang menghadapi situasi-situasi yang dirasa melebihi kemampuannya (Lazarus,1996; Snead dan Harrell,1991). Studi yang telah dilakukan untuk mendapatkan faktor-faktor penyebab tekanan kerja telah dilakukan oleh Snead dan Harrell (1991). Studi tersebut menyimpulkan bahwa kelebihan jam kerja dan beban kerja merupakan faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap tekanan kerja. Sedangkan mengenai dampak tekanan kerja terhadap kerja adalah berkurangnya kepuasan kerja, meningkatnya tegangan (konflik) dan kecenderungan untuk meninggalkan organisasi (Senatra,1980; Rebele dan Michaels 1990).
            Kecerdasan emosional (Emotional Quotient : EQ) ditenggarai mampu meningkatkan ketangguhan  dan optimisme individual dalam menghadapi tekanan kerja. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan mengadapi tekanan kerja perlu dilakukan, karena konsekuensinya yang besar terhadap kinerja yang dihasilkan.
            Mengingat sikap dan perilaku etis akuntan dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi melalui proses belajar-mengajar (Sudibyo, 1995; Khomsiyah dan Indrianto; Tikollah et al, 2006) maka dibutuhkan sebuah penelitian yang akan memberikan bukti empiris mengenai  pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemampuan mengadapi (tekanan kerja) dosen akuntansi demi optimalnya hasil yang diperoleh dalam proses pendidikan tersebut.

KERANGKA TEORITIS
Pengertian Kecerdasan Emosional
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya ini saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual (IQ), seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan.
Howes dan Herald (1999) mengatakankecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain (Mu'tadin : 2002)
Selanjutnya. menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif (Melandy dan Aziza, 2006). Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi (Melandy dan Aziza, 2006).. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Melandy dan Aziza, 2006), pencipta istilah “kecerdasan emosional”, mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Lebih lanjut, kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin (Secapramana,1999).
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Menurut Mu’tadin (2002) dalam Melandy dan Aziza, 2006, terdapat tiga unsur penting kecerdasan emosional yang terdiri dari: kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).

Komponen Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Goleman (2003), terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) yaitu:
1. Pengenalan diri (Self awareness),
2. Pengendalian diri (self regulation),
3. Motivasi (motivation),
4. Empati (empathy),
5. Keterampilan sosial (social skills),

Pengenalan Diri (Mengenali emosi diri )
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.

Pengendalian diri (Mengelola emosi )
Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.
Motivasi; Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
Empati (Mengenali emosi orang lain ); Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
Keterampilan sosial (Membina hubungan dengan orang lain); Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.  Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang  menyebabkan seseroang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan
Seseorang yang tidak mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dapat ditandai dengan hal-hal berikut: mempunyai emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosinya, dan tidak sensitif dengan perasaan orang lain. Orang yang tidak mempunyai kecerdasan emosional tinggi, biasanya mempunyai kecenderungan untuk menyakiti dan memusuhi orang lain (Dameria; 2005).
Dalam dunia kerja, orang-orang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi sangat diperlukan, terlebih dalam tim untuk mencapai tujuan tertentu. Karenanya, orang tua dan para guru harus memupuk kecerdasan emosional sejak dini (Dameria; 2005).





























Tabel 1: Kerangka Kerja Kecakapan Emosi
Kecakapan pribadi
Menentukan bagaimana kita mengolah diri sendiri
Kecakapan Sosial
Menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan
Kesadaran Diri
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumberdaya dan intuisi
       Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya
       Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
       Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
Pengaturan diri
mengelola kondisi, implus, dan sumberdaya diri sendiri.
       Kendali diri : mengelola emosi dan desakan hati yang merusak.
       Sifat dapat dipercaya : memelihara norma kejujuran dan integritas
       Kewaspadaan : bertanggung jawab atas kinerja pribadi
       Adaptibilitas : keluwesan dalam menghadapi perubahan
       Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi baru
Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran.
       Dorongan prestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memnuhi standar keberhasilan
       Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan
       Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan
       Optimisme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.

Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain
       Memahami orang lain : mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
       Orientasi pelayanan: mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan
       Mengembangkan orang lain: merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
       Mengatasi keseragaman : menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.
       Kesadaran politis : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
Keterampilan tatis
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
       Pengaruh : memiliki taktik untuk melakukan persuasi
       Komunikasi : mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan
       Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain
       Katalisator perubahan : memulai dan mengelola perubahan
       Manajemen konflik : negosiasi dan pemecahan silang pendapat
       Pengikat jaringan : menumbuhkan hubungan sebagai alat
       Kolaborasi dan kooperasi : kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama
       Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.
       Sumber : Goleman (2003)


Tekanan Kerja
Jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individunya, maka dikatakan bahwa individu tersebut mengalami stress kerja (Rini, 2002). Stress dapat diartikan sebagai sebuah ungkapan psikologis yang terjadi ketika seseorang menghadapi situasi-situasi yang dirasa melebihi kemampuannya (Lazarus,1996; Snead dan Harrell,1991). Jadi, stress (tekanan) dapat disiumpulkan sebagai tanggapan psikologis atau perilaku individual ketika menghadapi situasi-situasi di atas kemampuannya untuk mengatasinya.
Dalam sebuah artikel yang dimuat di situs Lentera Kehidupan, stress dapat disebabkan oleh beberapa statis (stressor), yaitu: ketidakharmonisan keluarga, lingkungan, beban studi dan pekerjaan, atau kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Sedangkan menurut Rini (2002), gejala stress dapat dibagi tiga yaitu:
1.      Gejala psikologis seperti: kecemasan, ketegangan, bingung, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, ketidakpuasan kerja, kebosanan, lelah mental dst.
2.      Gejala fisik, seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, gangguan gastrointestinal, mudah lelah secara fisik dst.
3.      Gejala perilaku, seperti: menghindari tugas, penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya frekuensi absensi,penurunan kualitas hubungan interpersonal dst.
Untuk memahami sumber stress kerja, amatlah penting untuk melihat stress kerja sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stress di pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Dengan kata lain, stress kerja tidak semata-mata disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subyektif individu masing-masing (Rini,2002).
Beberapa sumber stress yang menurut Cary Cooper (1983) dianggap sebagai sumber stress kerja adalah stress karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja seperti: ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan (Rini,2002).
            Ada sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik peran. Mereka stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992: Rini 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Seiler dan Pearson (1984) yang melibatkan pengajar akuntansi menyimpulkan bahwa tingkat stress dapat diprediksi. Lebih lanjut, kepuasan kerja menjadi faktor utama dalam meningkatnya tingkat stress di kalangan tenaga pengajar akuntansi.
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005, ditetapkan beberapa tugas utama dosen yaitu: mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Berdasarkan undang-undang tersebut, seorang dosen dituntut untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan juga kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat secara bersamaan. Besarnya beban dan terlalu umumnya penjelasan tugas dosen ini ditenggarai mampu menimbulkan tingkat tekanan kerja yang relatif tinggi dan ditambah lagi tugas tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kenaikan pangkat dan kesejahteraan dosen.
            Berdasarkan uraian di atas dan penelitian-penelitian terdahulu maka dapat dikembangkan hipotesis berikut ini:
Ha: Kecerdasan emosional mempengaruhi kemampuan dalam menghadapi tekanan kerja dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah.

METODOLOGI RISET
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Sedangkan metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling  dengan kriteria sampel adalah dosen yang memiliki jabatan struktural di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Kriteria ini ditetapkan mengingat ada sejumlah dosen yang juga memiliki pekerjaan sampingan di institusi lain sehingga dikuatirkan akan menimbulkan bias yang signifikan yang berhubungan dengan sumber tekanan kerja

Data dan Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang terstruktur dengan menggunakan metode survey yang menguji hipotesis dengan menggali pertanyaan tentang kecerdasan emosional dan tekanan kerja di lingkungan Fakultas Ekonomi Unsyiah.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang secara valid dapat mengukur variabel penelitian. Kuesioner terbagi dua, yaitu pertanyaan untuk mengukur tingkat kecerdasan emosional respoden dan pertanyaan untuk menilai tingkat tekanan kerja responden. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kecerdasan emosional merupakan instrumen yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya (Melandy, R dan Aziza, N: 2006), begitu juga untuk pengukuran tingkat tekanan kerja yang merupakan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh peneliti sebelumnya

Definisi dan Operasonal Variabel
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tekanan kerja (Y), yaitu ungkapan psikologis yang terjadi ketika seseorang menghadapi situasi-situasi yang dirasa melebihi kemampuannya (Lazarus,1996; Snead dan Harrell,1991).Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Hendrix et al (1985) dalam Snead dan harrell (1991). Instrumen ini melihat kemampuan menerima tekanan kerja responden.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional (X) yaitu: kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. (Wibowo, 2002; Melandy dan Aziza, 2006). Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Melandy dan Aziza (2006). Instrumen ini melihat tingkat kecerdasan emosional responden.

Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesa yang telah dikembangkan sebelumnya, digunakan alat statistic simple regression kemudian juga akan dianalisis koefisien regresi.dengan tujuan untuk melihat pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional auditor pemerintah di Banda Aceh dan diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package For Social Science) realesed 13 programe.
Adapun persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Di mana :
Y = Tekanan kerja
a  = konstanta
b  = koefisien regresi
X = kecerdasan emosional

Uji Reabilitas Dan Validitas
Sebelum penelitian ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk keandalan (reliabilitas) dan validitas. Uji reliabilitas untuk mengukur data  yang digunakan apakah bebas dari kesalahan, sehingga diharapkan konsisten. Pengukuran reliabilitas dianggap handal berdasarkan koefisien alpha di atas 0,50 (Nunnally, 1967) atau 0,60 (Maholtra,1997). Uji validitas untuk mengukur instrumen yang digunakan agar benar-benar valid, sesuai dengan apa yang ingin diukur.

Uji Asumsi Klasik
            Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang digunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Hal ini penting dilakukan agar diperoleh parameter yang valid dan handal. Pengujian ini hanya menggunakan Uji Normalitas, uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas variable pengganggu (residual). Regresi linier normal klasik mengasumsikan bahwa tiap + (residual) didistribusikan secara normal. Residual variabel yang terdistribusi normal akan terletak disekitar garis horizontal  (tidak terpencar  jauh dari garis diagonal).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam rangka keperluan penelitian ini maka penulis melakukan pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner, yang disampaikan secara langsung oleh peneliti kepada para responden sebanyak 40 kuesioner Dari jumlah kuesioner yang diedarkan kepada responden sebanyak 40 lembar kuesioner yang dikembalikan hanya 30 kuesioner, sehingga tingkat pengembalian kuesioner mencapai 75%. Berdasarkan persentase tingkat pengembalian kuesioner maka data tersebut sudah mencukupi sebagai ukuran sampel untuk tujuan analisis dan telah memiliki sifat-sifat bentuk distribusi normal (Wanacot, 1995)
Untuk memberikan gambaran mengenai variabel-variabel penelitian digunakan tabel statistik deskriptif yang menunjukkan angka total jumlah, minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.
                                               
Tabel 2: Descriptive Statistics

N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Kecerdasan emosional
30
120
159
141.07
9.078
Tekanan kerja
30
17
47
32.83
7.321
Valid N (listwise)
30





Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji kualitas data yang diperoleh dari penggunaan statistic penelitian dapat dievaluasi melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas menguji seberapa baik satu atau statistic pengukuran mengukur dengan tepat suatu konsep studi yang dimaksudkan untuk diukur. Suatu pertanyaan dikatakan valid jika pertanyaan tersebut mampu untuk mengukur apa yang perlu diukur (Cooper, 2003).
Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara Statistic, yaitu dengan menggunakan uji Pearson product-moment coefficient of correlation dengan bantuan SPSS 11.5. selanjutnya masing-masing item pertanyaan harus mempunyai korelasi yang positif dan memiliki tingkat signifikansi di bawah 5%. Sedangkan jika dilakukan secara manual maka nilai korelasi yang diperoleh masing-masing pernyataan harus dibandingkan dengan nilai kritis korelasi product moment di mana hasilnya menunjukkan bahwa semua pernyataan mempunyai nilai korelasi di atas nilai kritis 5% dan berarti data tersebut adalah valid. Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa semua item-item pertanyaaan dapat dinyatakan valid.
Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten juga dilakukan secara statistik yaitu dengan menghitung besarnya Cronbach’s Alpha. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa Cronbach’s Alpha mempunyai nilai sebesar 93,80 persen. Dengan demikian pengukuran reliabilitas terhadap variable penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa instrumen dalam penelitian ini reliabel (handal) karena nilai alphanya lebih besar dari 0,50  (Malhotra,1996 : 305).

Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal ataukah tidak, maka dapat dilakukan analisis grafik atau melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. (Gozali, 2001).
Dari grafik normal plot, terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.

Pengujian Hipotesis
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan regresi linear sederhana untuk menentukan signifikan kecerdasan emosional terhadap tekanan kerja, maka diperoleh hasil Adjusted R Square adalah sebagai berikut:

Tabel 3: Hasil Adjusted R Square Model Summary(b)
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
,701 (a)
,480
.591
7.104
 a  Predictors: (Constant), kecerdasanemosional
 b  Dependent Variable: tekanankerja
Angka Adjusted R Square adalah 0,591 ( 59 % ), hal ini berarti bahwa tekanan kerja yang dirasakan oleh dosen Fakultas Ekonomi bisa dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional . Sedangkan sisanya (100% - 48% = 52%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negative terhadap tekanan kerja dengan tingkat signifikansi 0,012 atau nilai probabilitasnya (sig) ≤  0,05. pengaruh kecerdasan emosional terhadap tekanan kerja ditunjukkan oleh koefesien regresi sebesar -0,275, bentuk pengaruhnya negative. Artinya bahwa jika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka akan mempengaruhi tingkat tekanan kerja yang dihadapi.

Tabel 4: Hasil Pengujian Hipotesis
                                                               Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients


B
Std. Error
Beta
t
Sig.
1
(Constant)
71.684
14.822

4.836
.000

Kecerdasan emosional
-.275
.105
-.323
-2.603
.012
a  Dependent Variable: tekanan kerja
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian luthans yang menemukan bahwa tingkat kecerdasan emosional yng dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menghadapai tekanan kerja.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pentingnya seorang dosen mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi untuk dapat mengatasi tekanan kerja dan bagaimana mensikapinya dengan hal-hal yang baik. Dan Tentu saja stres yang negatif tidak akan mengidap orang-orang yang punya kecerdasan emosional dan spiritual yang baik. Sebab, orang yang cerdas secara emosional punya kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat dan ketekunan. Ia juga mampu memotivasi diri sendiri dan bisa bertahan menghadapi frustasi. Sanggup mengendalikan dorongan hati dan emosi. Ia tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati (mood), dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir serta membaca perasaan terdalam orang lain (empati), bahkan mampu memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, ia punya kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan baik.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa tekanan kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi kecerdasan emosionalnya maka tekanan kerja yang dihadapinya menjadi kecil atau dengan kata lain bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu mengadapi tekanan kerja yang mungkin terjadi.

Keterbatasan dan Implikasi Penelitian
Keterbatasan dari penelitian ini adalah hanya menggunakan variabel kecerdasan emesional saja serta tidak melihat bagaimana pengaruh dari masing-masing komponen kecerdasan emesional terhadap tekanan kerja sehingga tidak dapat diketahui mana yang lebih dominan pengaruhnya.
Adapun implikasi penelitian yang diharapkan pada penelitian selanjutnya adalah menguji satu per satu dari komponen kecerdasan emosional, memasukkan variabel lain seperti kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual serta tidak hanya melihat pengaruhnya terhadap tekanan kerja tetapi dapat juga dilihat pengaruhnya terhadap kepuasan kerja.

REFERENSI
Agustian, Ari Ginanjar. 2003. Rahasia Sukses Membangkitkan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual. Jakarta. Arga.
Baihaqi, S. 2002. Analisis Pengaruh EQ Karyawan terhadap Kualitas Perilaku Pelayanan Kepada Wajib Pajak di Kantor Pelayanan PBB (Studi pada KPPBB Kediri dan Tulung Agung). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Goleman, Daniel. 2000. Working With Emotional Intelligence. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Loeb, S.E. 1971. A Survey of Ethical Behavior in the Accounting Profession. Journal of Accounting Research Autumn: 287–306.
Luthans, F. (1995). Organizational Behavior. Fifth Editions. Singapore: McGraw-Hill Inc
Melandy, R dan Aziza, N (2006) “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi, Kepercayaan Diri Sebagai Variabel Pemoderasi”. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
Patton, Patricia, Dr. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jakarta. PT. Mitra Media Publisher.
Rebele, J.E dan Michaels, RE (1990) “Independent Auditor’s Role Stress: Antecendent, Outcome, and Moderating Variables”. Behavioral Research in Accounting, Vol 2, pp 124-153.
Rini, F, Jacinta. 2002. http://e-psikologi.com
Svyantek, D.J. 2003. Emotional Intelligence and Organizational Behavior. The International Journal of Organizational Analysis 11 (3): 167–169.
Snead, K dan Harrell, A (1991) “The Impact of Psychological Factors on the Job Satisfaction of Senior Auditors”. Behavioral Research in Accounting, Vol 3, pp 85-96.
Sularso, Sri, Drs, M. Si.,Akt. 2003. Metode Penelitian Akuntansi; Sebuah Pendekatan Replikasi. Yogyakarta. BPFE.
Suryaningrum, Sri, Sucahyo Heriningsih, Afifah Afuwah. 2004. Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional. Denpasar. Simposium Nasional akuntansi VII.
Sullivan, S. E., & Bhagat, R. S. (1992). Organizational stress, job
satisfaction and job performnace: Where do we go from here?Journal of
Management. Vol. 18, No.2.
Secaprama, VL (1999)  http://secapramana.tripod.com/, Emotional Intelligence,1999.
Tikollah , MR dkk (2006) “Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kercerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang 

1 komentar: